JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sidang lanjutan perkara korupsi di Kementerian Agama dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (12/10), berlangsung cukup menarik. Dalam persidangan itu, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan staf pada bagian Tata Usaha Kemenag, yaitu Rosandi, untuk dimintai keterangannya sebagai saksi atas terdakwa mantan Menteri Agama Suryadharma Ali.

Rosandi merupakan salah satu saksi kunci dalam perkara kasus korupsi terkait penyalahgunaan Dana Operasional Menteri (DOM). Rosandi adalah "bendahara" tak resmi yang mengelola Dana Operasional Menteri (DOM) untuk Suryadharma Ali.  

Kesaksian Rosandi dinilai penting karena semua aliran dana DOM baik yang keluar maupun yang masuk, ada dalam catatan buku yang dimiliki Rosandi. Buku kas yang berbentuk persegi panjang inilah yang oleh KPK tampaknya dijadikan salah satu alat bukti utama menjerat Suryadharma Ali.

Dalam buku tersebut, Rosandi mencatat satu per satu seluruh pengeluaran yang menggunakan dana DOM dengan sangat rinci. Mulai dari waktu, jumlah pengeluaran, siapa yang meminta dana, semua masuk dalam catatannya.

Tak heran sidang dengan agenda mendengarkan kesaksian Rosandi ini memakan waktu cukup lama yaitu sekitar 5 jam, sejak pukul 19.00 hingga pukul 00.00 tengah malam. Sebab, berbagai perdebatan muncul atas kesaksian yang diutarakan Rosandi, baik itu oleh Jaksa KPK maupun tim penasehat hukum.

Penuntut umum ingin membuktikan surat dakwaannya bahwa Suryadharma menyalahgunakan DOM untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Padahal, dana tersebut seharusnya hanya diperuntukkan untuk membiayai operasional menteri.

Sedangkan penasehat hukum Suryadharma Ali yang digawangi Johnson Panjaitan dan Humphrey Djemat ingin menangkis tudingan jaksa. Mereka tetap bersikeras bahwa kliennya tidak bersalah dan harus dibebaskan dari segala tuduhan

Perdebatan terutama terjadi menyangkut sisa saldo DOM dimana terdapat kesaksian berbeda dari para saksi yang dihadirkan dalam pesidangan itu. Kuasa Hukum Suryadharma Ali berkeras kesaksian Rosandi harus ditolak karena keterangan itu dianggap tidak sesuai dengan pernyataan saksi lain yang dihadirkan dalam sidang kali ini, salah satunya dengan keterangan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kementerian Agama Amir Jafar.

Sebelum Rosandi, Amir memang diminta kesaksian terlebih dahulu di persidangan kali ini. Dalam keterangannya, Amir menyatakan bahwa ia menyerahkan buku kas yang didalamnya tertera saldo sekitar Rp103 juta. Sedangkan Rosandi bersikeras bahwa saldo yang tertera dalam buku kas yang diberikan Amir sekitar Rp77 juta. Amir sendiri merupakan pemegang dana DOM sebelum ia menyerahkannya kepada Rosandi pada sekitar 2011.

"Saudara yakin Rp77 juta? Karena Pak Amir bilang jumlahnya Rp103 juta?" tanya Humphrey di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (12/10) malam.

Lantas Rosandi menjelaskan, kemungkinan yang dimaksud Amir Rp103 juta merupakan jumlah antara uang rupiah dan dolar Amerika Serikat. Ketika itu, memang ada pecahan uang asing yang tertera, tetapi ia memisahkannya dalam buku kas lain karena merupakan valuta asing.

Tetapi Humprey tak percaya begitu saja, ia terus mencecar Rosandi terkait perbedaan jumlah tersebut. Dan dari sinilah terungkap bahwa buku kas valuta asing itu ternyata hilang dan hingga kini belum ditemukan. "Waktu diperiksa di KPK, Amir Jafar tanya ke saya (Rosandi-red), pernah ingat nggak? Saya bilang buku kas (dolar) belum ditemukan?" cecar Humphrey.

Rosandi kemudian mengakui bahwa buku kas valuta asingnya memang belum ditemukan. Pada awalnya ia mengira buku tersebut telah dibawa oleh tim KPK. Tetapi pada proses penyidikan, ternyata penyidik justru menanyakan keberadaan buku tersebut.

Meskipun begitu, Rosandi bersikukuh bahwa uang rupiah yang tertera dalam catatan hanya sebesar Rp77 juta. Ia pun berani dikonfrontir dengan Amir pada saat persidangan untuk mengetahui jumlah uang yang tertera sebenarnya.

KONTROVERSI KESAKSIAN ROSANDI - Gresnews.com mencatat setidaknya ada empat kesaksian Rosandi yang menuai kontroversi dalam persidangan itu. Selain masalah jumlah uang, ada tiga hal lain yang juga menjadi perdebatan antara Rosandi dan juga penasehat hukum Suryadharma Ali. Diantaranya yaitu mengenai kapan Rosandi bertugas.

Sebab ada keterangan berbeda dengan Amir mengenai hal ini. Ketidakpastian waktu bertugas Rosandi juga diperparah dengan tidak adanya Surat Keputusan Pengangkatannya menjadi pengurus dana DOM. Menurut Rosandi, yang mengangkatnya ketika itu adalah mantan atasannya, Anwaruddin Ambari.

Kemudian terkait ratusan transaksi yang menurut Suryadharma bekas anak buahnya itu tidak pernah jelas diperintah oleh siapa pun perihal pengeluaran DOM. Dalam beberapa kali pengeluaran, Rosandi memang mencantumkan empat orang nama yang menurutnya memberi perintah untuk mengeluarkan.

Mereka adalah Syaifuddin, Amir Jafar, mantan Wakil Sekertaris Menteri Abdul Wadud. Ketiganya merupakan atasan Amir baik langsung maupun tidak langsung. Dan satu nama lagi yaitu Mukmin, yang merupakan ajudan Suryadharma Ali saat masih aktif menjadi menteri.

Setelah beberapa kali perdebatan antara jaksa dan penasehat hukum terkait rencana konfrontir Rosandi dan Amir Jafar, Hakim Ketua Aswijon akhirnya menyetujui. Dengan catatan, baik penasehat hukum sebagai pihak yang mengajukan, maupun penuntut umum hanya fokus kepada empat pertanyaan tersebut.

"Kita sepakat ya, empat saja. Majelis mencatat itu, tidak boleh melebar. Kalau melebar sama saja memeriksa ulang," pinta Aswijon.

Kedua belah pihak pun menyetujuinya. Majelis Hakim memerintahkan jaksa menghadirkan lagi Amir Jafar untuk dikonfrontir keterangannya dengan Rosandi. Dan agenda tersebut direncanakan berlangsung Senin, pekan depan.

Dalam keterangannya, Rosandi memang mengungkap seluruh aliran uang baik masuk maupun keluar yang tercatat di buku kasnya itu. Dan dari buku kas ini diketahui bahwa penggunaan dana DOM oleh Suryadharma tidak digunakan sebagaimana mestinya.

Bahkan, pengeluaran-pengeluaran tersebut tidak jarang pula diberikan tanpa adanya bukti pembayaran. Rosandi mempunyai seluruh catatan tersebut, termasuk yang digunakan Suryadharma untuk keperluan pribadi. Diantaranya biaya bikin paspor cucunya, ongkos kepergian menjenguk anaknya di luar negeri, sampai membayar THR bagi tiga pembantunya di kediaman pribadi.

Menariknya, meskipun memegang dana DOM yang cukup besar, Rosandi mengaku awalnya tidak mengetahui aturan hukum yang mengatur mengenai dana operasional tersebut. "Saya baru tahu ketika memegang DOM. Sebelumnya saya tidak tahu," kata Rosandi.

Ia pun mengakui, pada awalnya menolak untuk mengelola DOM, tetapi karena terus didesak atasan, akhirnya ia mau mengambil tugas itu. Meskipun tidak mengetahui secara pasti aturan hukum terkait DOM, tetapi Rosandi tahu bahwa dana tersebut tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi.

Rosandi mengklaim bahwa ia pernah menanyakan ke atasannya kala itu Syaifuddin tentang banyaknya keperluan pribadi Suryadharma yang menggunakan dana yang berasal dari APBN tersebut. "Kata Pak Syaifuddin, kamu catat saja," ujarnya Rosandi.

HILANGKAN ALAT BUKTI - Dalam persidangan itu, Rosandi juga bersaksi bahwa Suryadharma Ali beberapa kali mencoba menghilangkan alat bukti penggunaan DOM yang tidak sesuai aturan. Hal itu terungkap ketika Jaksa KPK juga mengkonfirmasi Rosandi mengenai adanya pemanggilan Suryadharma kepada sejumlah petinggi Kementerian Agama pasca dirinya ditetapkan menjadi tersangka.

Saksi sebelumnya yaitu Andri Alven, sempat mengungkap Suryadharma marah besar ketika itu. Rosandi lantas menceritakan, ketika itu sebenarnya ia hanya menemani atasannya yang dipanggil Suryadharma. Sesampainya disana, menanyakan bagaimana penggeledahan yang dilakukan KPK kantornya.

Kemudian, menurut Rosandi, ada beberapa catatan yang menunjukkan penyalahgunaan dana DOM. Mendengar hal itu, Suryadharma memintanya untuk membuat kuitansi dengan tanggal mundur.

Namun hal itu ditolak Rosandi. Sebab ia merasa apa yang diminta oleh mantan atasannya itu melanggar hukum. Suryadharma juga sempat marah dan menggebrak meja ketika itu. Mantan Ketua Umum PPP ini terus meminta hal yang sama, tetapi ditolak oleh Rosandi.

Tak hanya Suryadharma, istrinya yaitu Wardhatul Asriyah, kata Rosandi, juga meminta hal yang sama. Wadhatul bahkan meminta Rosandi untuk berbohong kepada penyidik dengan mengatakan kuitansi fiktif bertanggal mundur yang diminta Suryadharma tertinggal di kolong laci kerja ataupun tertinggal di rumah

"Tapi saya nggak berani, orang laci saya kosong diangkut penyidik. Kalau di rumah saya juga nggak mau, nggak berani saya," kata Rosandi

Tak cukup sampai situ, dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Rosandi lainnya juga terungkap upaya Suryadharma menghilangkan barang bukti. "Beliau sambil marah meminta tolong dan memerintahkan dua hal. Pertama, saya disuruh mengubah kuitansi DOM Randika dan cucunya. Lalu saya disuruh buat surat pernyataan kalau saya lalai mengenai DOM itu," kata Jaksa Basir saat membacakan BAP.

Rosandi mengakui keterangannya dalam BAP itu. Dalam persidangan dia juga mengatakan menolak permintaan itu. Sebab selama ini ia hanya mengerjakan apa yang diperintah atasannya untuk mencatat segala pengeluaran DOM. "Saya nggak lalai, kan saya udah bilang," tegas Rosandi. Ia tetap pada pendiriannya untuk menolak membuat surat tersebut.

BACA JUGA: