JAKARTA, GRESNEWS.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan waktu selama dua tahun enam bulan kepada DPR dan pemerintah untuk merumuskan dan mengesahkan UU Asuransi Berbentuk Usaha Bersama. Ketentuan itu diputuskan MK pada sidang uji materi Pasal 7 Ayat (1) UU Nonor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian  yang dimohonkan oleh empat orang pemegang polis Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, Kamis (3/4).

Mahkamah berpendapat waktu dua tahun enam bulan setelah putusan Mahkamah ini diucapkan adalah waktu yang cukup untuk menyelesaikan undang-undang tersebut. Keputusan tersebut diambil oleh Mahkamah agar para pemegang polis bersama (mutual) seperti AJB Bumiputera 1912 yang berjumlah jutaan orang segera mendapat kepastian hukum dan keadilan.

Pertimbangan Mahkamah, agar tidak terjadi perlakuan yang tidak sama di hadapan hukum (non equality before the law) oleh negara kepada penyelenggara asuransi berbentuk mutual. Karena itu, Mahkamah harus memastikan batas waktu yang cukup dan adil bagi pembentuk undang-undang, pemohon dan pihak yang berkepentingan. Sebab, usaha penyelenggara asuransi berbentuk perseroan dan koperasi telah memperoleh kepastian hukum dengan adanya undang-undang yang mengatur khusus untuk itu.

"Pasal 7 Ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai diatur lebih lanjut dengan UU yang dilakukan paling lambat dua tahun enam bulan setelah putusan Mahkamah ini diucapkan," ujar Ketua MK Hamdan Zoelva membacakan putusan perkara Nomor 32/PUU-XI/2013, Kamis (3/4).

Para pemohon yang merupakan pemegang polis asuransi jiwa bersama Bumiputera 1912, merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya UU Perasuransian itu. Pasalnya, mereka mengaku tidak memiliki kepastian hukum karena selama 21 tahun UU Usaha Perasuransian berlaku, pembentuk undang-undang tidak menerbitkan peraturan perundang-undangan tentang badan hukum usaha bersama (mutual) seperti halnya badan hukum usaha lainnya yang disebutkan dalam Pasal 7 Ayat (1) UU Usaha Perasuransian.

Pasal 7 Ayat (3) menyebutkan: ‘Ketentuan tentang usaha perasuransian yang berbentuk Usaha Bersama (mutual) diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang’. Akibatnya, menyulitkan para pemohon untuk melakukan kegiatan terkait usahanya, seperti tidak dapat mengikuti tender pengadaan dan hak untuk mendapatkan bagian keuntungan dari usaha.

Sifat diskriminatif tersebut, dinilai pemohon, semakin nyata karena telah diterbitkan UU Perseroan Terbatas dan UU Perkoperasian, sehingga untuk usaha perasuransian yang berbentuk persero dan koperasi memiliki kedudukan hukum, dan ini berbeda dengan usaha perasuransian yang berbentuk usaha bersama (mutual).

Pemohon melihat, Pasal 7 Ayat (1) UU  Perasuransian bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3), Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945.

BACA JUGA: