JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pelaksanaan eksekusi mati terpidana narkotika belum bisa dilakukan dalam waktu dekat. Pelaksanaan eksekusi tertunda karena sejumlah terpidana mati masih menempuh peninjauan kembali (PK), meski Presiden Joko Widodo telak menolak grasi mereka. Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan eksekusi mati tetap akan dilakukan hingga semua alasan yuridis selesai. Namun untuk saat ini Kejaksaan akan menunggu hasil PK yang ditempuh terpidana.

"Bukan kendala, kita menghargai hak hukum. Kita menghargai proses hukum yang sedang berjalan," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jumat (13/3). Prasetyo menyatakan eksekusi akan dilakukan serentak terhadap 11 terpidana. Saat ini sembilan terpidana mati telah berada di Nusakambangan, Jawa Tengah. Sementara Mary Jane masih berada di Jogjakarta. Prasetyo menilai PK hanya sebuah upaya penundaan pelaksaan eksekusi. Bagi Kejaksaan Agung penolakan grasi terpidana oleh presiden Joko Widodo dianggap sudah final. Prasetyo memastikan pemerintah Indonesia juga tidak akan bergeming meski tekanan asing terus berdatangan.

Dia mengatakan, eksekusi tetap akan dilakukan hingga semua proses hukum yang ditempuh terpidana selesai. "Ini adalah upaya untuk mengulur waktu. Kalau mau, kita bisa saja saklek mengacu pada putusan grasi. Namun kita menghormati proses hukum. Yang jelas, kita tidak akan pernah bergeming dengan tekanan," kata Prasetyo di Jakarta, Rabu (11/3).

Prasetyo juga menangkis anggapan penundaan itu karena terkait munculnya isu penyadapan oleh Australia dan Selandia baru terhadap percakapan telepon Presiden Jokowi. Menurutnya isu itu tidak ada kaitannya, dengan eksekusi mati. "Saya tegaskan, itu tidak ada kaitannya. Tekanan dalam bentuk apapun kami tak akan hiraukan itu. Ini kedaulatan hukum kita. Kita tidak rela negara diinjak-injak," katanya.

Sementara itu, pengamat intelijen Susaningtyas Kertopati mengatakan, aksi sadap-menyadap atau spionase yang kini ramai dibahas di dunia internasional sejatinya hal yang jamak. Spionase dan kontra-spionase, intelijen dan kontra-intelijen, terjadi di mana-mana.

"Hampir semua negara, bahkan organisasi swasta dan bisnis memiliki kegiatan intelijen untuk berbagai kepentingan," ujarnya.

Penyadapan yang dalam kegiatan intelijen disebut sebagai Pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) dilakukan untuk mendapatkan informasi. Oleh kerena itu, ia berharap publik tidak emosional hadapi isu ini sebelum bukti faktual dan meterialnya jelas. Meskipun demikian, pemerintah, kata dia, harus memberi teguran keras kepada kedua negara tersebut agar tak ganggu kedaulatan negara Indonesia.

"Apalagi ini masuk ke ranah pencurian informasi melalui penyadapan dan mau turut campur dalam keputusan hukum RI, terutama untuk gagalkan hukuman mati warga negaranya," katanya.

BACA JUGA: