JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dunia hukum memang tidak terlepas dari mafia-mafia yang mengincar keuntungan dari beberapa kasus yang ditanganinya. Salah satunya adalah kasus kepailitan. UU Kepailitan pun masih sarat dengan kongkalikong yang ditunggangi oleh mafia pailit. Adanya jerat mafia dalam kasus-kasus kepailitan itu, kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, bisa dilihat dari beberapa kasus kepailitan.

Kasus kepailitan, terutama yang dialami pengembang properti, beberapa diantaranya dinilai kontroversial. Salah satunya, kata Ali, adalah kasus pailit perusahaan properti yang mengembangkan rusunami di Kemanggisan Residence. Kasusnya bermula ketika diluncurkannya proyek tersebut dimana dalam perjalanannya, pengembang PT Mitra Safir Sejahtera digugat pailit dan dipailitkan.

Ironisnya, saat ini konsumen tidak memperoleh haknya sebagai konsumen dan tidak berhak atas unit yang ada. Dia menambahkan konsumen hanya diberi ganti rugi sebanyak 15 persen dari uang yang sudah disetorkan, meskipun banyak konsumen yang telah melunasi unit rusunaminya.

Menurut Ali, disinyalir terjadi kongkalikong antara kurator dan pihak-pihak terkait yang sangat merugikan konsumen. "Jadi memang ada beberapa pengembang baik yang besar dan pengembang skala kecil. Ada sekitar lebih dari lima pengembang yang pernah mengalami kasus pailit," kata Ali kepada Gresnews.com, Jakarta, Selasa (18/2).

Dia menilai keadilan hukum di Indonesia sangat memprihatinkan, mengingat saat ini terdapat 500 konsumen yang terlantar karena tidak ada solusi. Di satu sisi juga tidak ada bantuan dari pemerintah untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang ada di depan mata. "Kasus ini ternyata juga mulai menghantui pengembang-pengembang besar lainnya," ujar Ali.

Dia mengungkapkan berdasarkan informasi yang diperolehnya, ada sebuah pengembang besar yang harus mengeluarkan uang miliaran sebagai uang penyelesaian masalah ini sebagai uang pelicin untuk dapat terlepas dari jeratan pailit yang direkayasa oleh mafia pailit. "Aset Kemanggisan Residence yang dipailit mencapai Rp 200 miliar namun dijual Rp 125 miliar," kata Ali.

Ali mengatakan banyaknya kecurangan yang terjadi dikarenakan UU Kepailitan yang dianggap oleh beberapa praktisi hukum belum dapat mewakili konsumen dan masih terdapat banyak lubang-lubang yang dapat direkayasa. Karena itu, pihak IPW, REI (Real Estate Indonesia), APERSI (Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia) akan melakukan judicial review terkait banyak pasal yang merugikan konsumen. "Kita akan memberikan masukan kepada pemerintah untuk segera merevisi UU Kepailitan yang ada. Sebelum itu terlaksana, sebaiknya hati-hati dengan mafia pailit," kata Ali.

Sementara itu, Ketua APERSI Eddy Ganefo mengatakan kasus pailit yang terjadi bagi para pengembang biasanya menimpa para pengembang yang membangun desain vertikal alias gedung semisal apartemen dan rusunami. Menurutnya permasalahan hukum pailit sebenarnya tidaklah mudah, karena penegakkan hukum pailit seharusnya ditujukan bagi para pengembang yang sudah tidak mampu di bidang properti.

Namun saat ini para mafia pailit sering mencari cara untuk mencari nafkah dengan bermain kasus kepailitan dan yang dirugikan adalah pengembang dan konsumen. Eddy mengungkapkan modus yang digunakan oleh mafia pailit untuk menjalankan aksinya dengan memanfaatkan lamanya pembangunan yang sudah ditetapkan oleh pengembang.

Misalnya, pengembang berjanji pembangunan rusunami selesai selama satu tahun tapi ternyata belum selesai selama satu tahun karena faktor perizinan lahan. "Nah modus itu lah yang dimanfaatkan oleh mafia pailit. Seharusnya pailit itu bagi pengembang yang tidak mempunyai finansial," kata Edy kepada Gresnews.com.

BACA JUGA: