JAKARTA, GRESNEWS.COM - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terus melakukan penyelidikan terhadap perkara pencemaran nama baik yang dilaporkan pakar hukum pidana Romli Atmasasmita. Namun hingga kini polisi belum juga menetapkan satu tersangka pun dalam kasus pencemaran nama baik ini.

Perkembangan terakhir, pada Jumat (31/7) kemarin, penyidik kembali memeriksa salah satu terlapor yaitu aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho. Emerson memenuhi panggilan untuk diperiksa sebagai saksi didampingi kuasa hukumnya Febionesta.

Saat dikonfirmasi gresnews.com, Romli yang mempunyai gelar profesor ini menyambut baik hal ini. Menurutnya dengan pemeriksaan tersebut menjadi sinyal keseriusan Divisi Polri yang dipimpin Kabareskrim Budi Waseso untuk menindaklanjuti laporannya.

Romli berharap Bareskrim terus melakukan penyelidikan terhadap perkara ini hingga tuntas. "Saya yakin ini terus ditindaklanjuti hingga penyidikan," kata Romli kepada gresnews.com, Minggu (2/8).

Kasus ini berawal dari laporan Romli atas Emerson, Adnan dan Said Zainal Abidin penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Bareskrim Polri, Kamis (21/5) lalu. Romli merasa mereka telah mencemarkan nama baiknya di media massa.

DUA ALAT BUKTI DITEMUKAN, TERLAPOR TERSANGKA - Romli, ahli hukum pidana Universitas Padjadjaran tersebut juga optimis, penyidik akan menemukan dua alat bukti yang cukup dan selanjutnya menetapkan para terlapor yaitu dua aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho dan Adnan Topan Husodo sebagai tersangka dalam perkara ini.

"Bisa dong kalau (Emerson dan Adnan Topan) jadi tersangka," terang Romli.

Ia juga menganggap penolakan pemeriksaan yang diminta Emerson dan Adnan Topan ketika dipanggil pertama kali merupakan sikap tidak taat hukum. Padahal, setiap warga negara wajib menghadiri pemeriksaan yang diajukan para pejabat terkait termasuk penyidik Bareskrim Polri. "Itu kan tidak kooperatif. Harusnya datang saja, tapi bagusnya mereka kemarin sudah datang," ucapnya.

Aturan hukum mengenai sikap seseorang menghalangi proses penyelidikan tertuang dalam Pasal 216 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang- undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah".

Pihak ICW merasa tak melakukan pencemaran nama baik lantaran sama sekali tak menyebutkan nama Romli pada tiga artikel baik di Kompas, Tempo dan The Jakarta Post. Namun informasi yang dihimpun gresnews.com menyebutkan  penyidik ternyata memegang bukti lain pemberitaan salah satu media online yang menunjukkan Emerson menuding langsung Romli.

Berita dimaksud bersumber dari media online rimanews.com yang ditayangkan pada Selasa, 19 Mei 2015 pukul 08.43 WIB berjudul ICW Kritisi Tiga Nama Calon Pansel KPK. Berikut seutuhnya berita tersebut:

Rimanews - Tiga nama yang masuk daftar calon panitia seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dituding berpotensi memiliki konflik kepentingan.  Tiga nama yang dimaksud adalah pakar hukum pidana Universitas Indonesia Romli Atmasasmita, ahli hukum pidana Universitas Khaerun Ternate Margarito Kamis, dan pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda.

Menurut Peneliti ICW, Emerson Yuntho, ketiganya bahkan tidak memiliki rekam jejak yang ideal dalam pemberantasan korupsi.

"Kita sudah pegang tiga nama terkait itu. Tiga nama itu akan kita sampaikan pada presiden besok. Kita berharap bahwa KPK juga aktif memberikan masukan mengenai rekam jejak dan kami sendiri masih mengumpulkan data tersebut," ujarnya, Selasa (19/5/2015).

Emerson berharap pansel KPK memiliki tiga kriteria yakni kualitas, integritas dan kredibilitas. Panitia seleksi harus jujur dan tidak berafiliasi politik dan yang paling penting lagi harus ada catatan rekam jejak sebelumnya.

"Dia sebagai apa dan apa yang pernah dia lakukan terkait dengan agenda-agenda antikorupsi atau justru sebaliknya dia terlibat untuk mendorong atau membela misalnya tindakan korupsi itu sendiri dalam berbagai kesempatan," bebernya.

"KPK penting mengawal siapa nama-nama pansel yang nanti akan memilih dan terpilih calon pemimpin KPK," tukasnya.

Selain ketiga orang tersebut, sederetan nama juga disebut menjadi daftar calon pansel. Mereka adalah mantan pimpinan KPK Tumpak Panggabean, pakar hukum tata negara Universitas Andalas Saldi Isra, pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Muchhtar, pakar hukum tata negara Refly Harun, mantan Wakapolri Oegroseno, mantan pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas, dan ahli tata negara Jimly Assidiqie.

MENUNGGU PENYELIDIKAN - Dikonfirmasi terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Agus Rianto menegaskan perkara ini terus berjalan dan diselidiki oleh Bareskrim. Agus menerangkan hingga kini kasus pencemaran nama baik terus dikembangkan penyelidikannya.

Saat ditanya apakah akan meningkatkan perkara ini ke tingkat penyidikan, Agus menjawab diplomatis. "Masih dikembangkan," ujar Agus kepada gresnews.com.

Begitu pula ketika ditanya apakah dalam pemeriksaan lanjutan pihaknya akan langsung menahan pihak terlapor, perwira tinggi bintang satu ini juga menyatakan hal yang sama. "Kami terus mengembangkan perkara ini, tunggu saja perkembangannya," tutur Agus.

Emerson dan Adnan saat dipanggil sebelumnya menolak untuk diperiksa tim penyidik. Mereka meminta penangguhan pemeriksaan karena menunggu rekomendasi dari Dewan Pers karena kasus ini menurutnya delik pers karena berawal dari pemberitaan.

Padahal, jika dilihat kasus ini merupakan delik pidana yaitu pencemaran nama baik. Mengenai hal ini Agus enggan berkomentar banyak sebab yang bersangkutan telah memenuhi panggilan pada Jumat lalu. Ia pun tidak mau berspekulasi bahwa mereka bersikap tidak kooperatif dan menghalangi proses penyelidikan.

"Yang penting kan mereka hadir, kalau itu kan sebelumnya mereka menolak pemeriksaan, yang penting sudah hadir," tutur pria berusia 52 tahun ini.

BEDA PERLAKUAN? Sikap yang diperlihatkan Polri dalam menangani perkara yang diajukan Romli Atmasasmita ini berbeda dengan perkara yang dilaporkan Sarpin Rizaldi terhadap dua Komisioner Komisi Yudisial (KY), padahal kasus ini juga berlatar belakang sama, yaitu pencemaran nama baik.

Sarpin memimpin perkara praperadilan Komjen Budi Gunawan melaporkan perkara itu pada 30 Maret 2015, hanya kurang dari  tiga bulan saja bagi penyidik yaitu pada 10 Juli 2015 untuk menetapkan dua Komisioner KY Suparman Marzuki dan Taufiqurahman Sahuri untuk meningkatkan perkara ini ke penyidikan.

Bareskrim akhirnya menetapkan mereka sebagai tersangka pencemaran nama baik. Padahal, keduanya merupakan petinggi lembaga negara yang memang bertugas mengawasi para hakim.

Sedangkan Romli Atmasasmita melaporkan dua aktivis ICW Adnan Topan Husodo serta Emerson Yuntho pada 21 Mei 2015. Dan hingga saat ini, belum ada satupun terlapor yang menjadi tersangka dalam perkara ini.

Dikonfirmasi terpisah, salah satu kuasa hukum Adnan Topan serta Emerson yang berasal dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Asep Komarudin mengatakan pihaknya mengikuti prosedur hukum yang berlaku apabila nanti Bareskrim menetapkan kliennya sebagai tersangka.

Meskipun menurut Asep sudah ada surat sementara dari Dewan Pers yang menyatakan bahwa kasus ini terkait pemberitaan dan harus diselesaikan dengan Undang-Undang Pers. Sehingga, seharusnya perkara tersebut tidak masuk dalam ranah pidana.

"Surat sementara dari Dewan Pers sudah jelas, kasus ini termasuk delik pemberitaan dan harusnya pake Undang-Undang Pers. Lalu juga ada MoU kan antara Dewan Pers dan Polri, maka seharusnya ini tidak dilanjutkan," ucap Asep.

Padahal, dalam Undang-Undang Pers Nomor 49 Tahun 1999 disebutkan bahwa Dewan Pers tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan, tetapi hanya menjalankan fungsi mediasi dengan tidak memihak. Kemudian, nota kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dan Polri hanya berlaku untuk kalangan wartawan.

Terkait pemeriksaan pada Jumat kemarin, Asep mengatakan bahwa hal itu hanya sebatas pertanyaan awal. Sebab, pihaknya bersikukuh untuk tidak mau menjawab segala pertanyaan yang sudah masuk pokok perkara dengan alasan menunggu pertimbangan resmi Dewan Pers.

"Hanya pemeriksaan awal saja, kalau masuk pokok perkara seperti apakah Emerson datang ke KPK itu tidak kita jawab karena sudah pokok perkara, kita nunggu pertimbangan Dewan Pers dulu," terangnya.

Asep mengatakan, sikap yang ditunjukkan kliennya bukan berarti tidak kooperatif, tetapi ia meminta Bareskrim juga menghormati langkah-langkah yang diambil pihaknya untuk menunggu pertimbangan Dewan Pers. "Saya belum tahu pasti kapan, tapi Jumat kemarin mereka mengadakan rapat membahas masalah ini kok," pungkasnya.

Saat ditanya apakah kliennya siap ditahan karena sikap tidak kooperatifnya itu, Asep tidak mempermasalahkannya asalkan penyidik mempunyai alasan yang kuat. "Alasannya apa? Kan ada subyektif obyektif. Harus ada alasannya," imbuh Asep.

BACA JUGA: