JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus memilukan yang menimpa nenek Asyani (63) yang dituduh melakukan ilegal logging dan diancam pidana 5 tahun penjara di PN Situbondo mulai mendapatkan perhatian luas. Pihak Perum Perhutani yang menjadi pelapor pertama kasus inipun saat ini mulai menarik diri dari perkara itu. Bahkan Perhutani bersedia menjadi penjamin penangguhan penahanan Asyani.

Perum Perhutani juga membantah pihaknya telah memidanakan sang nenek yang sehari-hari menyambung hidup sebagai tukang pijat keliling itu. Direktur Utama Perum Perhutani Mustoha Iskandar mengatakan, Perhutani bukanlah pihak yang mengadukan Asyani dan pengusaha mebel bernama Sucipto terkait pencurian tujuh tanaman jati di Situbondo, Jawa Timur.

Mustoha mengatakan dalam kasus tersebut Perhutani hanya melapor kepada penegak hukum bahwa aset milik perusahaan sebanyak tujuh batang kayu jati telah hilang. "Artinya perusahaan tidak dalam posisi menuduh pihak-pihak yang sudah ditetapkan tersangka oleh polisi," kata Mustoha di Kantor Perum Perhutani, Jakarta, Senin (16/3).

Menurutnya saat ini kasus pencurian kayu jati tersebut sudah masuk kedalam ranah pengadilan, sehingga perusahaan tidak bisa campur tangan dalam melakukan penangguhan. Meski Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya meminta penangguhan hukum terhadap nenek Asyani, Mustoha mengaku perusahaan hanya bisa membantu dalam sisi sosiologis yaitu dengan menjadi saksi yang tidak memberatkan nenek Asyani.

Dia mengungkapkan alasan Perhutani membantu adalah karena faktor kemanusiaan dan keadilan. "Kita membantu untuk penangguhan penahanan. Jadi di dalam pendekatan hukum, ada pendekatan yuridis normatif perusahaan tidak bisa masuk ke wilayah itu," kata Mustoha.

Mustoha mengungkapkan di luar kasus nenek Asyani, selama lima tahun terakhir perusahaan dirugikan sebesar Rp144 miliar atas kasus pencurian pohon milik perusahaan. Dalam kasus pencurian tersebut, sudah dilaporkan kepada penegak hukum. "Namun kasus pencurian tersebut beberapa kasus ada yang ditindaklanjuti dan ada juga yang tidak dilanjuti oleh aparat hukum," ujarnya.

Dia menambahkan, kasus yang tidak dilanjuti oleh aparat hukum lantaran dalam kasus tersebut barang bukti dapat dikembalikan kepada perusahaan. Dia mengaku selama ini pohon milik Perhutani sering dicuri lantaran para petugas pejaga hutan tidak dibekali senjata oleh perusahaan. Perusahaan lebih memilih pendekatan secara sosial kepada masyarakat agar tidak melakukan pencurian pohon milik perusahaan.

"Petugas kita tidak dibekali senjata. Jadi ada istilah drop the gun, bahkan petugas kita malah harus menghadapi masyarakat yang menggunakan senjata untuk mencuri. Kalau sudah menghadapi itu, petugas kita memilih kabur," kata Mustoha.

Mustoha memastikan dalam kasus pencurian tujuh tanaman jati tidak melibatkan internal perusahaan. Jika terbukti ada oknum internal perusahaan yang terlibat dalam pencurian tujuh tanaman jati, Mustoha menegaskan akan menyeret oknum tersebut ke ranah hukum.

"Ada orang dalam yang terlibat, kita lapor juga ke polisi. Sama saja orang dalam atau orang luar, harus kita laporkan ke polisi," kata Mustoha.

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Perum Perhutani John Novarly mengatakan salah satu kewajiban Perum Perhutani sebagai pengelola hutan negara berdasarkan Undang-Undang No 41 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan adalah melaporkan kepada polisi apabila terjadi kehilanggan aset negara. Hal itu diatur dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2007, Perum Perhutani tidak memiliki penyidikan tindak pidana kehutanan.

John mengatakan apabila perusahaan tidak melaporkan adanya gangguan keamanan hutan maka perusahaan akan dikenakan sanksi karena dianggap melakukan pembiaran sesuai ketentuan pasal 104 UU No 18 Tahun 2003. Perbuatan itu dalam pasal tersebut dikenakan ancaman hukuman penjara minimal 6 tahun dan maksimal 15 tahun.

"Dalam laporan polisi, kami hanya melaporkan kejadian pencurian kayu atau hilangnya pohon jati dan tidak melaporkan orang per orang," kata John.

John menambahkan penetapan tersangka menjadi kewenangan penyidik dan bukan kewenangan Perhutani. Selain nenek Asyani, penyidik telah menetapkan tersangka utamanya yaitu Ruslan, Abdus Salam pemilik kendaraan pengangkut kayu dan Cipto sebagai tukang kayu. Bahkan Kepala RPH Jati Banteng BKPH Besuki juga diperiksa oleh Kepolisian Jatibanteng Situbondo dalam kapasitas sebagai saksi korban atas hilangnya aset negara.

"Sebagai pihak pelapor, perusahaan menyerahkan sepenuhnya proses penegakan hukum kepada pihak berwenang," kata John.

BACA JUGA: