JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung berjanji akan menuntaskan kasus korupsi bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI), khususnya terhadap perkara atas nama Alexiat Tirtawidjaja yang kini menghilang. Kejaksaan memastikan Alexiat masih berstatus buron dan kasusnya masih berlanjut. Sebab terhadap tersangka lain perkaranya telah dapat dibuktikan tindak pidananya oleh pengadilan.

Plt Jaksa Agung Andhi Nirwanto telah memerintahkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung R Widyopramono untuk mempercepat proses hukumnya. Penyidik harus lebih intensif menangani kasus Alexiat, mengingat putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) tetap menghukum karyawan CPI Bachtiar Abdul Fatah empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta dalam kasus ini.  "Itu jampidsus, mestinya perlu untuk diproses, tindaklanjuti ya," tandas Andhi di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (24/10).

Sebelumnya, Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Suyadi menyatakan, pihaknya masih memburu Alexiat Tirtawidjaja, tersangka kasus korupsi bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) yang berada di Amerika Serikat (AS).

"Jadi, setelah enam berkas tersangka terdahulu ER (Endah Rumbiyanti-red) dan kawan-kawan, kini kami tengah mengupayakan agar tersangka ketujuh, AT (Alexiat Tirtawidjaja-red) dapat dihadirkan dari Amerika Serikat (AS) ke Tanah Air," ujar Suyadi

Untuk memulangkan mantan General Manager PT CPI itu, penyidik telah melakukan berbagai upaya, mulai dari meminta bantuan Kedubes RI di AS, Tim Monitoring Center Kejaksaan Agung, hingga  meminta bantuan Departemen Luar Negeri dan NCB-Interpol.

Meski demikian sampai saat ini belum berhasil, namun semua pihak akan terus bergerak, sehingga Suyadi mengaku optimistis bisa meringkus dan menyeret Alexiat ke tanah air untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. "Kami yakin dapat memulangkan dan mengadilinya di Indonesia," tandasnya.

Tersangka Alexiat belakangan diketahui melarikan  diri ke AS saat kasusnya mulai disidik awal tahun 2012 silam. Alexiat meminta izin ke Kejaksaan Agung dengan dalih akan menemani perawatan suaminya yang tengah sakit di negeri Paman Sam selama 6 bulan.

Namun hingga 6 bulan berlalu dan memasuki tahun kedua, Alexiat tak kunjung kembali meski berkali-kali penyidik memannggilnya. Belakangan, tersiar kabar Alexiat masih berada di AS karena mendapat promosi jabatan baru di perusahaan minyak dan gas asal AS itu.

Dalam kasus bioremediasi ini, selain menetapkan Alexiat sebagai tersangka yang kini berstatus buron. Kejaksaan Agung juga telah menetapkan 6 tersangka lainnya, yakni 4 pegawai PT CPI telah divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, masing-masing dihukum 2 tahun penjara, dan dengan denda bervariasi antara Rp 100 juta hingga 200 juta, atau subsider 3 bulan kurungan. Mereka adalah Manajer Lingkungan Sumatera Light North (SLN) dan Sumatera Light South (SLS), Endah Rumbiyanti; Kukuh Kertasafari (Team Leader SLS Migas), Widodo (Team Leader SLN Kabupaten Duri Propinsi Riau), dan Bachtiar Abdul Fatah (General Manager SLS Operation). Hukuman mereka juga diperkuat Pengadilan Tinggi Jakarta.  

Sedangkan dua tersangka lain dari pihak kontraktor, Pengadilan Tinggi DKI menghukum 3 tahun bui terhadap Direktur PT Sumigita Jaya, Herland bin Ompo. Kemudian hukuman 2 tahun bui terhadap Direktur PT Green Planet Indonesia, Ricksy Prematuri. Namun terhadap tersangka Ricksy, hakim kasasi MA telah menjatuhi hukuman 5 tahun penjara pada 10 Februari 2014 lalu.

Menanggapi putusan hukuman atas Bachtiar Abdul Fatah, President Director PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI), Albert Simanjuntak menyatakan menghargai putusan tersebut. Albert mengaku belum membaca putusan secara detil. "Namun kami sangat kecewa dengan putusan yang menyatakan bahwa Bachtiar Abdul Fatah terbukti bersalah dan menghukumnya dengan 4 (empat) tahun penjara dan denda sebesar 200 juta rupiah," kata Albert Simanjutak dalam rilis kepada Gresnews.com, Jumat (24/10).

Albert menyatakan dalam kasus ini, tidak ada bukti yang kredibel soal korupsi, tindakan kriminal ataupun keuntungan pribadi yang dilakukan oleh Bachtiar dan karyawan-karyawan CPI dalam proyek bioremediasi ini. Chevron telah menanggung semua biaya proyek ini dan tidak ada penggantian dari pemerintah Indonesia. Jadi, tidak ada kerugian negara yang terkait proyek ini yang menjadi alasan tuduhan adanya kerugian negara.

Bachtiar dinilai sangat kompeten serta berpengalaman dan dia melakukan tugasnya secara baik dan benar guna membantu kepatuhan perusahaan terhadap peraturan lingkungan. Proyek bioremediasi telah dijalankan dengan menggunakan teknologi yang telah dipakai secara luas di industri dan telah disetujui dan diawasi oleh pihak pemerintah yang berwenang,

“Kami akan terus mendukung upaya Bachtiar untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah dan memastikan hak hukum dan asasinya dilindungi," kata Albert.

BACA JUGA: