JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pasangan KH Abdul Ghani Kasuba-Muhammad Natsir Thalib dalam sengketa kepala daerah atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Umum Kepala Daerah Provinsi Maluku Utara. Majelis Hakim MK yang diketuai Hamdan Zoelva juga sekaligus membatalkan surat Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Tingkat Provinsi No.73/Kpts/KPU.PROV-029/2013 tertanggal 17 November 2013.

Dalam persidangan itu, MK juga tidak mengesahkan lampiran Model DC1-KWK.KPU tentang Berita Acara Penghitungan Suara untuk Calon Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur di KPU Kabupaten/Kota dalam wilayah Povinsi Maluku Utara. "Memerintahkan kepada Komisi Pemilihaan Umum Provinsi Maluku Utara untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di delapan kecamatan di Kabupaten Sula, Provinsi Maluku Utara," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva," di Gedung MK, Jalan Merdeka Barat, Senin (16/12).

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Maluku Utara, menetapkan pasangan Ahmad Hidayat Mus-Hasan Doa sebagai pemenang Pilkada Maluku Utara putaran kedua yang berlangsung pada hari Minggu 17 November 2013. Dalam putusannya, KPU Maluku Utara menetapkan, Ahmad Hidayat Mus-Hasan Doa (AHM-Doa) unggul dari saingan terberatnya Abdul Gani Kasuba-Muhammad Naser Thaib, dengan selisih sebanyak 10.207 suara. AHM-Doa memperolehan suara sah sebanyak 268.661 atau 50,97 persen. Sementara Abdul Gani Kasuba-Muhammad Naser Thaib mendapat suara sebanyak 258.454 atau 49,93 persen.

Namun,  pasangan Abdul Gani Kasuba-Muhammad Naser Thaib, menolak keputusan KPU ini. Alasannya, mereka memiliki bukti kecurangan yang dilakukan oleh pasangan AHM-Doa Doa di Kabupaten Sula. Tanggal 20 November 2013 pasangan ini menggugat hasil Pemilukada Maluku Utara itu ke MK dan diregister dengan nomor perkara 186/PHPU.D-XI/2013. Dino Umahuk, juru bicara Abdul Gani Kasuba-Muhammad Nasr Thaib, mengatakan, bukti yang dimilikinya berupa penghapusan Fom C1 di 8 Kecamatan, Pulau Taliabu Kabupaten Sula. Dengan begitu, suara pasangan yang diusung PKS tersebut dianggap telah dihilangkan secara sistematis.

Pelakunya, kata Dino adalah oknum KPU Kabupaten Sula. Akibat perbuatan itu kata Dino kliennya kemudian dikalahkan. Selain itu ada fakta lain yang diajukan yaitu penolakan dua anggota KPU yakni Kasman Tan dan Syahrani Somadayo untuk menandatangani hasil pilkada dari 8 Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di Taliabu, Kabupaten Kepulauan Sula yang dinilai bermasalah.

Fakta lain yang diajukan adalah keputusan Badan Pengawas Pemilu Provinsi Maluku Utara yang menganulir kemenangan AHM-Doa. "Bawaslu Malut menilai, hasil akhir rekapitulasi manual yang sudah digelar dan ditetapkan di KPU Kabupaten Sula tidak sesuai mekanisme dan undang-undang pemilu," jelas Ketua Bawaslu Malut Sultan Anwar

Berdasarkan laporan dari Bawaslu Kabupaten Sula ke Bawasu Malut, hasil akhir pleno penetapan kemenangan pasangan itu sudah disahkan duluan tanpa dilakukan perhitungan di KPU Kabupaten Sula. Dan itu dinilai tidak sesuai dengan syarat undang-undang pemilu yang berlaku.

Karena itu Bawaslu Malut mengeluarkan lima rekomendasi ke KPU Malut yaitu, meminta KPU Provinsi Maluku Utara mengambil alih proses tahapan pelaksanaan pemilukada Maluku Utara di Kabupaten Sula. Selain itu Bawaslu juga diminta menonaktifkan sementara KPU Kepulauan Sula dan jajaran di bawahnya yang dinilai tidak netral dan menghambat tahapan pemilukada. Bawaslu juga menganulir tahapan rekapitulasi penghitungan suara terhadap delapan kecamatan yang sudah diplenokan oleh KPU Kabupaten Sula yang dianggap melanggar aturan.

Sayangnya KPU Maluku Utara menolak rekomendasi itu. Ketua KPU Maluku Utara Muliyadi Tutupoho mengatakan, tahapan pleno ini sudah sesuai dengan ketentuan perudang-undangan yang berlaku. "KPU menganggap tidak ada masalah lagi karena semuanya sudah disahkan," ujar Muladi. Menurutnya, adanya saksi dan anggota KPU yang tidak bersedia menandatangani rekapitulasi, tidak mempengaruhi hasil keabsahan dari rekapitulasi. Bahkan, kata Muladi,  kalau Ketua KPU sendiri tidak menandatangani, rekapitulasi  itu tetap sah menurut Hukum.

Hal itu kata Muliyadi, sejalan dengan pertaturan KPU Nomor 16 tahun 2010 tentang Pedoman Tata Cara Pelaksanaan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Oleh Panitia Pemilihan Kecamatan, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, dan Komisi Pemilihan Umum Provinsi, serta Penetapan Calon Terpilih, Pengesahan Pengangkatan dan Pelantikan.

BACA JUGA: