Ketika mendengar kata Lembaga Donor, maka pikiran kita biasanya langsung tertuju kepada lembaga-lembaga asing yang memberikan bantuan kepada lembaga atau pemerintah Indonesia.

Dalam hukum Indonesia, lembaga donor asing dikenal dengan Pemberi Hibah Luar Negeri. Dalam Pasal 1 angka 9 Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2006 tentang Tata cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri disebutkan bahwa Pemberi Hibah Luar Negeri, yang selanjutnya disingkat PHLN, adalah pemerintah suatu negara asing, lembaga multilateral, lembaga keuangan dan lembaga non keuangan asing, serta lembaga keuangan non asing, yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah negara Republik Indonesia, yang memberikan hibah kepada Pemerintah.

Dalam ketentuan Pasal 4 dari PP tersebut, dinyatakan bahwa Pemerintah dapat menerima pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang bersumber dari:
1. Negara asing;
2. Lembaga Multilateral;
3. Lembaga keuangan dan lembaga non keuangan asing; dan
4. Lembaga keuangan non asing

yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah negara Republik Indonesia.

Bentuk bantuan pendanaan yang biasanya diberikan lembaga donor adalah hibah. Ini merupakan suatu bantuan yang tidak mensyaratkan kepada pemohon untuk mengembalikan bantuan yang diberikan apabila kegiatan telah selesai tetapi pemohon cukup menyampaikan laporan hasil kegiatannya. Jadi tidak ada pembayaran balik dari penerima ke pemberi bantuan dana. Hasil kegiatan ini biasanya akan dipakai oleh lembaga donor tersebut sebagai salah satu pencapaian kegiatan lembaga donor. Hibah pada umumnya tidak hanya berbentuk modal/dana cash, tetapi bisa juga tenaga ahli dan manajemen, maupun alih teknologi. Hibah ini dapat berasal dari satu Negara (bilateral) dan dapat juga dari suatu lembaga pendanaan regional atau internasional (multilateral) misalnya lembaga-lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP, FAO, WHO, dan lain-lain).

HARIANDI LAW OFFICE

BACA JUGA: