JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat telah memutuskan untuk tidak memaksakan penyelesaian RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam periode ini. Meski begitu DPR diharapkan tetap serius membahas RUU tersebut dalam program legislasi nasional lima tahunan (2014-2019) maupun prioritas satu tahunan. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai perubahan KUHAP tetap perlu didorong karena sangat penting bagi rencana reformasi hukum acara di Indonesia.

Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan, sikap DPR yang tidak memaksakan pembahasan RUU KUHAP selesai dalam periode ini sudah tepat. Sebab jika dipaksakan ICJR ragu DPR dan pemerintah mampu menyelesaikannya dengan tetap menjaga kualitas dari produk legislasi tersebut.

"Selama ini dalam hal pembahasan rancangan KUHAP, DPR terus disorot mengenai masalah kualitas dan transparansi pembahasan yang kurang memadai, serta partisipasi publik dan pemangku kepentingan lain yang terbatas," kata Eddyono kepada Gresnews.com, Kamis (6/3).

Faktanya, kata dia, jika dipaksakan selesai pada periode ini rancangan KUHAP diyakini memang bakal tak maksimal. Hari ini, kata Eddyono, DPR sudah memasuki sidang paripurna dan kemudian memasuki masa reses pertama DPR di 2014. Selanjutnya masa sidang akan dilanjutkan pada masa sidang IV yaitu tanggal 12 Maret-10 Juli 2014.

Dengan masa kerja 81 hari dan catatan anggota DPR akan terbagi fokus dalam  persiapan dan pelaksanaan pemilu legislatif serta persiapan dan pelaksanaan pemilu presiden paska pemilu legislatif dipastikan pembahasan rancangan KUHAP akan terkendala.

ICJR mengingatkan kembali bahwa kondisi tersebut akan diperburuk  dengan jangka waktu pembahasan yang mepet, sehingga rancangan KUHAP akan berpotensi dibahas secara tergesa-gesa dan kurang partisipatif. "Apalagi dengan banyaknya sorotan dari beberapa pihak," kata Supriyadi.

Supriyadi menegaskan sampai saat ini dari 1.169 DIM dalam skema pembahasan rancangan KUHAP yang mencakup lebih dari 280 Pasal, pembahasan masih saja berkutat dalam isu penyelidikan dan penyidikan. "Bahkan untuk isu penyelidikan saja, baik dalam panja yang dibentuk DPR, maupun dalam tubuh pemerintah masih belum mencapai kesepakatan," katanya. Karena itu dalam pembahasan oleh DPR periode mendatang, diharapkan semua permasalahan ini sudah selesai.

Sebelumnya anggota Panitia Kerja RUU KUHAP Bambang Soesatyo mengatakan dengan sisa hari kerja yang tidak terlalu banyak RUU ini tidak mungkin diselesaikan pada masa DPR RI yang sekarang. "Inikan sebentar lagi kita akan reses. Besok saja kita sudah reses sejak tanggal 7 Maret hingga pertengahan Mei 2014. Lalu pilpres bulan Juni. Kalau ada putaran dua diselenggarakan pada Agustus 2014," kata Bambang kepada Gresnews.com, Rabu (5/3) kemarin.

Sementara, kata Bambang, pembahasan RUU KUHAP masih sangat panjang. Untuk saat ini saja Panja baru sampai pada tahap mendengarkan penjelasan pemerintah selaku pengusul dari revisi RUU itu. Bambang mengatakan belum ada pembahasan rinci dan menyeluruh atas usulan dari pemerintah itu. "Sehingga sangat tidak mungkin pembahasan akan selesai dalam masa sidang DPR saat ini," ujarnya.

Pembahasan RUU KUHAP sendiri memang sarat kontroversi. Terutama soal masuknya pasal-pasal yang dianggap merugikan pemberantasan korupsi seperti isu pelemahan KPK lewat penyatuan tahap penyelidikan dan penyidikan, menjadikan korupsi sebagai tindak pidana biasa, bukan lagi extraordinary crime, ada juga klausul soal putusan bebas yang tidak bisa di kasasi.

Selain itu ada juga isu terkait hak asasi manusia dalam klausul memasukkan pelanggaran HAM berat ke dalam kategori tindak pidana umum dan bukan lex specialis. Klausul ini menurut koordinator Kontras Haris Azhar mengandung kelemahan karena meniadakan sifat khas dari penanganan pelanggaran berat HAM. "Sementara tindak pidana biasa tidak ada pengaturannya. Jadi ada salah kaprah. Yang lex specialis dijadikan pidana biasa dan pidana biasa tidak ada pengaturannya," ujarnya.

Menanggapi isi draf yang menyebutkan putusan bebas tidak bisa dikasasi, hakim agung Gayus Lumbuun mengatakan isi klausul terkait masalah itu merupakan kewenangan MA sebagai judex juris untuk meninjau penerapan hukum dalam putusan bebas yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama. Gayus mengatakan dalam draf itu MA juga dilarang menjatuhkan hukuman lebih berat dari pengadilan di bawahnya.

Menanggapi hal itu Gayus bilang, hal itu bisa saja dilaksanakan bila dakwaannya tunggal. Akan tetapi akan sulit bila sifat dakwaannya subsidaritas atau alternatif akan menjadi pertimbangan hakim untuk memutuskan perkara dengan dakwaan yang lain.

BACA JUGA: