JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tiga hari setelah Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) disahkan DPR, sejumlah pihak baik perorangan maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) mulai mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Undang-undang yang mememuat ketentuan kepala daerah dipilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ini dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu mereka meminta MK membatalkan UU tersebut.
 
Diantara para penggugat ada International NGO Forum on Indonesia Development (INFID), Koalisi Perempuan Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial). Sementara pemohon perorangan atas nama Supriyadi W Eddyono, Wiladi Budiharga, Indriaswati D Saptaningrum, Ulin Niam Yusron, Anton Aliabbas, dan Antarini Pratiwi.
 
UU Pilkada yang belum diundangkan ke lembaran negara ini ditanggapi beragam oleh pemohon yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil. Para pegiat LSM itu menganggap Pasal 3 UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945. Mereka menyebut DPRD bukan pemegang kedaulatan tertinggi sehingga pilkada melalui DPRD bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat.
 
Pasal tersebut juga dianggap bertentangan dengan asas-asas pemilihan umum langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Keberadaan UU Pilkada juga dinilai bertentangan dengan sejumlah undang-undang lain. Seperti UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang menyebutkan pemilihan langsung.
 
"Dinamika politik demokrasi saat ini menginginkan pemilihan pemimpin dilakukan secara langsung karena itu ketentuan Pasal 3 itu menciptakan ketidakpastian hukum," kata Wahyudi Djafar dari LBH Pers di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (29/9).
 
Sementara pemohon lainnya Erasmus Napitupulu dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai, pengesahan RUU Pilkada tersebut menimbulkan kemarahan rakyat. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dikritik habis-habisan melalui media sosial. "Rakyat tidak bisa lagi memilih langsung calon kepala daerah lantaran hal itu dilakukan oleh DPRD seperti Orde Baru," tuturnya.
 
Ia berpendapat, semangat untuk membangun demokrasi ini tidak boleh dikebiri dengan membatasi partisipasi rakyat dalam memilih pemimpinnya. "Sebagai negara yang tengah belajar demokrasi, UU Pilkada ini jelas suatu kemunduran," jelas Erasmus.
 
Selain 10 pemohon yang sudah resmi mendaftarkan permohonannya, langkah serupa juga dilakukan oleh sejumlah organisasi lain seperti organisasi buruh harian, lembaga survei, bupati dan DPRD perorangan. Kuasa hukum mereka Andi Muhammad Asrun juga memastikan akan mendaftarkan gugatannya pada hari ini.
 
Asrun mengatakan, uji materi itu didasari pemikiran pilkada lewat DPRD mengkhianati hak pilih rakyat untuk memilih kepala daerah dalam sebuah pesta demokrasi. "Efek paling buruk adalah menyuburkan praktik politik uang yang terukur di DPRD," jelasnya lewat pesan singkat yang diterima Gresnews.com," Jumat (26/9) lalu.
 
Jauh sebelum opsi Pilkada lewat DPRD ini diputuskan, sejumlah kalangan yang menolak opsi tersebut telah mewanti-wanti akan melakuan uji materi. Mulai dari bupati dan wali kota se-Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi).
 
"Kami akan terus berjuang untuk hak dan kedaulatan rakyat. Termasuk mengajukan uji materi ke MK," kata Ketua Umum APKASI Isran Noor kepada Gresnews.com, Jumat (26/9) lalu.
 
Selain lembaga di atas, masih ada belasan organisasi lain yang akan mengajukan gugatan. Mereka tergabung dalam Koalisi Kawal RUU Pilkada seperti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International (TI) Indonesia, Indonesia Budget Center (IBC), dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA).
 
"Kami terus mengkaji lebih dalam substansi UU Pilkada sambil menyiapkan permohonan uji materi yang kirta rencanakan diajukan ke MK pekan depan," tutur Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini kepada wartawan di sela-sela aksinya, Minggu (28/9) kemarin.

BACA JUGA: