JAKARTA, GRESNEWS.COM - Berkas delapan tersangka kasus penggelapan pajak PT Asian Agri Grup masih bolak-balik antara Kejaksaan Agung dan Direktorat Jendral Pajak. Ada banyak catatan yang disampaikan penyidik Kejaksaan Agung untuk dilengkapi sebelum dilimpahkan ke pengadilan.

Direktur Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak Yuli Kristiyono mengakui delapan berkas perkara kasus pajak Asian Agri masih dilengkapi penyidik. Setiap dikembalikan ke Kejaksaan Agung, berkas itu kembali ke Ditjen Pajak dengan sejumlah catatan yang harus dilengkapi.

Yuli mengaku banyak kendala untuk melengkapi berkas delapan tersangka itu. Di antaranya masih perlunya tambahan keterangan yang dimintakan Kejaksaan Agung. Khususnya ketika delapan tersangka ini dikaitkan  dengan pidana korporasinya. Apakah pemidanaan Suwir Laut sudah cukup dengan pemidanaan 14 perusahaan Asian Agri atau belum.

Sebab diketahui, dalam kasus ini Asian Agri telah membayar denda sesuai putusan MA sebesar Rp2,5 triliun termasuk telah mempidana Tax Manager Asian Agri Suwir Laut. "Masih dipertimbangkan apakah delapan tersangka sudah dianggap memenuhi ketika telah membayar denda sebesar Rp2,5 triliun. Jadi masih dalam perbaikan berkas sesuai permintaan kejaksaan," kata Yuli di Kantor Ditjen Pajak, kemarin.

Meskipun masih bolak-balik, namun Yuli berkeyakinan jika berkas delapan tersangka akan segera rampung dan dinyatakan lengkap untuk kemudian disidangkan.

Seperti diketahui, selain tersangka Suwir Laut dalam kasus penggelapan pajak Asian Agri Grup, masih ada delapan tersangka lain yang belum dilimpahkan ke pengadilan. Delapan tersangka kasus penggelapan pajak terkait Asian Agri yang masih dalam proses penyidikan adalah Semion Tarigan, Eddy Lukas, Linda Rahardja, Andrian, Willihar Tamba, Laksamans Adhyaksa, Tio Bio Kok, Lee Boo Heng.

Secara terpisah, Koordinator Divisi Monitoring dan Hukum Indonesia Corruption Wacth (ICW) Emerson Yuntho menyatakan mempertanyakan nasib berkas delapan tersangka kasus penggelapan pajak Asian Agri. Sebab hingga saat ini berkas tersebut masih saja bolak-balik dan belum juga lengkap-lengkap.

Menurut Emerson, untuk delapan tersangka, Kejaksaan dan Ditjen Pajak mestinya dapat berpijak dari putusan Kasasi terhadap Suwir Laut. Putusan yang menyatakan Suwir Laut bersalah membuktikan telah terjadi tindak pidana perpajakan. Maka tindak pidana asal (predicate crime) telah terbukti. "Ada kesan Kejaksaan menunda-nunda delapan tersangka," kata Emerson kepada Gresnews.com, Selasa (23/9).

Jika kemudian Kejaksaan menganggap selesai kasus delapan tersangka lain, setelah ada vonis Suwir Laut hal itu menurutnya, patut dipertanyakan. Sebab dalam melakukan aksi Suwir Laut melakukannya bersama-sama dengan kedelapan tersangka. Karena itu berkas lain harusnya telah disidangkan.

Sebagaimana diketahui Skandal Pajak Asian Agri saat ini merupakan skandal perpajakan terbesar di Indonesia. Satu perkara yang akhirnya diloloskan Kejaksaan ke pengadilan benar-benar terbukti terjadi pelanggaran penggelapan pajak oleh perusahaan milik konglomerat Soekanto Tanoto tersebut. Dalam laporannya, BPKP menemukan ada empat modus pengemplangan pajak yang dilakukan Asian Agri.

Pertama, dengan memperbesar harga pokok penjualan barang dari harga yang sebenarnya. Modus kedua, dilakukan oleh Asian Agri dengan menjual produk kepada perusahaan afiliasi mereka di luar negeri dengan harga yang sangat rendah, juga ada pemasukan manajemen fee dan kegiatan jasa consultance yang dimasukkan dalam biaya padahal pekerjaanya tidak ada. Modus keempat dilakukan dengan membebankan biaya ke dalam keuangan, perhitungan laba rugi yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Sehingga pada 18 Desember 2012, Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui Putusan No. 2239 K/PID.SUS/2012 menghukum Suwir Laut, selaku Tax Manager Asian Agri Group dengan hukuman pidana 2 tahun dengan percobaan 3 tahun dan mengharuskan korporasi AAG membayar denda Rp2,52 triliun.

Pada Februari 2014 lalu Asian Agri Group akhirnya menyanggupi untuk  membayar denda pajak senilai Rp2,5 triliun namun dilakukan secara mencicil. Dimulai cicilan pertama dibayarkan sebesar Rp200 miliar pada Senin 3 Maret 2014 dan harus lunas pada Oktober 2014.

BACA JUGA: