JAKARTA, GRESNEWS.COM – Majelis Kasasi Mahkamah Agung (MA) menambah hukuman Bupati Banyuwangi periode 2005-2010, Ratna Ani Lestari, menjadi 9 tahun penjara dari sebelumnya 6 tahun. Penambahan ini sesuai tututan jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Banyuwangi terkait proyek pembangunan Lapangan Terbang Blimbingsari Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur yang telah merugikan negara sebesar Rp19 miliar. Selain itu, Ratna juga dihukum denda Rp500 juta subsidair 8 bulan penjara.
 
Keputusan tersebut diambil MA setelah membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (ITipikor) Pengadilan Tinggi Surabaya No.33/PID.SUS/TPK/2013/PT.Sby yang mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya No.62/Pid.Sus/2012/PN.Sby.
 
"Terdakwa Ratna Ani Lestari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut," putus majelis kasasi sebagaimana dikutip dari laman putusan mahkamahagung.go.id, Selasa (30/12).
 
Putusan ini diketuk dengan suara bulat oleh majelis kasasi yang diketuai Artidjo Alkostar dengan anggota MS Lumme dan Leopold Luhut Hutagalung pada 7 Oktober 2013 lalu.
 
Pertimbangan Majelis Kasasi MA antara lain, perbuatan Ratna termasuk dalam unsur perbuatan dilakukan secara berlanjut dalam kurun waktu 2006 sampai dengan 2007. Pertimbangan lainnya, sebagai Bupati Banyuwangi telah menunjuk dirinya sendiri sebagai Ketua Panitia Pengadaan Tanah Lapangan Terbang Blimbingsari. Hal ini dininilai bertentangan dengan Pasal 120 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (UU Pemda).
 
Merujuk pada ketentuan Pasal 6 Ayat (I) Perpres RI Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang berbunyi: "Pengadaan tanah untuk kepentingan umum di wilayah kabupaten/kota dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah kabupaten/kota yang dibentuk oleh bupati/walikota".
 
Selanjutnya dalam Ayat (5) dinyatakan: "Susunan Keanggotaan panitia pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) terdiri atas unsur perangkat daerah terkait". Sedangkan yang dimaksud dengan perangkat daerah kabupaten/kota adalah terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga tehnis daerah, kecamatan dan kelurahan, dan di dalam Pasal 121 Ayat (1) dinyatakan "Sekretariat daerah dipimpin oleh sekretaris daerah".
 
Dari ketentuan tersebut, MA menyatakan perangkat daerah kabupaten/kota adalah sekretaris daerah kabupaten/kota sampai struktur ke bawah kelurahan. Ratna sebagai Bupati Banyuwangi bukan merupakan perangkat daerah sebagaimana yang dimaksud Pasal 120 (2) UU Pemda. Dengan demikian tindakan terdakwa menunjuk dirinya sendiri sebagai Ketua Panitia Pengadaan Tanah Lapangan Terbang Belimbingsari Kabupaten Banyuwangi, dinilai Majelis Kasasi MA bertentangan dengan Pasal 5 Ayat (6) Perpres Nomor 36 Tahun 2005.
 
Pertimbangan lainnya, dalam menetapkan nilai ganti rugi, Ratna selaku Bupati Banyuwangi dan Ketua Panitia Pengadaan Tanah Lapangan Terbang Blimbingsari Rogojampi, Banyuwangi tidak didukung data tentang taksiran harga ganti rugi tanah oleh Panitia Pengadaan maupun dokumentasi mengenai proses musyawarah dengan Pemilik Tanah. Dalam Perpres No.36 Tahun 2005 dinyatakan untuk menetapkan perhitungan ganti rugi harus ada Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditetapkan oleh bupati/walikota.

Sementara dalam persidangan, terbukti penetapan harga ganti rugi dengan pemilik tanah tanpa ada  lembaga/tim penilai harga tanah. Akibatnya, dasar perhitungan ganti rugi berdasarkan harga pasar dan menuruti kemauan pemilik tanah.
 
Sebagai ketua panitia, Ratna bersama anggota panitia lainnya kemudian menandatangani berita acara musyawarah tentang besarnya ganti rugi dan Ratna telah membuat surat keputusan penetapan ganti rugi tersebut. "Terdakwa dan panitia yang lain melakukan perbuatan tersebut dilakukan secara sadar walaupun tanpa lembaga/tim penilai harga sehingga ganti rugi yang dibayarkan kepada pemilik tanah terjadi kemahalan harga sehingga menguntungkan pemilik tanah dan merugikan keuangan negara," jelas keputusan Kasasi MA Nomor 1589 K/Pid.Sus/2013 tersebit.
 
Kasus korupsi ini bermula saat Pemkab Banyuwangi membangun Lapangan Terbang Blimbingsari Rogojampi. Saat akan melakukan pembebasan lahan, Panitia Pengadaan Tanah Lapangan Terbang Blimbingsari menunjuk Kantor PBB Banyuwangi sebagai Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah, namun ditolak. Alasannya, yang dapat Menunjuk Kantor PBB Banyuwangi adalah Dirjen Keuangan atau Menteri Keuangan. Namun Bupati Banyuwangi yang juga selaku ketua panitia bersama dengan anggota lainnya justru melaksanakan penetapan harga tanpa ada tim penilai atau penaksir harga.
 
Penetapan harga ganti rugi itu tertuang dalam SK Bupati Nomor 17 tahun 2006 tanggal 17 November 2006 tentang Penetapan Besarnya Uang Ganti Rugi Atas Tanah di Desa Badean Kecamatan Kabat, Desa Karang Bendo dan Belimbingsari, Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi untuk Pembangunan Lapangan Terbang. Dalam SK itu ditetapkan harga penggantian sebesar Rp60.000,00 per meter.
 
Untuk dapat melakukan pembayaran kepada pemilik tanah, Kabag Keuangan Pemkab Banyuwangi, Dujfri Yusuf menandatangani Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan dana tersebut kemudian masuk ke rekening pihak III (pemilik tanah) di Bank Jatim sebesar Rp7,7 miliar.
 
Pada 2007, Ratna bersama dengan anggota panitia lainnya kembali menandatangani Berita Acara Kesepakatan Musyawarah Ganti Rugi tanggal 20 Juni 2007 di Kantor Kecamatan Rogojampi. Hal ini diikuti dengan Surat Keputusan Ketua Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Banyuwangi Nomor 11 tahun 2007 tanggal 27 Januari 2007 tentang Penetapan Besarnya Uang Ganti Rugi Atas Tanah Tanaman dan Atau Bangunan di atasnya dengan harga Rp70.000 per meter.
 
Namun berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan penetapan harga lahan tersebut tidak sesuai dengan Perpres Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Disebutkan, penetapan harga dinilai tidak berdasarkan nilai jual obyek pajak (NJOP) dan tanpa tim penaksir. Akibatnya, negara merugi sekitar Rp 19,7 miliar.
 
Atas perbuatannya itu, Ratna diganjar hukuman 5 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya pada 11 Februari 2013. Hukuman Ratna dinaikkan menjadi 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Surabaya pada 29 Mei 2013. Tidak terima atas keputusan tersebut, Ratna mengajukan kasasi ke MA pada 10 Juni 2013 dengan harapan dibebaskan. Alasannya, pembangunan lapangan terbang itu tidak bertujuan merugikan Negara, dan sebaliknya masyarakat menjadi sejahtera setelah masa kepemimpinan Ratna itu.

BACA JUGA: