JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya mengumumkan hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan terhadap seorang pejabat di Direktorat Jenderal Pajak dan seorang pengusaha pada Senin (21/11) kemarin. Dari hasil operasi tersebut diketahui mereka yang ditangkap penyidik KPK adalah seorang pengusaha bernama Rajesh Rajamohanan Nair selaku bos PT E K Prima (EKP) dan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Handang Soekarno

Rajesh diketahui menyuap Handang dengan uang sebesar Uang sebesar US$148.500 atau sekitar Rp1,9 miliar. Uang itu diberikan agar Handang memuluskan permasalahan pajak yang dihadapi PT EKP. KPK pun langsung menetapkan keduanya sebagai tersangka.

Ketua KPK Agus Rahardjo menjelaskan kronologi penangkapan yang dilakukan oleh anak buahnya itu. Pada Senin kemarin sekitar pukul 20.00 WIB, telah terjadi penyerahan uang dari Rajesh kepada Handang di kediaman Rajesh di kawasan Springhill Residance, Kemayoran, Jakarta Pusat. Seusai penyerahan, tim KPK langsung melakukan upaya penangkapan kepada Handang tak jauh dari lokasi penyerahan uang.

Handang tak sendiri, kala itu ditemani supir dan ajudannya dan mereka pun langsung diamankan. "Dari lokasi diamankan uang sejumlah US$148.500 atau setara dengan Rp1,9 miliar," kata Agus saat konferensi pers di kantornya, Selasa (22/11). Dalam konferensi pers ini Agus ditemani Wakil Pimpinan KPK Laode Muhamad Syarif, Basaria Panjaitan, dan turut hadir juga Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Setelah mengamankan Handang, tim penyidik juga mengamankan Rajesh di kediamannya. Mereka kemudian dibawa ke kantor KPK untuk menjalani pemeriksaan. Selain itu, KPK juga mengamankan tiga staf Rajesh yang berlokasi di Pamulang, Banten, Pulomas, Jakarta Timur serta Surabaya. "Uang tersbeut diduga terkait sejumlah permasalahan pajak di PT EKP antara lain Surat Tagihan Pajak atau STP sebesar Rp78 miliar," kata Agus membeberkan maksud pemberian uang.

Setelah melakukan penangkapan, KPK mempunyai waktu 1x24 jam untuk memutuskan perkara ini. Dan dari hasil pemeriksaan dan gelar perkara yang dilakukan, baik Rajesh maupun Handang dianggap terbukti bersalah sehingga ditetapkan sebagai tersangka.

Pasal yang dikenakan terhadap Rajesh sebagai pihak pemberi adalah Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31/99 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pasal ini ancaman hukuman minimal ada 1 tahun penjara dan denda Rp50 juta, serta maksimal 5 tahun dan denda Rp250 juta.

Sementara Handang sebagai pejabat negara penerima suap diancam dengan hukuman yang lebih tinggi. "Sebagai penerima HS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor," terang Agus.

Dalam Pasal tersebut, ancaman hukuman minimal adalah kurungan 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta, serta maksimal hukuman 20 tahun penjara atau seumur hidup dan denda Rp1 miliar.

Peran aktif masyarakat dalam menginformasikan kasus ini, menurut Agus cukup penting. Sebab selama ini dalam penangkapan maupun kasus korupsi yang ada berasal dari laporan masyarakat, termasuk OTT yang dilakukan terhadap Rajesh dan Handang. Meskipun telah dua kali menetapkan pihak pegawai pajak sebagai tersangka, namun Agus masih yakin jika masih ada para pegawai pajak yang memiliki integritas tinggi dalam menjalankan tugasnya.

Oleh karena itu, ia berharap masyarakat tidak kehilangan kepercayaan terhadap institusi tersebut. "Kita sangat prihatin terhadap kasus ini harusnya uang itu bisa diterima negara tapi ini untuk oknum. Namun bagi KPK juga menegaskan kami percaya bahwa Ditjen Pajak orangnya masih banyak yang berintegritas tinggi. Jadi jangan sampai kita kehilangan keprcayaan kepada Ditjen pajak. Kita kerjasama dengan Kemenkeu kedalam, kita support untuk pembenahan," ujar Agus.

RUSAK KEPERCAYAAN - Menteri Keuangan Sri Mulyani yang juga hadir dalam konferensi pers ini mengaku kecewa dengan apa yang dilakukan anak buahnya itu. Apalagi, saat ini pemerintah sedang membangun kepercayaan masyarakat khususnya para wajib pajak melalui program pengampunan pajak atau Tax Amnesty.

"Tentu saya sangat kecewa terhadap tindakan aparat pajak terutama pada saat kami semuanya dalam proses bangun kembali kepercayaan wajib pajak melalui Tax Amnesty yang ini kepercayaan dua belah pihak dari wajib pajak (WP) dan aparat pajak (AP)," kata Sri Mulyani.

Tindakan yang dilakukan Handang, kata wanita yang kerap disapa Ani ini, mencerminkan sikap pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip dan tata kelola yang baik serta efektifitas juga kejujuran yang selama ini menjadi nilai-nilai yang dianut oleh Kementerian Keuangan termasuk Dirjen Pajak. "Jadi ini suatu tindakan pencederaan yang sangat serius dan mengecewakan ke seluruh jajaran aparat direktorat jenderal pajak dan termasuk saya sendiri menteri keuangan yang secara pribadi sangat kecewa," tuturnya.

Kemenkeu, kata Sri Mulyani sangat mendukung langkah KPK untuk mengusut secara tuntas perkara ini. Ia berjanji akan memberikan akses seluas-luasnya kepada Agus Rahardjo cs untuk mendalami kasus ini. Alasannya, ia berharap perkara ini menjadi momentum untuk memperbaiki kinerja Ditjen Pajak sekaligus ajang pembersihan korupsi di institusi tersebut.

"Kalau kami selama ini berkomunikasi melalui Tax Amnesty dan reformasi kami ingin membangun kepercayaan publik maka kami menganggap bahwa hikmah dari OTT ini bagian dari upaya yang sistematis dan kredibel membangun perpajakan yang bersih dari korupsi dan miliki nilai integritas yang baik," imbuhnya.

Selain itu, mantan petinggi Bank Dunia ini juga akan terus berkerjasama dengan KPK untuk mengintensifkan berbagai upaya pencegahan korupsi dan perbaikan sistem yang tidak hanya di Ditjen pajak tapi juga di Kemenkeu secara keseluruhan. Ia menganggap lembaga yang dipimpinnya itu sangat strategis dan penting untuk semangat mengelola keuangan negara secara bersih dan kredibel.

"Jadi tidak mungkin dilakukan secara sendiri tanpa ada bantuan dan dukungan institusi yang kredibel seperti KPK. Jadi saya sangat menyambut KPK membantu kami," tegasnya.

REFORMASI PAJAK - Sehubungan adanya reformasi di Ditjen Pajak yang telah disampaikan sebelumnya, Sri Mulyani berjanji akan membentuk dan mengumumkan tim reformasi yang tidak hanya menyangkut tentang korupsi tetapi lima hal strategis lainnya. "Pertama masalah Sumber Daya Manusia (SDM) dan integritas pembersihan aspek korupsi yang lebih pada skill, kompeten dan profesionalisme," ujarnya.

Kemudian yang kedua masalah informasi sistem dan database. "Ini menbantu kami mengidentifikasikan kewajiban dari wajib pajak secara objektif dan mengurangi interaksi dari aparat pajak secara tidak perlu yang kemudian bisa menimbulkan transaksi seperti yang terjadi pada OTT ini," terang Sri Mulyani.

"Ketiga yang kami perlu pandang penting untuk perbaiki bisnis proses dalam Ditjen Pajak. Ini termasuk akan jadi buruk kalau ada bisnis proses yang buruk. Jadi ini kita perbaiki bisnis internal dalam Ditjen Pajak," sambungnya.

Kemudian yang keempat adalah memperbaiki dari sisi struktur kelembagaan termasuk dalam hal ini berbagai macam struktur organisasi Ditjen pajak sendiri termasuk hubungannnya dengan kantor wilayah dan berbagai kantor pelayanan. Selama ini, kata Sri Mulyani para staff khusus baik madya dan pratama masing-masing miliki tingkat kerawanan yang berbeda.

"Terakhir tentu dlm reformasi memperbaiki RUU atau UU yang mengatur mengenai perpajakan. Termasuk UU KUP (Ketentuan Umum Perpajakan), UU PPH (Pajak Penghasilan), dan UU PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dalam proses bahas dengan dewan" jelas Sri Mulyani.

BACA JUGA: