JAKARTA, GRESNEWS.COM – Pasca upaya lobi yang dilakukan semua fraksi dalam paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), keputusan terkait pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada belum juga dihasilkan. Hingga Jumat (26/9) dini hari ini, lobi yang dilakukan antar fraksi hanya menghasilkan sejumlah poin yang disampaikan pimpinan sidang, Priyo Budi Santoso. Poin yang telah disepakati forum lobi tersebut diantaranya memutuskan memilih sistem non paket. Sehingga yang dipilih dalam pilkada hanya gubernur atau bupati saja tanpa wakilnya.

Selanjutnya, forum lobi paripurna DPR juga menyepakati bahwa terkait hubungan kekerabatan, calon kepala daerah yang mencalonkan diri tidak boleh memiliki ikatan perkawinan dengan calon kepala daerah lainnya. Jika ingin mencalonkan, calon kepala daerah yang punya ikatan perkawinan dengan kepala daerah lainnya harus menunggu jeda selama 5 tahun.

Lalu hanya akan ada dua opsi mekanisme pilkada yaitu secara langsung dan tidak langsung. Terkait substansi proses rekapitulasi yang disepakati forum lobi paripurna adalah melalui mekanisme berjenjang jika mekanisme dipilih secara langsung.

Setelah penyampaian kesepakatan forum lobi paripurna, justru keadaan rapat paripurna malah berlangsung semakin gaduh karena banyaknya interupsi dari anggota-anggota fraksi. Sejumlah anggota fraksi diberikan kesempatan untuk menyampaikan pandangannya. Partai Demokrat tetap kekeuh untuk mengajukan opsi ketiga pilkada langsung dengan 10 syarat.

Sejumlah partai koalisi merah putih menginginkan voting. Lalu PDIP justru mendukung apa yang menjadi usul Demokrat. Setelah penyampaian pandangan itu, pimpinan sidang kembali dihujani dengan interupsi sehingga suasana paripurna semakin ricuh.

Jalannya rapat menjadi semakin tidak kondusif ketika sejumlah anggota fraksi maju ke arah meja pimpinan sidang. Kondisi yang tidak kondusif tersebut membuat pimpinan sidang menskors paripurna sekitar 15 menit.

Anggota fraksi Demokrat, Beny K Harman mengatakan dengan tidak diakomodirnya opsi pilkada langsung dengan 10 syarat perbaikan, Fraksi Partai Demokrat bersikap netral. "Mohon maaf, kami mengambil sikap untuk walk out," ujarnya sebelum meninggalkan paripurna DPR, Jakarta, Jumat (26/9).

Pasca meninggalkan ruang paripurna, Beny mengatakan 10 syarat yang diajukan partainya ditolak dan hanya diakomodir dua opsi. Sehingga, dengan kondisi seperti itu ia tegaskan partai Demokrat akan menjadi penyeimbang. "Kita diberi arahan untuk memperjuangkan pilkada langsung dengan 10 syarat untuk menghadapi ekses yang muncul. Kita tidak ingin dipersalahkan oleh rakyat," ujarnya di DPR.

Menanggapi hal ini, anggota fraksi PDIP Yasonna Laoly menyayangkan langkah WO yang diambil Demokrat. Dia mengatakan kalau Demokrat meyakini pilkada langsung adalah hal yang benar, seharusnya mereka tidak walk-out dari paripurna.

Laoly kemudian menyatakan kecurigaannya sikap Demokrat selama ini yang mengaku mendukung pilkada langsung hanya skenario belaka. "Lama kelamaan saya mulai curiga bahwa skenario cantik ini akhirnya berantakan. Jadi partai Demokrat memilih pilkada langsung itu hanya untuk mengambil hati rakyat, pencitraan!" kata Laoly ketus.

PDIP, kata Laoly, merasa ditinggalkan begitu saja dalam memperjuangkan pilkada langsung. Dia menilai, partai lainnya juga telah meninggalkan kepentingan rakyat. "Kami harus berjuang sampai titik darah terakhir," ujarnya usai walkout-nya Demokrat dalam paripurna.

Usai Laoly memberikan pandangannya, anggota fraksi Demokrat Gede Pasek Suardika yang masih berada di ruang sidang mengingatkan PDIP agar jangan terlalu mempermasalahkan partai Demokrat walk out. "Kami ingatkan apapun pilihan Demokrat itu pilihan demokrasi yang harus dihormati," ujarnya.

Dia menyindir, selama ini PDIP juga seringkali melakukan hal tersebut. "Alasannya karena selama PDIP sering walk out juga, Demokrat ikuti seniornya, wajar. Sehingga kedepannya kita bisa merasakan bagaimana rasanya ditinggal walk out," kata Pasek.

BACA JUGA: