JAKARTA,GRESNEWS.COM - Jual beli proses pengangkatan notaris yang melibatkan pejabat Kementerian Hukum dan HAM terungkap. Aksi jual beli yang melibatkan Direktur Perdata Kementerian Hukum dan HAM, Lilik Sri Hariyanto dan sejumlah stafnya itu kini ditangani penyidik Kejaksaan Agung. Kejaksaan juga telah menetapkan Lilik Sri Hariyanto dan Kasubdit Notariat Nur Ali sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Asisten Wakil Kementerian Hukum dan HAM Tri Atmojo Sejati menuturkan kasus tersebut sebenarnya telah terungkap oleh Kementerian Hukum pada 2013 lalu. Menurutnya kasus tersebut sebenarnya hanya salah satu dari upaya bersih-bersih yang dilakukan oleh duet Amir Syamsudin dan Denny Indrayana.

Tri mengungkapkan kasus ini bermula dari informasi masyarakat kepada Wamenkumham Denny Indrayana pada akhir September 2013 tentang proses pengangkatan notaris dengan membayar uang pelicin. Sehingga Wamen Denny dibantu beberapa stafnya mulai meminta keterangan berbagai pihak.

Notaris dan pihak terkait mengakui adanya aliran uang kepada pihak swasta (calo) guna memuluskan proses pengangkatan notaris di daerah yang formasinya tertutup.

Di ruang kerjanya, Wamen Denny dan stafnya meminta keterangan beberapa calo. Hasilnya, diperoleh pengakuan, bukti percakapan dan bukti lainnya perihal adanya aliran uang ke "orang dalam".

Mengingat pihak yang akan diperiksa di tahap berikutnya adalah pegawai Kemenkumham, Wamen Denny lalu meminta Inspektur Jenderal Agus Sukiswo dan jajarannya untuk turun tangan memperkuat tim, sekaligus sebagai bagian dari prosedur formal penjatuhan hukuman disiplin.

Selama pemeriksaan oleh tim inspektorat dibantu Staf Wamen tersebut, diperoleh bukti dan pengakuan bahwa staf, kepala seksi, kasubdit dan direktur telah menerima uang dari proses pengangkatan notaris.

Direktur Perdata Lilik mengakui di hadapan tim pemeriksa yang dipimpin langsung Irjen Agus Sukiswo bahwa dia menerima uang sejumlah Rp95 juta. Menurut pengakuannya, uang tersebut masih tersimpan di apartemen kalibata, tempat dia tinggal.

Wamen Denny meminta tim bergerak cepat untuk mengamankan barang bukti. Akhirnya, dini hari itu juga tim Itjen dan staf Wamen berhasil mengamankan uang yang disimpan di kamar Lilik tersebut dengan dibuatkan berita acara serah terima.

Proses pemeriksaan yang dilakukan secara maraton dari Jumat pagi hingga Sabtu subuh (5/10/2013) diputuskan diakhiri sementara. Pemeriksaan maraton memang direncanakan agar barang bukti tidak dihilangkan dan mengantisipasi pihak terkait melakukan konsolidasi.

Upaya pengembangan kasus tidak berhenti di situ. Pada hari berikutnya Wamen Denny dan stafnya kembali meminta keterangan pihak terkait di rumah dinasnya di kawasan tebet hingga larut malam.

Kabar tentang pengamanan barang bukti uang tersebut akhirnya sampai juga di telinga wartawan, meskipun informasi yang disampaikan tidak seluruhnya tepat, misalnya diberitakan bahwa Wamen Denny melakukan operasi tangkap tangan jual beli kursi formasi notaris. Padahal yang terjadi adalah pengamanan barang bukti oleh tim karena peristiwa serah terima uang telah terjadi sebelumnya.

Sebagai bagian dari implementasi kerjasama pengendalian gratifikasi antara Kemenkumham dengan KPK serta untuk mengakhiri polemik, Menkumham Amir Syamsudin meminta Direktur Perdata melaporkan penerimaan uang tersebut kepada KPK.

Namun KPK menolak laporan gratifikasi tersebut alasannya karena telah melewati 30 hari. KPK pun akhirnya melimpahkan penanganan kasus tersebut kepada Kejagung disertai Koordinasi dan Supervisi.

Sehingga Kejagung kemudian melakukan pemeriksaan para saksi dari pihak Kemenkumham dan notaris. Akhirnya Kejagung menetapkan dua orang tersangka yaitu Lilik dan Nur Ali.

Sebelumnya Direktur Penyidik Pidana Khusus (Dirdik) Kejaksaan Agung, Suyadi, berencana memanggil Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, dalam perkara tersebut. "Kalau punya potensi kita panggil (Denny) nggak masalah," kata Suyadi di Kejagung.

Suyadi juga mengisyaratkan akan pangil paksa staf Denny Indrayana, Zamroni, bila pangilan ketiga tidak diindahkan. Sejauh ini jaksa telah melayangkan surat pangilan kepada yang bersangkutan untuk diperiksa sebagai saksi, namun batal tanpa alasan.

"Kita cantumkan dulu pangilan pertama, kedua dan ketiga. Kita sampaikan peringatan sengaja halangi penyidikan apa tidak," ungkap dia.

Seperti diketahui, pada Selasa, 30 September Zamroni dipangil penyidik Kejaksaan. Namun batal dilakukan. Lalu pada panggilan berikutnya Rabu 24 September, Zamroni tak juga mematuhi tanpa ada alasan. Namun demikian, jaksa tak tingal diam, dia akan perintahkan penyidik untuk mengusut alasan Zamroni tidak hadir sebagai saksi.

"Kita lihat dulu alasan tidak datangnya (Zamroni) karena apa. saya belum cek ke anggota ya," ujar Suyadi.

Menurut Suryadi pemanggilan terhadap Wamen Denny dan Stafnya perlu dilakukan semata untuk membantu Kejagung menuntaskan kasus tersebut karena keduanya dianggap berperan penting atas terbongkarnya kasus tersebut.

Dua kali panggilan staf wamen belum dapat hadir sebagai saksi. Kemenkum dan HAM beralasan karena undangan baru diterima Rabu sore, padahal jadwal pemeriksaannya Selasa dan Rabu pagi. Di sisi lain, Wamen dan stafnya juga baru saja kembali dari Australia.

"Dengan senang hati Wamen Denny bahkan merencanakan datang meski tanpa surat panggilan. Sedangkan stafnya direncanakan mendatangi Kejagung Rabu depan," kata Tri Atmojo dalam keterangannya kepada Gresnews.com, Senin (29/9).

Untuk mencegah kasus gratifikasi pengurusan notaris terulang kembali, menurut Tri sejak 25 Maret 2014 sistem pengangkatan sudah dilakukan secara online dan transparan. Calon notaris kini tidak perlu datang dan bertemu petugas. Bahkan Surat Keputusan Pengangkatan Notaris pun dicetak sendiri oleh calon notaris.

BACA JUGA: