JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum melontarkan protes melalui surat kepada Kepala Rumah Tahanan Kelas I Cipinang Cabang Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK) yang berujung sanksi padanya. Anas kini terlihat pasrah enggan memperpanjang masalah sanksi yang diberikan Kepala Rutan KPK, Ia legowo menerima larangan kunjungan oleh para koleganya tersebut.

Salah satu tim kuasa hukum Anas, Handika Honggowongso saat dikonfirmasi Gresnews.com menjelaskan hal itu. "Kata Mas Anas aku rapopo," kata Handika menirukan perkataan Anas, Rabu (26/11).

Padahal, kata Handika, surat tersebut sebenarnya bukan merupakan pernyataan protes, tetapi permohonan keringanan hukuman tambahan yang didapatkan kliennya pasca diberikan sanksi serupa pada kasus sebelumnya yaitu terkait dengan kepemilikan telepon genggam.

Dalam surat itu, berisi permohonan empat permohonan. Pertama mengenai larangan membawa berkas perkara di dalam ruang tahanan. Menurut Handika, jika hal itu dilarang, tentunya kliennya tersebut mengalami kesulitan dalam mempelajari perkara yang sedang dihadapi Anas yang saat ini dalam proses banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Kemudian yang kedua, pembatasan membawa buku maksimal lima eksemplar, padahal di dalam ruang tahanan buku sangat diperlukan sebagai penghibur dan mengisi waktu selama menjalani hukuman. Apalagi, lanjut Handika, Anas mempunyai hobi membaca dan menulis.

"Lalu ketiga, olahraga juga enggak boleh. Moso sama sekali enggak boleh olahraga, kan agak aneh," tandasnya.

Dan yang terakhir, keempat, mantan Ketua PB HMI itu juga memohon agar jika ada tahanan yang sakit, harus segera mendapat pertolongan. Sebab selama ini, respon tim medis rutan dianggap kurang cepat, ditambah lagi fasilitas kliniknya juga tidak lengkap.

Handika menyayangkan, permohonan kliennya itu ditanggapi berbeda oleh Kepala Rutan. Bahkan, kliennya tersebut dianggap menghina dan menghalangi kerja petugas. Padahal, dari surat tersebut sama sekali tidak ada pernyataan seperti yang dituduhkan kepada kliennya.

Selain itu, ia juga mempertanyakan proses pemberian sanksi yang diberikan kepada Anas. Sebab, menurutnya jika seorang narapidana melakukan tindakan indisipliner atau dianggap melanggar peraturan, seharusnya petugas rutan melakukan verifikasi terhadap tindakan tersebut dengan memeriksa saksi. Kemudian, narapidana itu juga dipanggil untuk dikonfrimasi, setelah itu baru penetapan apakan ia bersalah atau tidak.

"Ada tata caranya, pihaknya itu diperiksa. Lalu ada semacam persidangan kecil, kemudian baru diputuskan kalau ada pelanggaran itu gimana. Ini tahu-tahu ada sanksi, tapi belum ada pemeriksaan. Pasrah aja mereka kan berkuasa," cetusnya.

Tanggapan Anas yang terkesan tenang ini berbeda dengan kuasa hukumnya yang lain, Adnan Buyung Nasution. Usai mengkonfirmasi hal ini dengan Anas, Buyung dengan tegas mengecam sanksi yang diberikan Kepala Rutan kepada kliennya. Menurut Buyung, jika seseorang ditahan, bukan berarti kehilangan hak asasi sepenuhnya.

"Seorang tahanan kan punya hak asasi juga. Tidak berarti seseorang yang ditahan atau dihukum itu kehilangan hak asasi sepenuhnya, pasti ada setiap tahanan. Termasuk dia bikin surat ya kan? Masa ada hukuman tahanan buat surat menyatakan keberatan, itu hal yang wajar dimanapun juga," tegasnya.

Surat itu, kata pengacara senior ini,  menjelaskan bahwa cara-cara perlakuan, sikap, tindakan dan apa yang mereka alami selama ini. Dan surat itu, ditulis bukan hanya atas kehendak Anas, maupun Akil Mochtar, tetapi seluruh tahanan yang ada di Rutan KPK.

Salah satunya, tidak boleh olahraga, tidak boleh membaca buku lebih dari lima. Kemudian, tidak boleh membawa berkas sidang, padahal berkas itu sangat dibutuhkan seorang terdakwa untuk merumuskan pembelaam dalam upaya banding yang sedang dijalankan Anas saat ini, maupun upaya kasasi yang akan ditempuh Akil Mochtar.

Mengenai pernyataan Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha bahwa surat itu berisi penghinaan, Buyung dengan tegas membantahnya. Bahkan, ia menantang KPK untuk membuktikan hal itu dengan membuka surat tersebut bersama-sama.

"Itu bohong. Ayo kita buka saja suratnya. Jangan main hukum aja. Ini cara-cara pengelolaan Rutan seperti ini amat saya tentang lah. Karena dari dulu enggak berubah dari jaman orde lama, orde baru, jamannya SBY, sampe sekarang enggak berubah," cetusnya.

Ia berharap, Presiden Jokowi memperbaiki aturan di Rutan yang terkesan diskriminatif terhadap tahanan. Karena, bagaimanapun, setiap narapidana juga mempunyai hak selama ia menjalani masa hukuman. "Mereka itu manusia semua bukan derajatnya dibawah pemeriksa atau KPK," imbuhnya.

Bahkan, menurut mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden periode 2007-2009 ini, menuntut agar KPK dibubarkan jika tidak bisa memperbaiki perilaku yang diberikan kepada para tahanan. Walaupun, ia juga mengakui hal itu akan ditentang masyarakat luas karena selama ini KPK dianggap sebagai tulang punggung pemberantasan korupsi.

Pihak KPK saat dikonfirmasi sebelumnya mengatakan, alasan dihukumnya Anas karena bukan sekadar membuat surat protes. Namun, menurut Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan Priharsa Nugraha dalam surat itu, juga mengandung unsur penghinaan dan menghalangi kerja petugas.

"Karena mereka memprotes aturan rutan, namun dalam surat tersebut dianggap ada unsur menghina, menghalang-halangi petugas dalam menjalankan tugas. Sesuai aturan permenkumham masuk kategori pelanggaran berat," kata Priharsa saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (26/11).

Tetapi, saat ditanya mengenai rincian dari penghinaan dan mengahalangi kerja petugas itu Priharsa mengaku belum mengetahuinya. "Nanti saya cek lagi," tandasnya.

BACA JUGA: