JAKARTA, GRESNEWS.COM - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan menyatakan mendukung pemberian remisi kepada narapidana (napi) Korupsi. Sebab remisi dianggap sebagai penghargaan atas perilaku baik para napi.

Hukuman tinggi di suatu negara belum menjamin akan habisnya tingkat dan jenis kejahatan di negara tersebut. Namun, penghargaan di dalam tahanan jika para napi berkelakuan baik maka kemungkinan akan memotivasi para napi berbuat yang lebih baik lagi.

"Remisi itu merupakan hak dari seorang terpidana," katanya seusai acara Catatan Hukum dan HAM 2014 di Cikini, Jakarta, Selasa (30/12).

Sebagai reward pidana, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly harus menjaga makna penghargaan dari remisi tersebut. "Selama ini remisi hanya diberikan pada individu yang bisa bangun lapangan tenis atau aula di penjara," katanya.

Walaupun setuju atas pemberian remisi sebagai penghargaan perilaku, Trimedya tetap mengusulkan diberlakukannya batas maksimum pemotongan masa tahanan. Pada setiap remisi paling tidak hanya hitungan minggu atau maksimal dua bulan.

"Jika tidak ada remisi maka para napi akan gelisah haknya dicabut," katanya.

Sebelumnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenhukham memberikan remisi hari Natal kepada 49 napi korupsi. Terdiri  atas 18 napi mengacu kepada PP Nomor 28/2006, dua di antaranya bebas. Serta 31 napi mengacu pada PP Nomor 99/2012.

Namun pemberian remisi itu dikritik Peneliti Forum Indonesia Untuk Transparasi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi. Ia mempermasalahkan remisi terutama untuk narapidana korupsi. Menurutnya pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) teramat baik bagi  narapidana korupsi.

Uchok  menyayangkan pemberian remisi kepada para terpidana korupsi, karena, apapun alasan pemberian remisi tersebut telah melanggar janji kampanye Jokowi yang akan memberantas para koruptor. "Karena yang namanya korupsi itu dampaknya membunuh rakyat, dengan cara merampok uang rakyat untuk memperkaya pribadi," ujarnya.

BACA JUGA: