JAKARTA, GRESNEWS.COM - Meskipun terus dibombardir Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Muhtar Ependy yang menjadi saksi dalam kasus sengketa Pilkada Palembang di Mahkamah Konstitusi (MK) menampik bahwa uang sebesar Rp7,5 miliar yang disetorkannya ke sebuah rekening, digunakan sebagai mahar pemenangan Romi kepada mantan Ketua MK Akil Mochtar. Kasus ini menyeret dua sejoli mantan Walikota Palembang Romi Herton dan istrinya Masyitoh.

Muhtar berdalih, uang yang disetorkan ke Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat (BPD Kalbar) itu merupakan uang pribadinya dan hasil pembayaran atribut kampanye yang diberikan Masyitoh. Padahal, beberapa saksi lainnya menuturkan uang itu diberikan kepada Akil Mochtar.

Pemilik PT Promix ini juga terus berdalih ketika ditanya apakah dirinya mengenal Romi dan Masyitoh. Tak hanya itu, Muhtar kembali memberikan keterangan berbelit-belit di persidangan saat ditanya mengenai pertemuannya dengan Masyitoh di BPD Kalbar serta maksud dari isi pesan singkatnya kepada pimpinan BPD Kalbar Iwan Sutaryadi.

Awalnya, Jaksa KPK Pulung Rinandoro menanyakan Bukti Acara Pemeriksaan (BAP) Muhtar mengenai perkenalannya dengan Romi Herton yang bertentangan dengan kesaksiannya saat di persidangan ini. "BAP Poin 5, saya tidak pernah kenal dan ketemu Romi. Tapi saya tidak kenal tapi saya tahu, ini gimana? Lalu kenapa kalau tidak kenal kenapa perkenalkan (saksi) Polo dengan Romi?" tanya Jaksa Pulung, Kamis (8/1).

Jaksa Pulung pun membandingkan keterangan Romi dan Masyitoh yang pada sidang sebelumnya mengaku kenal dengan Muhtar. Lantas, Muhtar pun mengaku bahwa ia memang mengenal pasangan itu. Pengakuan Muhtar ini juga diakuinya berdasarkan keterangan pasangan tersebut yang terlebih dahulu mengaku mengenal Muhtar.

Kemudian, Jaksa Pulung kembali mencecar Muhtar mengenai kehadiran Masyitoh di BPD Kalbar. Pulung merujuk pada kesaksian Muhtar pada persidangan kasus Akil yang menyatakan Masyitoh tidak pernah datang ke Bank itu. Padahal, ketika itu Muhtar bersaksi dibawah sumpah.

"Yang datang di BPD Kalbar siapa yang benar ini? Dulu di sidang Akil disumpah katanya pegawai asuransi. Sekarang di perkara ini anda bilang terdakwa. Saksi (Muhtar) juga bilangnya sumpah. Ada dua sumpah, yang benar yang mana?" cecar Pulung.

Anehnya, Muhtar justru naik pitam setelah mendengar pertanyaan ini. Ia menganggap Jaksa KPK memintanya untuk kembali berbohong di persidangan. Kontan saja, pernyataan Muhtar ini menjadi bumerang sebab Jaksa Pulung kembali menanyakan apakah Muhtar memberi keterangan palsu kala itu.

Pulung, memang mengetahui betul bagaimana konstruksi kasus ini dan juga masih cukup hafal atas keterangan para saksi. Karena, Jaksa berkepala plontos ini menjadi Kepala Tim Jaksa KPK pada saat persidangan kasus Akil Mochtar. Dan kala itu, Akil pun mencetak sejarah sebagai terdakwa pertama yang dipidana seumur hidup dalam kasus korupsi.

Mantan orang dekat Akil Mochtar ini kembali bersikeras bahwa keterangannya kali dalam sidang kali ini adalah yang paling benar, termasuk mengenai pertemuannya dengan Masyitoh di BPD Kalbar. Muhtar mengaku siap menanggung segala akibat dari pernyataan yang diberikannya di persidangan.

"Saya katakan itu yang jujur, lillahitaala. Saya hari ini jujur, karena kemarin kenapa saya cabut BAP karena banyak ancaman dari Sarimuda, Miko Fanji yang akan menghancurkan perusahaan saya, keluarga, membakar. Itu saya sayangkan kenapa KPK percaya mereka," dalihnya.

Jaksa Pulung sepertinya tidak percaya begitu saja atas pernyataan Muhtar. Ia kembali "menguji" kejujurannya dengan menanyakan uang sejumlah Rp7,5 miliar yang diberikan Masyitoh dan disinyalir uang itu digunakan untuk memuluskan langkah Romi menjadi orang nomor satu di Palembang itu.

"Dari sidang, terdakwa Masyitoh akui pemberian uang 7,5 miliar itu sengketa pilkada, sedangkan saksi bilang bukan, ini yang jujur yang mana?" Cetus Jaksa Pulung.

Namun kali ini usaha Pulung tampaknya sia-sia. Muhtar tetap konsisten tidak mengakui uang itu terkait pengurusan sengketa Pilkada. Ia bersikeras, uang itu merupakan pembayaran atribut baik ketika Romi berkampanye, maupun setelah ia mau dilantik menjadi Walikota Palembang.

Tidak menyerah begitu saja, Pulung kembali berusaha "membuat" jujur Muhtar dengan menanyakan dengan siapa ia pergi ke BPD Kalbar untuk mengambil uang dengan total Rp15 miliar. Namun lagi-lagi usahanya patah sebab Muhtar berkelit ia pergi sendiri tanpa didampingi siapapun.

Jaksa Pulung pun langsung mengkonfirmasi hal itu kepada Srino yang disinyalir ikut dalam pengambilan uang itu. "Saya yang antar Pak Muhtar (ke BPD Kalbar)," terang Srino.

Tak hanya Srino, Pulung juga meminta konfirmasi Iwan Sutaryadi, pimpinan BPD Kalbar yang ditemui Muhtar ketika itu. "Sepertinya sama supir, tapi ketika itu gelap jadi enggak kelihatan," ucap Iwan.

Muhtar juga tidak mengakui pasca pengambilan uang tersebut, ia langsung mengantarkannya ke rumah Akil Mochtar. Padahal, Srino yang menjadi supir ketika itu, membenarkan pernyataan Jaksa Pulung. Uang itu, kata Srino, disimpan di dalam rompi yang dikenakan Muhtar. "Saya tidak pakai rompi. Lagian gimana bawa uang sebanyak itu? Enggak masuk akal," kilah Muhtar.

Tapi pernyataan Muhtar itu meragukan, sebab uang sebesar Rp15 miliar itu menurut Iwan ditukarkan dalam pecahan dollar Amerika. Dan Srino menyatakan Muhtar memasukkan sebuah amplop yang diduga sebagai uang ke dalam rompinya. "Saya lihat Pak Muhtar keluarkan amplop dari rompi, kemudian setelah dari tempat Pak Akil, rompinya keliatan kempes," tutur Srino.

BACA JUGA: