Ketentuan Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) menyebutkan bahwa "Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa." Selanjutnya Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu."

Artinya, selama perkawinan dilangsungkan berdasarkan agama masing-masing pihak dan dengan tujuan membentuk keluarga bahagia, maka secara hukum adalah sah. Syarat sah perkawinan, singkatnya adalah: adanya calon suami-istri, wali nikah, dua orang saksi, dan ijab kabul.

Bagaimanakah hukumnya ketika perkawinan dilaksanakan melalui media internet, misalnya dengan video conference atau yang saat ini gemar digunakan, skype? Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa kedua mempelai jaraknya berjauhan dan kesibukannya tidak memungkinan bertemu. Misalnya saja, calon mempelai pria berada di Jakarta, sedangkan calon mempelai wanita berada di salah satu negara benua Eropa.

Menurut hukum, perkawinan adalah sah jika dilangsungkan sesuai agama dan kepercayaan masing-masing calon. Begitu juga rukun pernikahan yang telah disebutkan di atas bahwa agar pernikahan sah, maka harus ada calon suami-istri, wali nikah, dua orang saksi, dan ijab kabul, serta mahar. Jika ketentuan ini terpenuhi, dan ketika akad-nikah melalui video conference bisa dipastikan kedua calon dan wali-nya adalah benar, tidak ada keraguan akan salah satu calon, maka perkawinan tersebut pun telah memenuhi syarat sahnya perkawinan. Hal ini tentunya jika tidak ada larangan dalam agama masing-masing calon jika akad-nikah dilakukan di tempat yang berlainan.

HARIANDI LAW OFFICE

BACA JUGA: