JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan hasil uji materi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) beberapa saat lagi. PKS yang menjadi bagian dari Koalisi Merah Putih berharap MK memutuskan secara bijaksana dan tetap menyatakan UU MD3 tidak melanggar UUD 1945.

"‎Pasal mana dari UUD yang dilanggar oleh UU MD3 terkait metode pemilihan pimpinan DPR?" ujar Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (29/9).

Menurutnya pemilihan pimpinan DPR sekarang justru lebih terbuka dibanding yang sebelumnya. Dalam UU MD3 yang baru diatur mekanisme pemilihan paket pimpinan DPR dipilih oleh anggota DPR.‎ "Sekarang tidak serta merta pemenang Pemilu menjadi ‎Pimpinan DPR. Ini justru menjadi lebih terbuka dan langsung, kita melihat itu lebih demokratis," tutur Hidayat.

PDIP sebagai pemenang dalam pemilu legislatif kemarin mengajukan gugatan ke MK dan berharap dapat digagalkan sebelum pelantikan anggota dewan pada tanggal tanggal 1 Oktober nanti. "MK tidak mungkin membuat keputusan tergesa-gesa, dan pasti ada batasannya. Kita lihat contoh kemarin saat pelanggaran pilpres, tidak mungkin semua saksi Prabowo diloloskan. Pasti tidak akan selesai jika begitu. Ini sama, waktunya pun tinggal dua hari lagi," ujar Hidayat.

Walaupun begitu ia tetap menghormati hak PDIP dan hak MK dalam membuat keputusan. Namun, ia tetap menilai bahwa pemilihan pimpinan parlemen tetap lebih demokratis dilakukan melalui voting selagi semua yang dilakukan tidak bertentangaan dengan undang-undang. Pengalamannya di parlemen sejak 2004 membuatnya berani berkata tidak ada pelanggaran etika berpolitik dalam pembahasan RUU MD3 kemarin.

"Pada pemilu sebelumnya, Golkar memang menjadi pemenang, tapi tidak serta merta menjadi pimpinan parlemen. Mereka juga memenangkan voting. Malah, pernah ketika masa jabatan dipegang Demokrat, PDIP mendapat jatah satu pimpinan DPR walau tidak menang dalam pemilu. Coba jika waktu itu kami blok, mereka tidak akan dapat apa-apa,"  ucapnya.

Saat itu, memang diakuinya terdapat kesepakatan untuk memberikan penghargaan kepada para pemenang pemilu agar dijadikan ketua DPR. Tapi hal tersebut dinilainya bukanlah atas jasa PDIP, melainkan welas asih Demokrat, sehingga dibuatlah lima pemenang terbesar untuk menjabat sebagai lima pemimpin di parlemen. Menurutnya kondisi saat ini hanya ingin mengembalikan konstitusi 2014 ini seperti konstitusi pada 2004 lalu.

Anggota Majelis Syuro PKS ini berpendapat tak ada putusan sela di MK. Karena apa yang dikeluarkan MK final dan mengikat. Karena memiliki sifat final dan mengikat, maka MK akan mengeluarkan pembacaan putusan secara langsung tidak ada sela.

"Karena bersifat final and banding, dia sah, tidak dapat diapa-apakan," pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, PDIP berharap MK membacakan putusan sela. Salah satu alasannya karena masih ada saksi fakta dan ahli dari mereka yang belum didengarkan MK.

Sementara, Puan Maharani pernah menegaskan bukan karena PDIP maka partai pemenang pemilu seharusnya menjadi pimpinan DPR, tapi memang di tahun 2014 kebetulan pemenangnya adalah PDIP. Ia membandingkan pada tahun 2009 dimana Demokrat menang dan menjadi pimpinan parlemen. Menurutnya polemik ini tidak sejalan dengan dengan suara rakyat yang sudah didelegasikan ke parpol. "Tidak adil jika perubahan mekanisme dilakukan tahun ini," ucapnya. (dtc)

BACA JUGA: