JAKARTA, GRESNEWS.COM - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Mahkamah Agung (MA) agar memberikan hukuman lebih berat bagi terdakwa kasus korupsi. Pasalnya, berdasarkan penelitian ICW, jumlah denda dan hukuman yang diberikan pada koruptor belum bisa menutupi kerugian negara akibat perilaku korupsinya.

Berdasarkan data dari ICW, sepanjang 2014 terdapat 395 kasus korupsi dengan 479 terdakwa telah diputus pengadilan dari tingkat pertama hingga kasasi dan peninjauan kembali. Dari jumlah perkara tersebut, negara mengalami kerugian sebanyak Rp 10,6 triliun. Sementara jumlah denda yang dibayarkan hanya Rp 42,4 miliar dan jumlah uang pengganti hanya Rp 1,4 triliun.

Selanjutnya, dari 395 kasus tersebut, rata-rata vonis yang dijatuhkan pada koruptor hanya 2 tahun 8 bulan penjara. Padahal merujuk pada Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, kategori ringan kejahatan korupsi mendapatkan hukuman minimal 4 tahun penjara. Lalu untuk kategori sedang divonis 4 hingga 10 tahun. Adapun kategori berat divonis di atas 10 tahun penjara.

Sepanjang 2014, terdapat 372 terdakwa korupsi mendapatkan hukuman ringan atau sebanyak 81,2 persen. Lalu hukuman bagi terdakwa korupsi 4 hingga 10 tahun hanya menjerat 60 terdakwa. Sedangkan terdakwa korupsi yang mendapatkan hukuman berat hanya 3 orang dengan penjara di atas 10 tahun ditambah 1 terdakwa divonis seumur hidup.

Anggota ICW Aradilla Caesar mengatakan maksud kedatangannya ke MA adalah untuk meminta agar koruptor dipidana lebih berat. Ia meminta pengadilan tindak pidana korupsi jangan memvonis ringan kasus-kasus korupsi. Untuk itu, ia meminta pengadilannya harus dibenahi lebih dulu sebab masih banyak kualitas putusan yang tidak adil.

"Uang pengganti kerugian negara juga tidak maksimal. Perbandingan antara ganti rugi korupsi yang dibayarkan terdakwa dengan kerugian negara akibat korupsi sangat lebar sekali," ujar Aradilla usai bertemu pihak MA, di gedung MA, Jakarta, Jumat (20/3).

Terkait desakan agar memperberat hukuman bagi para koruptor, Juru Bicara MA Suhadi mengatakan hukuman yang diberikan ada kaitannya dengan tindak pidana yang dilakukan yang bersangkutan. Sehingga berat ringannya hukuman bergantung pada kewenangan hakim yang menentukan sesuai tindak pidananya.

"Kalau objek yang dikorupsi besar tentu akan lebih besar hukumannya. Kalau kecil seperti Rp 4 juta, tentu hukuman yang diharapkan sulit tinggi karena ada rasa keadilan dari hakim," ujar Suhadi saat dihubungi Gresnews.com, Jumat (20/3).

Ia mencontohkan ada kerugian yang diderita negara karena perlakuan seseorang bukan karena dia korupsi tapi terlibat di dalamnya. Misalnya, seseorang yang menandatangani suatu proyek agar dananya bisa dicairkan. Orang tersebut memang menandatangani tapi uangnya bukan dia yang mengambil. Sehingga hukuman sangat bergantung pada peran yang bersangkutan, berapa kerugian negara yang diderita negara akibat perbuatannya, dan sifat baik dan buruknya ketika proses hukum berlangsung.

BACA JUGA: