JAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo telah resmi menunjuk Arcandra Tahar menjadi Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Jumat, (15/10). Namun status kewarganegaraan Arcandra dipertanyakan dan masih menjadi polemik publik.

Meskipun Menkum HAM telah mengeluarkan SK mengembalikan status kewarganegaraan Arcandra, hal itu dianggap tak cukup kuat alasan bagi presiden untuk mengangkat Arcandra sebagai Wakil Menteri ESDM. Buntutnya Surat Keputusan pengangkatan kewarganegaraannya dari Kementerian  Hukum dan HAM Arcandra digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Surat Keputusan (SK) pengangkatan kewarganegaraan Arcandra menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) kembali dinilai sarat dengan pelanggaran hukum. Hal itu diungkapkan Riesqi Rahmadiansyah selaku penggugat SK Kemenkum HAM tersebut.

"Ini presiden berpotensi melakukan pelanggaran hukum," kata Riesqi Rahmadiansyah melalui sambungan saat dihubungi gresnews.com, Senin (17/10). Menurutnya, peneguhan kembali status WNI didasarkan pada UU nomor 12 tahun 2006 dengan beberapa persyaratan.

Namun menurutnya, ada sejumlah persyaratan yang tidak dipenuhi saat Arcandra dikembalikan kewarganegaraannya sebagai WNI. Selain itu Pasal 9 UU Kewarganegaraan menyatakan jeda waktu tinggal sekurang-kurangnya  lima tahun ketika ingin menjadi WNI.

"Ketika dia menjadi WNA lalu kembali menjadi WNI kan ada prosedurnya. Minimal lima tahun berturut-turun tinggal di Indonesia. Tapi kalau kasus Arcandra ini buru-buru. Dalam konteks ini presiden (melakukan kesalahan) fatal. Itu melanggar UU nomor 12 tahun 2006 Pasal 9 tentang cara pengembalian status WNI," ungkap Riesqi.

Ada pun bunyi Pasal 9 huruf b UU tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia adalah Permohonan kewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut: b. pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima ) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;

Pengembalian status WNI Arcandra Tahar melalui SK Menkum Ham nomor AHU-1.AH.10.01 tahun 2016 pun digugat oleh Nasrul Septian ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Namun gugatan itu didismissal oleh ketua PTUN Jakarta. Lalu Nasrul dan kuasa hukumnya mengajukan perlawanan dismissal di PTUN. Dalam masa perlawanan itu, presiden kemudian melantik Arcandra menjadi Wakil Menteri ESDM.

Pelawan menganggap pengembalian status kewarganegaraan Arcandra Tahar oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum Ham) tidak melalui mekanisme perundang-undangan. Untuk itu mereka mengajukan gugatan ke PTUN dengan Nomor Perkara 241/G/2016/PTUN-JKT yang didaftarkan 6 Oktober 2016.


TAK BERTENTANGAN - Namun pakar hukum tata negara dari Universitas Pancasila Muhammad Rullyandi tidak melihat adanya pelanggaran yang dilakukan pemerintah ketika mengangkat Arcandra sebagai Wakil Menteri ESDM meskipun ada gugatan di PTUN. Dia menyatakan pengangkatan itu merupakan kewenangan presiden yang tidak bisa diintervensi.

"Itu adalah hak prerogatif presiden," kata Rullyandi kepada gresnews.com, Senin (17/10) melalui pesan singkatnya.

Pemerintah, kata Rully, telah melakukan tinjauan untuk mengambil sikap memproses kewarganegaraan Arcandra. Namun, proses itu tidak bisa juga  diberlakukan secara ketat. Terkait dengan pengangkatan Arcandra, Rully berpendapat adanya penyesuaian keadaan yang dihadapi pemerintah terkait posisi strategis Arcandra.

"Pemerintah bisa mengambil sikap dengan wewenang administratif yang ada. Jadi untuk yang kedua kalinya presiden mengangkat Arcandra," ujar Rullyandi.

Arcandra merupakan Menteri ESDM yang  yang ditunjuk Presiden Jokowi pada 27 Juli lalu. Namun setelah menjabat selama 20 hari pada tanggal  dia diberhentikan presiden karena tersangkut kewarganegaraan ganda yang dimilikinya yakni sebagai WNA Amerika dan Indonesia. Lalu pada tanggal 12 Agustus 2016 Arcandra menyerahkan paspor Amerika-nya dan diteguhkan kembali menjadi WNI pada tanggal 1 September 2016.

Peneguhan kembali status kewarganegaraan Arcandra tidak bertentangan dengan UU Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. "Pengangkatan ini tidak mengandung pelanggaran UU kewarganegaraan," jelas Rully.

Lebih jauh Rullyandi menyatakan, pemberian kewarganegaraan tidak ketat diatur dalam Pasal 9 saja. Karena di Pasal 20, kata Rully, presiden bisa saja memberikan kewarganegaraan pada orang yang berjasa pada negara. Menurutnya, Ada kan frase "dengan alasan  kepentingan negara" dalam Pasal 20 merupakan akses istimewa bagi orang-orang tertentu.

Pasal 20 menyatakan : Orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara dapat diberi Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda.

"Presiden melakukan cara naturalisasi secara istimewa kepada Arcandra Tahar, dan itu tidaklah bertentangan dengan UU tersebut apalagi tujuan pemberian naturalisasi istimewa terhadap Arcandra dibuktikan dengan pengangkatannya kembali (Wakil Menteri ESDM)," tegas Rully.

BACA JUGA: