JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung memastikan lima terpidana mati dieksekusi akhir tahun 2014. Kelima terpidana berasal dari Lembaga Pemasyarakatan Tangerang dan Banten terkait kasus narkoba dan pidana lainnya.

Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Basyuni Masyarif mengatakan jika saat ini kelima terpidana hanya menunggu ketentuan yuridisnya. Basyuni sendiri tak mau mengungkap identitas kelima terpidana mati itu. "Saya lupa nama-nama mereka, yang pasti dua dari Tangerang dan sisanya dari Lapas lain." ujarnya.

Basyuni mengaku belum mengetahui tepatnya waktu pelaksanaan eksekusi terhadap lima terpidana mati tersebut. Namun Basyuni memastikan eksekusi akan dilakukan tahun ini.

Seperti diketahui, Kejaksaan Agung dalam agendanya akan mengeksekusi 10 terpidana setiap tahun. Untuk tahun ini lima terpidana yang dieksekusi merupakan sisa dari lima terpidana lainnya, yang belum dieksekusi tahun 2013. Sedangkan sebanyak 10 terpidana mati sudah dieksekusi selama 2012 di masa Jampidum Mahfud Manan.

Awal 2013, sudah lima terpidana mati dieksekusi. Kelima terpidana mati yang sudah dieksekusi, adalah Mohammad Abdul Hafeez asal Pakistan (perkara narkoba), Jurit dan Ibrahim (perkara pembunuhan). Lalu, Suryadi Swabuana alias Edi Kumis alias Dodi bin Sukarno (perkara pembunuhan) dan Adami Wilson alias Adam alias Abu. Eksekusi warga negara Malawi (perkara narkoba).

Jumlah terpidana mati sampai saat ini sebanyak 118 orang. Ini belum termasuk yang baru diputus di pengadilan negeri dan pengadilan tinggi se-Indonesia.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Tony T. Spontana mengatakan, Kejaksaan Agung selaku eksekutor akan mengeksekusi terpidana mati setelah upaya hukum lain telah dilakukan. Meskipun telah ada putusan MA, misalnya, tidak serta merta Kejaksaan Agung akan langsung mengeksekusi.

Mereka, kata Tony, masih punya hak untuk mengajukan peninjauan kembali hingga memohon grasi kepada presiden. Meskipun upaya hukum lain telah dilakukan, terpidana tidak bisa juga langsung dieksekusi. Dia akan diberi bimbingan psikologi, rohani, dan jaksa wajib memenuhi permintaan terakhir terpidana mati. "Saya tidak menyebut waktunya, namun yang jelas bisa lama untuk ke sana (eksekusi)," kata Tony di Kejagung beberapa waktu lalu.

Namun lembaga swadaya masyarakat yang konsen persoalan HAM seperti Kontras tetap menolak vonis hukuman mati. Penerapan hukuman mati kerap tidak sejalan dengan HAM. Kontras mencatat, lebih dari 130 terpidana mati [60 untuk kasus narkoba, 68 untuk kasus pembunuhan dan 2 orang untuk kasus terorisme] di Indonesia menunggu eksekusi selama 10 tahun bahkan lebih.

Koordinator Kontras Haris Azhar meminta pemerintah Indonesia melalui Kepemimpinan Presiden dan Wakil Presiden  Joko Widodo – Jusuf Kalla untuk memberlakukan kembali moratorium sebagai pintu masuk untuk penghapusan penerapan hukuman mati di Indonesia. Hal ini sebagaimana yang telah diamanatkan oleh PBB.

BACA JUGA: