JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tahun ini pemerintah menggelontorkan Dana Desa hingga Rp 67 triliun. Pengalokasian Dana Desa dilakukan dengan menggunakan alokasi yang dibagi secara merata dan alokasi yang dibagi berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah, angka kemiskinan, dan tingkat kesulitan geografis.

Dana ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Harapannya terjadi peningkatan pemerataan pembangunan kesejahteraan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.

Namun pada pelaksanaannya masih terdapat banyak hambatan untuk mewujudkan tujuan penyaluran Dana Desa. Besarnya penyaluran Dana Desa ini bila tidak diimbangi dengan pengelolaan yang baik dapat menjadi bom waktu. Tentu yang terkena sasarannya adalah para pejabat di tingkat desa dan juga mereka yang terkait dalam pengelolaan dana ini. Hal itu terjadi seperti dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (2/8) lalu di Pamekasan, Jawa Timur. Selain menyeret kepala desa kasus ini juga melibatkan oknum Kejaksaan dan Bupati Pamekasan.

Dalam kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan pengelolaan dana desa sangat rentan terjadi tindak pidana korupsi. "Dalam konteks pencegahan dana desa, KPK telah menyelesaikan kajian pengelolaan dana desa," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (2/8).

Laode mengatakan hasil kajian tersebut sudah diserahkan kepada pemerintah. Apalagi dalam pengelolaan dana desa mempunyai kelemahan empat aspek yakni regulasi, tata laksana, pengawasan dan sumber daya manusia yang mengelola dana desa.

"Dan KPK pernah menyerahkan hasil kajian itu kepada pemerintah karena KPK melihat kelemahan dalam empat aspek yaitu dari segi regulasi, tata laksana, pengawasan dan kualitas sumber daya manusia yang mengurusi dana desa," kata Laode.

Menurut Laode kajian tersebut penting dilakukan karena tahun ini pemerintah mengalokasikan dana desa untuk seluruh kabupaten dan kota dengan total Rp 67 triliun. Maka dari total anggaran dana desa tersebut, setiap desa mendapatkan Rp 1 miliar.

"Tidak mencapai sasaran. Berharap KPK semua pihak mengelola dana dengan baik agar tidak terjadi tindak pidana korupsi," kata Laode.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengingatkan para kepala desa agar menggunakan dana desa dengan baik karena bisa berujung menjadi tersangka korupsi. Dana desa tersebut harus digunakan untuk pembangunan desa.

"Saya titip Rp 60 triliun itu bukan uang sedikit, bisa membuat desa lebih baik, tapi juga bisa menjadikan kepala desa tersangka," kata Jokowi saat membuka acara rapat koordinasi nasional pengawasan intern pemerintah di Istana Negara, Kamis, (18/5).

Menurut Jokowi, dana desa dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada 2015, anggaran dana desa adalah Rp 20 triliun, pada 2016 Rp 47 triliun, dan pada 2017 Rp 60 triliun.

Dia menekankan agar dana desa benar-benar digunakan dan diawasi dengan baik. Tujuannya adalah agar penggunaan dana desa menghasilkan output dan outcome yang baik. Dengan alasan itu, pemerintah membuat aplikasi sistem keuangan desa (Siskudes) agar pelaporan penggunaan dana desa menjadi lebih sederhana.

Jokowi membandingkan laporan dana desa sebelum adanya Siskudes. Sebelumnya, pelaporan dana desa sangat ruwet. Ini membuat kepala desa justru lebih sibuk membuat laporan ketimbang mengurus desa mereka.

"Buat aplikasi tata kelola keuangan desa yang sederhana, sehingga cepet gampang buatnya. Jangan berlembar-lembar, berlapis lapis, yang paling penting sederhana tapi gampang dicek, gampang dikontrol, gampang diawasi. Prinsip disitu. Enggak usah laporan bertumpuk-tumpuk, tapi duitnya juga hilang," kata Jokowi.

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Ardan Adiperdana mengatakan Siskudes akan diterapkan di semua desa. Kini penggunaan Siskudes baru mencapai sekitar 33 persen dari jumlah total desa yang ada. Ardan mengatakan BPKP, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Desa akan mengakselerasi penerapan Siskudes.

Dia mengatakan efektifitas pengawasan melalui Siskudes sangat bagus. Sebab, sistem ini bisa mengkompilasi laporan dari semua desa yang ada dalam satu kabupaten. "Dari kompilasi ini, kami bisa melaporkan ke presiden soal potret penggunaan dana desa di suatu kabupaten,"kata Ardan.
LEBIH BESAR DARI NILAI PROYEK - Sebelumnya, KPK menetapkan lima orang tersangka kasus suap ´pengamanan´ kasus di Desa Dassok, Pamekasan. Lima orang itu yakni Bupati Pamekasan Achmad Syafii, Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto Utomo, Kajari Pamekasan Rudy Indra Prasetya, Kepala Desa Dassok bernama Agus, dan Kabag Administrasi Inspektur Pamekasan Noer Solehhoddin.

"Setelah pemeriksaan awal yang dilanjutkan gelar perkara, dapat disimpulkan penanganan perkara ini ditingkatkan ke penyidikan," ucap Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (2/8).

Uang suap diberikan Rp 250 juta dari Kepala Desa Dassok Agus Mulyadi kepada Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pamekasan Rudy Indra Prasetya. Suap itu diberikan agar Kejari Pamekasan tidak menindaklanjuti pelaporan sebuah LSM kepada Kejari Pamekasan terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan di Desa Dassok yang menggunakan dana desa senilai Rp 100 juta.

Achmad, Sutjipto, Agus, dan Noer disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan Rudy disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kejaksaan Agung menganggap aparatnya yang terjaring OTT kasus suap itu cuma oknum. "Kalau alat buktinya cukup silakan ditindaklanjuti sampai tuntas. Tapi yang diingat bahwa itu oknum," kata Kapuspenkum M Rum, Rabu (2/8).

Dia berujar para jaksa telah diberi pengawasan dan diingatkan soal standard operating procedure (SOP) dalam menangani perkara. Namun dia heran mengapa masih ada oknum yang melanggar.

"Pengawasannya kan ada SOP ini kan oknum, kita tidak bisa menyalahkan sistem. SOP periksa perkara bagaimana seharusnya etika jaksa. Tapi, karena ini oknum, kita tidak bisa bicara sistem dong," ucap Rum.

"Kita sudah mengingatkan ini tidak ada kaitan dengan sistem. Ini oknum," tuturnya.

Meski begitu, dia mengaku belum mendapatkan banyak informasi mengenai hal ini lebih lanjut. Namun dia mempersilakan KPK memproses hukum Rudy Indra Prasetya.

"Kita belum tahu terkait kasus apa, tapi kalau ada bukti silakan diproses, kita tidak menghalangi akses," katanya.

Sementara DPD Partai Demokrat Provinsi Jawa Timur ikut bersuara atas penetapan tersangka Bupati Pamekasan Achmad Syafi´i oleh KPK.

"Kami turut prihatin atas kejadian yang menimpa Bupati Pamekasan. Tapi kami pastikan, penangkapan beliau tidak ada kaitannya dengan Partai Demokrat," kata Sekretaris DPD Partai Demokrat Jawa Timur Renville Antonio, Rabu (2/8).

Renville mengakui, pada Pemilihan Kepala Daerah Pamekasan 2013 lalu, Demokrat sebagai pengusung utama pasangan calon bupati dan wakil bupati, Achmad Syafii-Halil. Saat itu, Demokrat berkoalisi dengan PPP, PAN, dan PKS.

"Tapi beliau bukan pengurus Partai Demokrat dimanapun, baik di tingkat DPC maupun DPD," tuturnya.

Syafii pernah menjadi anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat pada tahun 2009. Namun, di kepartaian, dia hanya sebagai anggota biasa di Demokrat. Renville yang juga anggota DPRD Jawa Timur menegaskan, Demokrat menyerahkan sepenuhnya penanganan perkara itu ke KPK. (dtc)

BACA JUGA: