JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tim Pengawas DPR atas penyelesaian sengketa pertanahan dan konflik agraria merekomendasikan agar pengawasan DPR RI terhadap hal tersebut tetap dilanjutkan oleh DPR periode 2014-2019. Demikian dikatakan Djoko Udjianto saat menyampaikan laporan Timwas DPR terhadap Penyelesaian Sengketa Pertanahan dan Konflik Agraria, dihadapan Rapat Paripurna DPR, Rabu (24/9), yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Pramono Anung.

Rekomendasi tersebut, menurut Djoko, karena timwas berpendapat bahwa konflik agraria dan sengketa pertanahan tersebut merupakan dampak negatif dari peraturan perundang-undangan yang memberikan peluang untuk terjadinya konflik agraria dan sengketa pertanahan. Selain itu konflik juga terjadi karena kebijakan sektoral yang tidak sesuai dengan falsafah dan prinsip dasar agraria dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria serta tumpang tindihnya peraturan perundang-undangan dan kewenangan kelembagaan bidang agraria-pertanahan.

"Atas dasar itulah, harus dilakukan harmonisasi seluruh undang-undang sektoral beserta peraturan perundang-undangan yang terkait agar tidak bertentangan dengan UUPA sebagai lex generalist peraturan perundang-undangan bidang agraria," jelas Djoko seperti dikutip situs dpr.go.id.

Selanjutnya, Timwas berharap agar RUU terkait dengan bidang pertanahan dan agraria yang akan terbentuk, hendaknya dapat menjadi sebuah grand design atas penyelesaian sengketa pertanahan dan konflik agraria selama ini. "Sehingga perlu dirumuskan grand design tersebut," tegasnya.

Grand Design ini menurut Djoko, nantinya disusun berdasarkan Pasal 33 UUD 1945, TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan UUPA. Harapan Timwas lainnya, terang Djoko, agar fungsi pengawasan DPR terhadap konflik agraria dan sengketa pertanahan perlu ditingkatkan karena bidang agraria dan pertanahan ini bersifat struktural dan multidimensi yang berpeluang terjadi potensi sengketa dan konflik.

"Sehingga perlu dicarikan solusi penyelesaiannya untuk menjamin terlaksananya penegakan hukum, serta tercapainya kepastian, perlindungan hukum, keadilan, dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia," ujar Djoko.

Dalam laporannya, DPR banyak menerima laporan pengaduan dari masyarakat terkait permasalahan sengketa pertanahan dan konflik agraria. Tingginya laporan dan pengaduan tersebut mencerminkan bahwa masalah pertanahan dan agraria merupakan permasalahan menahun yang belum terselesaikan sampai saat ini.

Sejak dibentuk, ungkap Djoko, Timwas ini baru menyelenggarakan rapat sebanyak 1 (satu) kali untuk menentukan pimpinan kerja dan tim.

Ada beberapa sebab dari belum maksimalnya tim melakukan tugasnya, antara lain, satu, tahun 2014 merupakan tahun legislasi dan tahun politik, sehingga perhatian anggota DPR terpecah untuk membahas berbagai RUU.

Dua, permasalahan pertanahan dan agraria ternyata juga menjadi perhatian di beberapa komisi I, II, III, dan IV. "Setiap komisi tersebut membahas permasalahan pertanahan dan agraria ini sebagai bagian dari fungsi pengawasan yang melekat di DPR," jelas Djoko.

Tiga, permasalahan pertanahan dan agraria sangat multikompleks dan berpotensi konflik, karena melibatkan banyak pihak, sarat dengan kepentingan masyarakat.

Empat, adanya pembahasan RUU yang terkait dengan pertanahan dan agrarian. "RUU tersebut antara lain RUU Pertanahan dan RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat," terang Djoko.

BACA JUGA: