JAKARTA, GRESNEWS.COM – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menyatakan UU Pilkada tetap berlaku meski tanpa tanda tangan presiden. Hal itu, kata Hamdan, sesuai dengan amanat Pasal 20 Ayat (5) UUD 1945. Dalam pasal itu disebutkan, dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

"Berdasarkan Pasal 20 Ayat (5) UUD 1945, ditandatangani atau pun tidak ditandatangani presiden, UU itu otomatis berlaku," terang Hamdan, di Gedung MK, Senin (29/9).

Dia mencontohkan UU tentang Kepulauan Riau. Saat itu beleid tersebut tidak disetujui Presiden Megawati dengan tidak memberikan tanda tangan untuk mengesahkan UU itu. Namun UU tersebut tetap berlaku.

Kata Hamdan, munculnya amandemen Pasal 20 Ayat (5) UUD 1945, berawal dari kejadian di zaman Presiden Soeharto. "Ada undang-undang yang sudah disepakati di rapat paripurna DPR, tetapi presiden tidak tandatangan sehingga UU tersebut tidak berlaku," tuturnya.

Kasus serupa juga pernah terjadi di masa Presiden BJ Habibie. Habibie menolak menandatangani UU Keadaan Bahaya yang sudah diparipurnakan DPR. Akibatnya, UU tersebut tidak juga dinyatakan berlaku.

Akhirnya muncullah usulan mengamandemen pasal tersebut dan akhirnya presiden tidak lagi bisa membatalkan UU yang sudah disetujui DPR. "Hal ini saya sampaikan karena waktu itu saya ikut menyusun UUD 1945," tutur Hamdan.
 
Dalam kesempatan itu, dia membenarkan, terkait UU Pilkada dia telah ditelepon oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam perbincangan yang berlangsung pada Minggu (28/9) menjelang magrib itu, ungkap Hamdan, SBY menyatakan merasa kecewa terhadap keputusan rapat paripurna DPR yang mengesahkan UU Pilkada yang mengatur pemilihan kepala daerah melalui DPRD.
 
Menanggapi pernyataan SBY itu, Hamdan mengaku hanya menyampaikan kepada Presiden SBY yang juga Ketua Umum Partai Demokrat itu proses atau praktek ketatanegaraan di Indonesia. Termasuk proses persetujuan UU Pilkada diambil, dimana didahului oleh pendapat DPR melalui fraksi-fraksinya dan dilanjutkan sambutan dari pemerintah.
 
Dalam perbincangan itu, kata Hamdan, tidak ada upaya Presiden mempengaruhi MK untuk membatalkan UU Pilkada. Sebab sejak awal sudah disampaikannya, UU Pilkada berpotensi diajukan ke MK untuk diuji. "Murni konstitusi, UUD 1945, tidak ada urusan dengan politik," tegas Hamdan.
 
Presiden SBY berkomunikasi dengan Hamdan melalui sambungan telepon setibanya di Bandara Internasional Kansai, Osaka, Jepang, Minggu malam (28/9) waktu setempat. Upaya itu ditempuh SBY disebut-sebut untuk konsultasi mencari terobosan hukum terkait UU Pilkada yang baru saja disahkan DPR dalam rapat paripurna, Jumat (26/9) dini hari lalu.

BACA JUGA: