JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menyatakan, kesepakatan antara Kejaksaan Agung (Kejagung), Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melimpahkan berkas penyidikan perkara korupsi Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Budi Gunawan dari KPK kepada Kejaksaan adalah bentuk kompromi yang mengecewakan.  Sebab, menurut Peneliti Hukum PSHK, Miko Susanto Ginting, pelimpahan kasus Budi Gunawan kepada kejaksaan justru membuka pintu lebar untuk ditanganinya kasus ini oleh Kepolisian yang merupakan institusi tempat Budi Gunawan bernaung.

"Alih-alih menempuh segala upaya hukum yang ada, KPK malah bersepakat untuk melimpahkan kasus Budi Gunawan kepada Kejaksaan Agung," kata Miko kepada Gresnews.com, Senin (2/3).

Padahal, lanjutnya, hingga hari ini Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan belum mengeluarkan penetapan resmi mengenai penolakan kasasi KPK. Kalaupun  permohonan kasasi KPK ditolak, menurutnya, masih ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh oleh KPK, yaitu Peninjauan Kembali (PK).

Kata Miko, KPK sepatutnya mengetahui bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Polri memberikan kewenangan bagi institusi Kepolisian untuk menyidik perkara pidana yang dilakukan oleh personilnya sendiri. Dengan demikian, terbuka ruang besar bagi Kejaksaan untuk melimpahkan perkara Budi Gunawan kepada Kepolisian.

"Hal ini membuka potensi untuk dihentikannya penyidikan atas kasus tersebut," tegasnya.

Dia berpendapat, Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK perlu menyadari bahwa posisi mereka saat ini adalah karena kondisi darurat kriminalisasi terhadap pimpinan KPK sebelumnya. Untuk itu, langkah yang seharusnya dijadikan prioritas adalah bagaimana menghentikan serangan kriminalisasi tersebut. Bukan malah menghentikan atau melimpahkan penanganan kasus-kasus tertentu kepada institusi lain.

"Pelimpahan ini adalah pukulan telak bagi KPK sekaligus perayaan besar bagi upaya pelemahan KPK," tegasnya.

Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, keputusan tersebut diambil setelah mempertimbangkan beberapa hal dan mendiskusikannya dengan sejumlah instansi terkait. Hasil praperadilan di PN Jaksel yang diputuskan hakim Sarpin Rizaldi menyatakan bahwa penetapan Budi sebagai tersangka oleh KPK tidak sah secara hukum sehingga penyidikan kasusnya di KPK harus dihentikan. Sementara dalam undang-undangnya, KPK tidak bisa mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

"KPK tidak mungkin menghentikan penyidikannya," jelas Jaksa Agung HM Prasetyo kepada wartawan di KPK, Jakarta, Senin (2/3).

Menurut Prasetyo, tidak ada jalan lain yang bisa ditempuh selain pelimpahan kasus itu lantaran putusan pengadilan sifatnya final dan mengikat. Selanjutnya, kata dia, Kejagung akan melakukan kajian terhadap pelimpahan kasus tersebut.

Seperti diketahui, hubungan antara KPK dan Polri sempat memanas. Kondisi ini berawal ketika Presiden Jokowi menunjuk Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri ke Komisi III DPR. Saat Komisi III menggelar fit and proper test (uji kelayakan dan kepatuan), KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi (Tipikor). Selanjutnya Jokowi menunda pelantikan Budi Gunawan yang telah disetujui DPR melalui paripurna itu. Berikutnya Jokowi menunjuk Komjen Polisi Badrodin Haiti sebagai Plt Kapolri.

Persoalan malah meruncing ketika Bareskrim Mabes Polri mendadak menangkap dan menetapkan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, sebagai tersangka pada 23 Januari 2015 lalu. Bambang disangka menyuruh orang untuk memberikan keterangan palsu di persidangan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kapupaten Kotawaringin Barat Taun 2010.

Setelah Bambang, giliran Ketua KPK Abraham Samad yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemalsuan dokumen oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) tertanggal 9 Februari 2015. Sementara kursi pimpinan KPK  satu kosong lantaran ditinggal Busyro Muqoddas karena masa jabatannya telah berakhir pada 2014 lalu.

Menyikapi itu Presiden kemudian mengeluarkan Perpu tentang Plt Pimpinan KPK. Presiden menunjuk Taufiqurrahman Ruki, Johan Budi dan Indriyanto Seno Adji sebagai Plt pimpinan KPK, serta mengeluarkan Kepres pemberhentian Abraham dan Bambang.  "Menunjuk Saudara Taufiequrachman Ruki, Indriyanto Seno Adji, dan Johan Budi," tutur Jokowi saat jumpa pers di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (18/2).

Dalam kesempatan itu, Presiden juga memastikan tidak melantik Budi Gunawan, sebagai Kapolri. Presiden memutuskan mengusulkan calon baru, yakni Badrodin Haiti yang saat ini menjabat Wakapolri sekaligus pelaksana tugas (Plt) Kapolri. Menurut Presiden, penunjukan calon kapolri yang baru itu untuk menciptakan ketenangan di masyarakat. Jokowi menyadari pencalonan Komjen Budi Gunawan telah menimbulkan perbedaan di masyarakat akibat "perseteruan" KPK-Polri.

BACA JUGA: