JAKARTA, GRESNEWS.COM - The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) menerima pengaduan keluarga petugas kebersihan Jakarta International School (JIS) yang saat ini menjadi terdakwa dugaan kasus kekerasan seksual terhadap murid JIS. Pengaduan itu terkait terjadinya kekerasan dalam proses penyelidikan kepada lima terdakwa oleh penyidik Polda Metro Jaya.

Keluarga korban yang terdiri dari Istri Agun Iskandar, Narti, Ibu Virgiawan Amin dan Bapak dari Syahrial. Selain itu hadir perwakilan dari wali murid JIS Maya. Mereka diterima Direktur Program Imparsial Al-A´raf, Koordinator Riset Gufron Mabruri serta Suwandaru dan Ardimanto.

Dalam audiensi yang berlangsung hampir dua jam tersebut, keluarga korban dan perwakilan orangtua murid JIS meminta dukungan Imparsial untuk memperoleh keadilan dalam kasus tersebut. Pasalnya, kasus ini dinilai penuh rekayasan.

Perwakilan orangtua murid JIS, Maya menyampaikan dukungan kepada keluarga karena merasa kasus tersebut banyak kejanggalan. Para petugas kebersihan sejak awal sudah dikriminalisasi. Mereka telah dicap bersalah tanpa ada putusan pengadilan.

Saat ini orangtua murid di JIS meyakini mereka tidak melakukan perbuatan tersebut. Dari fakta yang ada, tudingan kekerasan seksual yang dilakukan mereka tidak memiliki dasar kuat.

"Anak kami di dalam sekolah. Kami punya kepercayaan mereka tidak bersalah. Saksi dan fakta persidangan tidak membuktikan itu," jelas Maya saat audiensi di Kantor Imparsial, Jakarta, Kamis (18/12).  

Karena itu, para orangtua murid berharap Imparsial menudukung perjuangan korban dan kelurga korban untuk mendapatkan keadilan hukum.

Begitu juga istri Agun, Narti. Narti menegaskan suaminya tidak melakukan seperti yang disangkakan jaksa. Agun terpaksa mengaku setelah dipaksa dengan tindakan kekerasan dari penyidik. Penyidik memukul dan menyiksa suaminya untuk mengaku.

Narti bercerita, saat dirinya menjenguk ke Polda Metro Jaya, suaminya dalam keadaan babak belur dan wajah lebam. Matanya biru dan bibirnya pecah. Penyiksaan pun tidak hanya sekali dilakukan. Ada sembilan penyidik yang ikut melakukan tindakan kekerasan, mulai menendang, memukul dengan kayu atau meninju.

Jika suaminya tidak mengakui, maka penyidik akan terus menyiksa hingga mengakui perbuatannya. Bahkan penyidik mengancam terdakwa untuk tidak bercerita kepada siapapun khususnya media.

"Mohon dukungan bapak-bapak untuk mencari keadilan dalam kasus ini. Suami saya disiksa bertubi-tubi," aku Narti kepada Imparsial.

Begitu juga dengan Ibu Virgiawan Amin, Murni Rachmawati. Virgiawan Amin juga mengalami hal serupa. Bahkan penyiksaan tidak hanya dari penyidik, tetapi juga dari tahanan lain.  

Murni dengan sesenggukan menyampaikan mustahil anaknya melakukan perbuatan kekerasan seksual. Virgiawan dikenal anak patuh dan tidak neko-neko. "Saya tahu persis dia, Saya yakin anak saya tidak melakukan itu," jelas Murni.

Menanggapi aduan tersebut, Koordinator Riset Imparsial Ghufron Mabruri menyampaikan akan segera mengambil langkah. Imparsial akan mendalami kasus ini yang dari pledoi terdakwa terdapaat dugaan kuat terjadinya kriminalisasi kepada lima petugas kebersihan. Selain itu, pihaknya juga akan menindaklanjuti kekerasan yang dilakukan penyidik.

"Dari pengaduan keluarga korban dan foto yang ditunjukkan, dugaan awal telah terjadi kekerasan dan kriminalisasi kepada mereka," jelas Gufron.

Sedangkan Direktur Program Imparsial Al-A´raf menegaskan lembaganya akan mendukung upaya keluarga korban mendapatkan keadilan. Imparsial memastikan negara tidak melakukan pelanggaran HAM baik proses hukum maupu di luar hukum. Al-A´raf mengatakan dari pledoi terlihat ada kejanggalan kasusnya.

"Kita akan dalami lebih lanjut  kejanggalan proses hukum.  Akan monitoring intens kasus ini," kata Al-A´rafm.  

Seperti diketahui, dari pledoi kelima terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/12) terungkap terjadinya kekerasan kepada.  Agun Iskandar dalam pledoinya diantaranya menyatakan tidak tahu menahu kejadian yang dituduhkannya. Dalam beberapa kesempatan penyidik memanggilnya ´babi´. Agun bahkan mengaku dalam penyelidikannya seringkali mendapat kekerasan dari penyidik untuk mengakui perbuatannya.

"Pasalnya saat itu saya terus dipaksa untuk mengakui perbuatan sodomi," tulis Agus dalam pledoinya.

Begitu juga pledoi Virgiawan Amin. Bahwa dirinya tidak tahu soal peristiwa tersebut. Awal mula dirinya diketahui terlibat setelah dibawa ke Polda Metro Jaya. Bahkan untuk mengakuinya, penyidik melakukan intimidasi dan kekerasan.

Karenanya, lewat pledoinya Virgiawan menyampaikan kepada majelis hakim untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. Virgiawan dengan jelas mengatakan tidak mengetahui kasus sodomi tersebut.

"Saya tidak pernah mengetahui kejadian yang terjadi di JIS karena saya tidak pernah melakukan asusila kepada korban marc seperti yang dituduhkan kepada saya. Harap yang mulia majelis hakim memberikan keadilan kepada saya karena saya tidak bersalah," kata Virgiawan dalam pledoinya.

BACA JUGA: