JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang praperadilan kasus penahanan Tubagus Chaeri Wardana dan penyitaan barang-barang miliknya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (2/1). Dalam sidang yang mengagendakan pembacaan replik atau jawaban pihak pemohon atas alasan yang disampaikan pihak KPK itu pihak Wawan tetap yakin KPK telah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). "Pemohon menolak dengan tegas seluruh dalil termohon sebagaimana disampaikan pada jawaban," kata kuasa hukum Wawan, Pia Akbar Nasution, di PN Jaksel.

Seperti diketahui, Wawan ditangkap penyidik KPK pada tanggal 3 Oktober lalu. Wawan diduga telah memberikan uang suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar untuk memuluskan perkara Pilkada Lebak di MK. Wawan kemudian langsung ditahan. Penyidik KPK kemudian juga melakukan penggeledahan di rumah Wawan dan menyita beberapa dokumen.

Penangkapan, penahanan dan penyitaan atas barang-barang milik Wawan ini tidak bisa diterima oleh pihak Wawan. Kuasa hukum Wawan, Pia Akbar Nasution menganggap KPK telah melanggar KUHAP karena langsung menahan Wawan dengan alasan tertangkap tangan. Pia mengatakan Wawan tidak tertangkap tangan karena saat ditangkap dia tidak bersama dengan Akil.  "Saat tertangkap Wawan berada di tempat berbeda dengan penangkapan Akil Mohtar. Bahkan sejumlah uang sebesar Rp 1 miliar yang diduga akan diberikan kepada Akil disita di Tebet, Jakarta Selatan," ujarnya.

Menurut Pia, hal ini bertentangan dengan KUHAP pasal 18 ayat 2. Dia beralasan, karena Wawan tidak bisa disebut tertangkap tangan, maka penangkapan itu harus dengan surat perintah. Selain itu penyitaan atas barang-barang milik Wawan juga harus dilakukan dengan seizin kepala pengadilan negeri dimana lokasi kejahatan terjadi dalam hal ini Kepala PN Jaksel. Pia berdalil dalam melaksanakan tugasnya KPK juga terikat pada pasal 38 ayat 1 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pasal itu mengatur: "Segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana berlaku juga bagi penyelidik, penyidik, dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi".

Nyatanya kata Pia, KPK malah lebih berpegang pada pasal 47 UU No. 30/2002. Dalam ayat 1 pasal itu disebutkan: "Atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin Ketua Pengadilan Negeri berkaitan dengan tugas penyidikannya".

Sementara di ayat 2 disebutkan: "Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur mengenai tindakan penyitaan, tidak berlaku berdasarkan Undang-Undang ini".

Pia mengatakan penerapan pasal tersebut terhadap Wawan dilakukan secara salah dan bertentangan prinsip due process of law. "Penerapan pasal ini dapat menimbulkan peluang penyidik KPK melakukan tindakan sewenang-wenang terkait penyitaan," ujarnya.

Sementara itu dalam persidangan sebelumnya kuasa hukum KPK Rini Afrianti mengatakan, dalil yang diajukan pihak Wawan tersebut tidak tepat diajukan pada permohonan praperadilan. "Karena yang dipermasalahkan tersebut adalah kewenangan KPK yang tersebut dalam UU KPK, sehingga tidak termasuk materi perkara pra peradilam sebagaimana diatur dalam Pasal 77 KUHAP," kata Rini.

Lagipula ujar Rini, proses penangkapan, penahanan dan penyitaan terhadap barang-barang milik Wawan sudah sesuai prosedur. Karena itu KPK juga beranggapan dalil yang diajukan Wawan tidak bisa diterima. "Semua dalil yang diajukan dalam pra peradilan tidak benar, meminta hakim mengabulkan jawaban termohon sepenuhnya, dan meminta hakim menyatakan sah dalam penyitaan," kata Rini.

Menurut Rini, penangkapan dilanjutkan dengan penahanan sudah ada ketentuannya. "Bahkan penyitaan dokumen tanpa didampingi kuasa hukum juga tidak menyalahi ketentuan," kata Rini lagi. Terkait penyitaan, KPK juga sudah mengembalikan barang-barang yang tidak relevan dengan proses penyidikan.

Namun hal itu dibantah oleh Pia. "Barang yang dikembalikan hanya dua buah casing CPU, tas tanpa isi dan satu jam tangan dan kunci-kunci mobil. Selain pengembalian tersebut juga dinilai tidak sah karena dikembalikan kepada Office Boy di PT Bali Pasific Pragama milik Wawan," ujarnya.

Setelah mendengar Replik dari kuasa hukum Wawan, Hakim Puji Tri Rahardi menanyakan kepada wakil KPK untuk meresponnya. Perwakilan KPK dalam persidangan kali ini, Anatomy Muliawan kepada hakim menyampaikan meminta waktu untuk mempelajari replik tersebut. "Atas jawaban Replik kami minta waktu, tidak bisa menjawab sekarang," kata Tomy.

Hakim Puji mengatakan sidang pembacaan duplik dari KPK akan kembali digelar pada 3 Januari 2014. Selain itu, kepada para pihak Hakim Puji juga meminta untuk untuk menghadirkan saksi ahli dan barang bukti.

BACA JUGA: