JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ada yang menarik dari persidangan terpidana kasus suap penyelidikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Urip Tri Gunawan. Dalam sidang lanjutan Peninjauan Kembali (PK) kali ini, Urip seharusnya menyajikan bukti baru (novum), namun mantan jaksa itu malah mengumbar kegiatannya selama dalam penjara dengan maksud bisa meringankan hukumannya.

"Saya mau menyampaikan bukti baru, yang mungkin bisa meringankan saya. Yaitu kegiatan-kegiatan saya selama di lapas berupa catatan kegiatan rohani. Sebuah karya saya, ´Marilah kita berlomba-lomba mendirikan ibadah.´ Saya juga aktif dalam program catur di lapas dan sampai di tingkat nasional," kata Urip sebelum sidang ditutup, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (25/9).

Kontan saja, pernyataan mantan jaksa ini menjadi pertanyaan Majelis Hakim. Karena pekan lalu telah ada kesepakatan  bahwa Urip tidak akan memberikan bukti baru terkait perkaranya ini. Apalagi yang disampaikannya tersebut bukan merupakan bukti yang bisa mengubah keputusan sebelumnya.

"Kemarin kan sudah ditegaskan tidak ada pengajuan bukti lain, baik saksi maupun surat. Kok masih diajukan?" kata Hakim Ketua Supriono.

Namun, Urip berkilah, bukti tersebut lupa dibawa pada sidang sebelumnya.

Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi Rini Triningsih menanggapi dingin permintaan Urip. Sebab menurut dia dokumen-dokumen itu sama sekali bukan novum. "Kami sesuai kesepakatan majelis hakim saja, karena dokumen itu tidak ada kaitannya dengan novum," kata Jaksa Rini.

Ketua majelis hakim akhirnya hanya menerima lampiran dokumen itu. Kemudian, Urip dan jaksa meneken berita acara persidangan dan selanjutnya bakal diteruskan ke Mahkamah Agung.

Dalam sidang yang lalu, Urip itu menyebutkan sejumlah bukti baru atau novum dalam mengajukan PK atas kasus suap yang didakwakan kepadanya itu. Novum pertama adalah bahwa KPK dan Kejaksaan Agung sama-sama menyelidiki perkara BLBI ini.

Menurut Urip, tidak ada unsur ´melawan hukum´ yang menjadi dasar tindak pidana terhadapnya. Kemudian novum kedua, Urip mempermasalahkan frasa ´perintah supaya ditahan atau tetap ditahan atau dibebaskan´ yang tidak ada dalam amar putusannya.

Menurut Urip, hal itu bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-X/2012, sehingga putusan terhadapnya harus dibatalkan. Novum ketiga, Urip menyatakan, jaksa pada KPK tidak mempunyai kewenangan mengeksekusi putusan pengadilan.

Menurut Urip, kewenangan itu hanya berada di tangan jaksa pada Kejaksaan Agung. Sebelumnya, majelis hakim pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tinggi menjatuhkan hukuman maksimal selama 20 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 1 tahun kurungan kepada Urip.

Urip dinyatakan terbukti memeras Artalyta Suryani, orang kepercayaan obligor BLBI Sjamsul Nursalim sebesar US$660 ribu. Urip dijerat sesuai dengan Pasal 12 huruf b dan huruf e UU Tipikor.

BACA JUGA: