JAKARTA, GRESNEWS.COM – Kuasa hukum penggugat kontrak antara Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dengan PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan Aetra Muhammad Isnur  menilai pihak tergugat tidak perlu mengajukan banding atas perkara privatisasi air di Jakarta. Sebab kalau tergugat khususnya pemerintah banding, maka hal tersebut menunjukkan mereka anti nasionalisasi.

"Pihak swasta sudah kalah 3-0 dengan masyarakat. Pertama, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada perusahaan yang mengelola air. Kedua, Undang-Undang Sumber Daya Air yang dibatalkan berdasarkan putusan MK (18/2). Ketiga, putusan pengadilan negeri Jakarta Pusat," ujar Isnur dalam diskusi di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Jakarta, Rabu (25/3).

Data audit BPK mengungkapkan PAM Jaya tidak menjalankan tugas dan fungsi sebagai badan hukum yang berwenang melakukan pengusahaan, penyediaan, dan pendistribusian air minum. Sebab tugas tersebut sudah dialihkan ke swasta. Saat BPK mengkonfirmasi hal tersebut pada PAM Jaya, mereka tidak bisa menjelaskan landasan hukum yang digunakan.

Akibat pengalihan tanggungjawab PAM Jaya ke swasta, PAM telah mengabaikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 1992. Perda tersebut berisi ketentuan direksi harus mendapat persetujuan tertulis dari gubernur untuk mengadakan kerjasama untuk jangka waktu lebih dari satu tahun. Pemindahtanganan benda tidak bergerak milik PAM Jaya ke swasta tanpa persetujuan gubernur membuat kerjasama tersebut dianggap tidak sah.

Kedua, terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA). Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan UU tersebut sehingga pengusahaan air harus dikelola oleh negara. Sehingga pengelolaan oleh swasta harus dikembalikan ke negara.

Ketiga, pengadilan negeri Jakarta Pusat telah memutuskan membatalkan perjanjian kerjasama antara Palyja dan Aetra dengan PAM Jaya. Meski putusan ini sejalan dengan putusan MK, ternyata dalam pertimbangan majelis hakim sama sekali tidak menyebutkan batalnya UU SDA untuk memutuskan perkara PAM Jaya.

Terkait hal ini, Kuasa Hukum Palyja Meyritha Maryanie menghormati putusan pengadilan meskipun kecewa dengan hasilnya lantaran perjanjian kerjasama telah berlangsung selama 17 tahun. Sehingga Palyja akan mengajukan banding terhadap putusan tersebut. "Perjanjian kerjasama ini tetap berlaku penuh sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap," ujar Meyritha pada Gresnews.com, Rabu (25/3).

Sebelumnya, PN Jakpus memutuskan menerima sebagian permohonan penggugat atas kontrak antara PDAM dengan Palyja dan Aetra. Gugatan ini diajukan Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ). Mereka menggugat Presiden dan Wakil Presiden RI, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Keuangan, Gubernur DKI Jakarta, PDAM, dan DPRD Provinsi DKI Jakarta, PT PAM Lyonnaise, dan PT Aetra Air Jakarta atas kontrak antara PDAM dengan kedua perusahaan asing PAM Lyonnaise Jaya asal Perancis dan Aetra asal Inggris hingga 2023.
    

BACA JUGA: