JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengkritik tata aturan kewenangan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang bisa membatalkan kepemilikan sertifikat tanah yang telah diterbitkannya.  Celakanya lagi, pembatalan tersebut dapat dilakukan oleh BPN hanya dengan alasan administratif dan sepele, seperti bila BPN menganggap ada kesalahan dari pihak BPN saat menerbitkan sertifikat tersebut.

"Kebijakan tersebut semakin menambah daftar panjang ketidakpastian hukum di Indonesia," katanya, saat acara Dialog Publik dan Media tentang Efektifitas Penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden bagi Pendidikan Politik Masyarakat di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Salemba, Jakarta, Senin (14/10).

Padahal di dalam perundang-undangan, menurut Yusril, sertifikat yang dimiliki seseorang dianggap sah apabila kepemilikan atas rumah dan tanah sudah berlangsung selama lima tahun. "Kalau seperti ini aturannya, bagaimana nasib rumah yang saya dan anda miliki," kata pakar yang kini aktif sebagai pengacara itu.

Yusril sempat berseloroh dan membandingkan apa yang dilakukan BPN tidak ada bedanya apabila Kantor Urusan Agama (KUA) membatalkan surat nikah yang dimiliki oleh seseorang dengan pasangannya tanpa putusan pengadilan. Padahal, menurut Yusril, yang bisa membatalkan keputusan surat nikah adalah putusan Pengadilan Agama dan bukan KUA. "Kalau KUA bisa membatalkan surat nikah, kita nanti bisa dengan mudah dituduh kumpul kebo dengan istri sendiri," katanya.

Putusan tersebut, menurut Yusril, terjadi saat Badan Pertanahan Nasional dikepalai mantan Jaksa Agung Hendarman Supandji. Padahal dalam aturan sebelumnya untuk membatalkan sebuah sertifikat harus melalui keputusan pengadilan.

Berdasarkan penelusuran Gresnews.com, peraturan tentang mekanisme pembatalan sertifikat kepemilikan tanah itu diatur dalam  Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. Butir aturan lebih detil terdapat dalam Paragraf 3, Pasal 71. Berikut  kutipan pasal tersebut;

(1) Dalam hal di atas satu bidang tanah terdapat beberapa sertipikat hak atas tanah yang tumpang tindih, BPN RI melakukan perbuatan hukum pertanahan berupa pembatalan dan/atau penerbitan sertifikat hak atas  tanah, sehingga di atas bidang tanah tersebut hanya ada satu sertifikat hak atas tanah yang sah.

(2) Cacat hukum administrasi yang dapat mengakibatkan tidak sahnya suatu sertifikat hak atas tanah harus dikuatkan dengan bukti berupa:
a. putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; dan/atau
b. hasil penelitian yang membuktikan adanya cacat hukum administrasi; dan/atau
c. keterangan dari penyidik tentang adanya tindak pidana pemalsuan surat atau keterangan yang digunakan dalam proses penerbitan, pengalihan atau pembatalan sertifikat hak atas tanah; dan/atau
d. surat-surat lain yang menunjukkan adanya cacat administrasi.

(Yudho Raharjo/GN-02)

BACA JUGA: