JAKARTA, GRESNEWS.COM - Drama penyidikan kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik alias (E KTP) antara Setya Novanto sebagai tersangka dengan KPK sebagai lembaga yang menyidik kasus ini, berjalan semakin seru. Pasca penetapan sebagai tersangka untuk kedua kalinya, Setya Novanto selalu bermanuver dan mangkir dari pemanggilan KPK. Saat hendak dijemput paksa penyidik KPK, sang "Papa" malah menghilang.

Namun, Kamis (16/11) malam, Papa Novanto malah membuat berita yang bikin heboh. Dia mengalami kecelakaan saat hendak menuju kantor KPK untuk menjalani pemeriksaan. Sebelumnya KPK sempat menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) untuk Novanto, lantaran hingga malam hari, Novanto tak juga muncul. Novanto disebut mengalami kecelakaan di kawasan Jl Permata Hijau, Jakarta Selatan.

Video mobil Toyota Fortuner warna hitam dengan nopol B 1732 ZLO, yang ditumpangi oleh Setya Novanto dalam kondisi ´masih menempel´ tiang listrik viral dan tersebar di berbagai grup chating. Mobil tersebut terlihat remuk di bagian depan. Bumper nyaris copot dan ban sebelah kanan nyaris lepas dari velg.

Novanto pun langsung dilarikan ke RS Medika Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Peristiwa kecelakaan dan keberadaan Novanto di rumah sakit dibenarkan oleh pengacaranya, Fredrich Yunadi. Dia menyebut Novanto mengalami luka parah di bagian kepala. "Benjol besar kepalanya, tangannya berdarah semua. Benjol seperti bakpao," ujar Fredrich di RS Permata Hijau, Jaksel, Kamis (16/11).

Fredrich mengatakan, Novanto mengalami kecelakaan saat perjalanan menuju stasiun televisi dan pertemuan dengan DPD I Golkar sebelum ke KPK. Saat kecelakaan, Fredrich langsung menuju RS untuk menemui kliennya. "Saya ditelepon segera ketemu ke Metro TV, tapi di perjalanan kecelakaan, mobil itu hancur," kata Fredrich

Hingga Jumat (17/11) dini hari, Novanto diketahui masih dirawat di Lantai 3 RS Medika Permata Hijau akibat kecelakaan tersebut. Ditlantas Polda Metro Jaya pun segera menurunkan tim untuk melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di lokasi kecelakaan Setya Novanto.

Olah TKP selesai dilakukan pada Kamis (16/11/2017) menjelang tengah malam. Polisi menggunakan kapur putih dalam menandai titik-titik kecelakaan. "Ban depan sebelah kanan menabrak trotoar," kata salah satu petugas sambil melingkari dengan menambahkan angka satu.

Kemudian, saat melingkari dengan kapur dan menambahkan angka dua, polisi menyebut itu sebagai tanda mobil Novanto menyerempet pohon yang ada di kanan jalan. Petugas lantas kembali melingkari dan menyebut saat itu mobil Novanto menabrak tiang lampu. Sampai akhirnya petugas juga melingkari serpihan-serpihan mobil Novanto yang berada di lokasi.

Sisa-sisa bagian, seperti pecahan kaca dan potongan velg dari mobil Toyota Fortuner B-1732-ZLO, itu kemudian dibawa oleh petugas. Tidak ada keterangan dari petugas setelah melakukan olah TKP kecelakaan.

Penyidik KPK pun harus kembali "bersabar" untuk bisa memeriksa Novanto. Upaya mereka untuk memeriksa kondisi Setya Novanto di ruang perawatan RS Medika Permata Hijau, Jakarta, belum terlaksana. Suster tidak mengizinkan pemeriksaan karena dokter jaga yang menangani Novanto sudah pulang.

"Tadi datang dokter KPK minta izin periksa Pak Setnov, suster bilang tidak bisa, harus izin dokter rawat. Akhirnya saya ikut menekankan (ke tim KPK), kalau Anda dokter, tahu kode etik dokter. Tunggu dokternya, jangan tanya perawat," kata pengacara Novanto, Fredrich Yunadi, kepada wartawan di RS Medika Permata Hijau, Jumat (17/11) dini hari.

Fredrich memprotes aksi tim KPK yang dinilai memaksa melakukan pemeriksaan. Padahal, kata Fredrich, tertulis jelas pemberitahuan mengenai kondisi Novanto yang memerlukan istirahat.
"Padahal di depan ada tulisan sangat jelas dari dokter, pengumuman ´pasien perlu istirahat untuk penyakitnya dan belum dapat dibesuk´," sambungnya.

Dalam perawatan di RS, Novanto, menurut Fredrich, ditangani dokter Bimanesh. Dokter ini, kata Fredrich mengutip keterangan suster, akan kembali bertugas pagi nanti pukul 07.00-08.00 WIB. "(Bimanesh) beliau mantan kombes polisi, mantan dokter dari RS Polri, tapi baru pensiun. Beliau yang berikan indikasi (Novanto) tidak bisa dibesuk," kata Fredrich.

Selain itu, Fredrich menegaskan, kewenangan membuka rekam medis berada di tangan dokter. Dokter, sambungnya, memegang kode etik soal kondisi kesehatan pasien. "Rekam medis hanya bisa dibuka dokter yang menangani dan izin pasien," kata dia.

KPK sebelumnya menyebut pihak manajemen RS Medika Permata Hijau tidak dapat ditemui. Padahal KPK membutuhkan koordinasi terkait dengan kondisi Setya Novanto. Sayangnya, penyidik KPK tidak menemukan adanya dokter jaga di lokasi. Selain itu, pihak manajemen RS tak ada yang bisa ditemui.

"Penyidik tidak menemukan dokter jaga tersebut di lokasi dan pihak manajemen RS tidak dapat ditemui dan memberikan informasi dan akses malam ini," kata juru bicara KPK Febri Diansyah secara terpisah.

Febri pun meminta pihak RS tidak mempersulit kinerja penyidik KPK. Pengecekan kondisi Novanto ini merupakan bagian dari proses penyidikan. "Pihak manajemen RS kami harapkan tidak mempersulit kerja penyidik KPK di lokasi. Sejauh ini ada informasi yang kami terima, pihak-pihak tertentu tidak kooperatif," katanya.

JADI DPO - KPK memang sempat melayangkan surat ke Polri untuk meminta agar tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP Setya Novanto masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Namun karena kini keberadaan Novanto sudah jelas, sepertinya Polri tak akan menerbitkan DPO atas nama Novanto. Sekjen Partai Golkar Idrus Marham juga menjaminNovanto akan bersikap kooperatif.

"Karena orangnya ada, ngapain dicari, kan sudah ada, tinggal kondisinya saja," kata Idrus di RS Medika Permata Hijau, Jakarta Selatan, Kamis (16/11).

Idrus mengaku tidak bisa menanggapi lebih jauh soal status DPO Ketua DPR itu. Namun Idrus mengatakan Novanto memang sedang menuju KPK sebelum kecelakaan. "Kan Pak Novanto sedang menuju ke sana. Saya nggak bisa menanggapi, Pak Novanto pasti akan kooperatif di dalam mengikuti proses hukum dan saya sering sampaikan bahwa dia akan hormati proses hukum," ujarnya.

KPK sebelumnya resmi mengirimkan surat permohonan status DPO Novanto itu ke Polri. Surat tersebut baru saja dikirimkan. "Pimpinan KPK mengirimkan surat pada Mabes Polri dan Interpol dan memasukkan nama yang bersangkutan dalam daftar pencarian orang," kata Febri Diansyah.

Keputusan mengirimkan permintaan status DPO itu diambil setelah pimpinan KPK menggelar rapat. Rapat membahas mengenai situasi terakhir bahwa Novanto tak datang ke KPK.

Sementara itu, dari DPR, Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Adies Kadir merespons cepat terkait perkembangan kasus Ketua DPR Setya Novanto dengan melakukan rapat pimpinan guna menghimpun suara setiap fraksi. Hingga akhirnya diputuskan MKD mengambil sikap menunggu proses hukum yang saat ini tengah berjalan.

"Mari kita sama-sama menghormati proses hukum yang ada dan sedang dibahas. Tidak ada maksud tidak percaya dari DPR kepada Novanto," kata Adies, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (16/11) seperti dikutip dpr.go.id.

Dalam rapat yang berlangsung selama tiga jam, Adies menjabarkan telah terjadi perdebatan diantara fraksi dalam mengambil sikap terkait Setya Novanto, meski pada akhirnya MKD memutuskan akan mengambil sikap sesuai dengan UU MD3. "Ada beberapa kawan dari fraksi lain yang menanyakan masalah Setnov. Memang dari jam 1 sampai jam 3 ini kami mengadakan rapat telah terjadi perdebatan yang dinamis," ungkap Adies.

Politisi Partai Golkar ini menuturkan MKD tidak akan mengambil sikap jika status Setya Novanto masih berstatus tersangka. Karena itu, DPR sangat tidak ingin melangkahi proses hukum yang kini sedang berjalan. "Karena kasus tersebut masih ditangani aparat, jadi sesuai UU MD3 kami menunggu penanganan kasus dari aparat penegak hukum tersebut. Kemudian apa hasil dari aparat penegak hukum tersebut yang akan ditindaklanjuti," terang Adies.

Sikap praduga tidak bersalah harus dijalankan selama proses hukum Setya Novanto masih berjalan. DPR tegaskan tidak akan ikut campur dalam proses penegakan hukum tersebut. Namun, masyarakat diminta untuk tidak gegabah dalam menyikapi kasus Setya Novanto ini.

Sementara itu, Ketua Pansus Angket KPK DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan pihaknya akan memanggil KPK dalam masa persidangan II tahun 2017-2018. Pemanggilan ini untuk yang kedua kalinya dan diharapkan lembaga anti rasuah tersebut akan bersikap kooperatif.

"Kami tidak membatasi limit waktu, tetapi diharapkan KPK bisa hadir pada masa persidangan ke II ini yang akan berakhir pada tanggal 13 Desember 2017," ucap Agun, dalam jumpa pers, Kamis (16/11).

Ketika ditanya wartawan apakah Pansus Angket akan menggunakan haknya melakukan pemanggilan paksa, atau hanya menunggu sikap KPK yang terkait dengan gugatan di Mahkamah Konstitusi, Agun menegaskan pemanggilan KPK tidak perlu dikait-kaitkan dengan kejadian yang sedang berkembang sekarang ini.

"Ada kejadian atau tidak, Pansus tetap akan bekerja. Kok ada kesan sepertinya akan cepat-cepat, karena masa sidang ini sangat singkat. Sederhana saja, normatif saja," tandasnya.

Ia menegaskan lagi bahwa KPK akan bersikap kooperatif untuk memenuhi panggilan Pansus. Apalagi panggilan tersebut baru yang kedua kalinya. "Pansus akan menjalankan segala kewenangannya berdasarkan ketentuan Undang-Undang. Ini panggilan yang kedua, kami tidak mau berandai-andai untuk kegiatan yang belum pasti. Meski demikian tetap harus ada limit waktu dan diharapkan pada masa sidang ke II ini sudah bisa selesai," ujar Agun.

GOLKAR GOYANG - Terbelitnya Setya Novanto dalam kasus hukum ini membuat kondisi di internal Partai Golkar kembali goyang.  Wapres Jusuf Kalla bereaksi keras menyusul menghilangnya Setya Novanto di tengah kejaran KPK. Menurut JK, Golkar harus segera menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) untuk mencari pengganti Novanto sebagai Ketum Golkar.

"Ya itu tergantung Golkar lah. Tapi harus segera," ujar JK di sela menghadiri Rakernas NasDem di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (16/11/2017).

JK menyatakan ini saat ditanya soal Munaslub Golkar usai Novanto menghilang. Menurut JK, harus ada yang memimpin Golkar. Untuk itu pergantian ketum disebutnya sangat mendesak.

"Harus ada yang pimpin Golkar. Harus segera. Kalau tidak, masa kapten menghilang tidak diganti kaptennya? Masa menghilang. Harus ada pemimpin baru yang muncul," tegas Ketum Golkar periode 2004-2009 itu.

JK meminta agar semua kader Golkar untuk tetap solid. Dia juga mengingatkan Novanto untuk taat pada hukum meski menjabat sebagai Ketua DPR. "Harus tetap solid, tapi pimpinan harus tetap taat pada hukum. Dan baru dapat dipercaya oleh masyarakat. Kalau lari-lar gini mana bisa dipercaya oleh masyarakat?" tukas JK.

Menanggapi permintaan JK ini, Idrus Marham menyebut pihaknya memperhatikan usulan itu meski ada mekanisme-mekanisme yang harus dilakukan bila ingin mengadakan munaslub.

"Jadi begini, saya sampaikan juga memang di atas tadi bahwa pikiran-pikiran yang ada apakah itu dari para senior maupun dari kader-kader atau pengurus, karena kita partai yang demokratis, kita perlu perhatikan usulan-usulan itu," ujar Idrus.

Golkar sendiri tengah menggelar rapat bersama DPD I Golkar di Hotel Mandarin, Jakpus, Kamis (16/11). Hanya saja, menurut Idrus, untuk pelaksanaan munaslub harus sesuai AD/ART. "Pelaksanaannya itu harus dilakukan dalam kerangka penegakan aturan dan sistem aturan. Mari pikiran-pikiran yang ada, usulan-usulan yang ada, aspirasi yang ada kita rangkai dengan aturan atau sistem Partai Golkar," tuturnya.

Saat ditanya apakah ada dari DPD I yang mendorong usul munaslub, Idrus tak menjawab gamblang. Dia menyampaikan Golkar tetap solid meski ada kasus Novanto, yang saat ini menjadi tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP. "DPD ini yang kuat, gonjang-ganjing apa pun di pusat, mereka tetap menang. Itu faktanya. Dan itu mereka sampaikan seperti itu tadi," sebut Idrus.

"Dan berdasarkan konstitusi partai yang memiliki kewenangan yang diatur dalam pasal 32 terkait dengan perubahan kepemimpinan, munas, itu yang memiliki kewenangan pimpinan provinsi Partai Golkar se-Indonesia," lanjutnya.

Dari 34 pimpinan DPD I Golkar, ada enam yang tidak hadir. Dua di antaranya adalah Ketua DPD Sulsel Golkar Nurdin Halid dan Ketua DPD Jabar Golkar Dedi Mulyadi. "Saya kira Dedi nggak hadir. Nurdin Halid nggak ada karena persiapan deklarasi besok dan mereka melakukan suatu pawai dari kabupaten ke kabupaten dan itu memakan waktu 2-3 hari," urai Idrus menjelaskan alasan Nurdin Halid, yang merupakan Ketua Harian Golkar, tak hadir dalam rapat DPD I.

Dalam rapat DPD I Golkar, Idrus menyebut tak ada pembahasan khusus soal kasus Novanto. Rapat DPD I Golkar, menurut Idrus, lebih banyak membahas konsolidasi internal. "Saya kira Golkar ini di dalam merespons sesuatu itu, itu yang lebih permanen. Yang lebih pada penataan internal partai karena bagi kita kalau kita ingin menang, kita harus solid. Kalau kita ingin solid, harus ada soliditas. Saya kira itu kunci dan mereka membahas implementasinya itu," bebernya. (dtc)

BACA JUGA: