JAKARTA, GRESNEWS.COM - Meski dua pimpinannya resmi dijadikan tersangka oleh kepolisian dengan sangkaan menerbitkan surat pencegahan palsu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pantang mundur dalam menghadapi perlawanan dari Ketua DPR Setya Novanto. KPK secara resmi akhirnya mengumumkan penetapan kembali "Papa" Setnov menjadi tersangka terkait dugaan korupsi e-KTP.

KPK mengumumkan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP pada Jumat (10/11). Ini merupakan kedua kalinya KPK menjerat Novanto setelah kalah melalui praperadilan.

Surat perintah penyidikan atas nama Novanto diterbitkan KPK pada 31 Oktober 2017. Novanto disangka terlibat tindak pidana korupsi pengadaan e-KTP bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus, Irman, dan Sugiharto. "SN disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

Sebelumnya pada Juli 2017, KPK pernah menetapkan Novanto sebagai tersangka dalam perkara tersebut. Namun Novanto mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Hakim tunggal Cepi Iskandar yang mengadili gugatan praperadilan itu mengabulkan sebagian permohonan Novanto. Status tersangka Novanto pun lepas.

Vonis praperadilan itu dibacakan pada 29 September 2017. Saat itu, Cepi menyebut KPK tidak bisa menggunakan bukti-bukti pada tersangka sebelumnya untuk menjerat Novanto.

Namun KPK kembali mengatur strategi. KPK mengulang proses penyelidikan kasus itu untuk menjerat Novanto. Akhirnya, Novanto pun kembali dijerat KPK. Novanto disangka melanggar melakukan korupsi bersama-sama dengan tersangka lain yang sudah ditetapkan yaitu Irman, Sugiharto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Anang Sugiana Sudihardjo, dan Markus Nari.

KPK menegaskan sudah mengantongi bukti yang cukup dalam mentersangkakan kembali Setya Novanto. Selain bukti lama, penyidik KPK sudah mengumpulkan bukti baru.

"Ada sejumlah bukti yang sudah ada sebelumnya. Ada bukti-bukti baru yang juga kita dapatkan sehingga syarat bukti permulaan yang cukup itu sudah terpenuhi," ucap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah.

Dalam praperadilan sebelumnya, salah satu aspek yang dipatahkan oleh hakim tunggal Cepi Iskandar adalah soal alat bukti. Namun KPK menegaskan bukti yang dipersoalkan di praperadilan tidak menguji substansinya, melainkan hanya aspek formal.

Dengan begitu, KPK masih yakin akan alat bukti yang sudah ada sebelumnya. Hanya, memang ada proses yang harus dilewati lebih dulu untuk memenuhi aspek formal yang disyaratkan.

"Bahkan dalam proses penyelidikan sejumlah pihak juga kita lakukan permintaan keterangan dan kita sudah memiliki bukti-bukti untuk meningkatkan ke penyidikan. Jadi ada beberapa bukti baru yang kita dapatkan," kata Febri.

"Ya, bukti permulaan yang cukup yang disyaratkan oleh undang-undang itu sudah kita dapatkan. Dan tentu saja ketika proses penyidikan itu dilakukan kami yakin dengan kekuatan bukti yang dimiliki KPK," tegasnya kemudian.

Usai penetapan kembali Setnov sebagai tersangka, KPK akan segera memanggil Novanto untuk diperiksa dengan status sebagai tersangka. "Soal kapan akan ada pemeriksaan tersangka tentu akan ada pemeriksaan tersangka nantinya," ucap Febri Diansyah.

Soal persiapan panggilan ini, KPK juga sudah mempelajari UU MD3 yang sebelumnya menjadi sangkalan Novanto untuk tidak hadir memenuhi panggilan pemeriksaan oleh KPK dalam kasus e-KTP. KPK memastikan soal pemanggilan Novanto.

"Kami juga sudah pelajari UU MD3 tentang dibutuhkannya izin presiden atau tidak terkait pemanggilan saksi. Tapi kami pastikan akan ada pemanggilan tersangka untuk melakukan proses pemeriksaan," tegas Febri.

KEWENANGAN KPK - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut penetapan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka dugaan korupsi e-KTP merupakan kewenangan KPK. JK yakin KPK menangani kasus korupsi sesuai dengan alat bukti yang dikantongi.

"Biasa saja kan, ini kan tugas KPK untuk memberantas korupsi. Kalau memang ada kemudian buktinya tentu KPK yang menanganinya," kata JK kepada wartawan usai membuka Muktamar Dewan Masjid Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Sabtu (11/11).

Soal dampak politik terkait status Novanto sebagai tersangka, JK menolak berkomentar. "Saya bukan pengurus Golkar lagi," sambungnya.

Sementara itu, Sekjen Golkar Idrus Marham menyebut pengurus partai di daerah langsung menghubungi Setya Novanto seusai pengumuman tersangka e-KTP oleh KPK. Menurut Idrus, pengurus daerah solid memberikan dukungan kepada Novanto.

"Banyak sekali DPD, provinsi yang telepon, berikan dukungan sepenuhnya. Ya berikan apa namanya semangat, tetap Golkar, tetap solid, Golkar tetap akan melakukan kegiatan-kegiatan," kata Idrus di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jaksel, Jumat (10/11).

Idrus menerangkan pengurus daerah saat ini tetap fokus mencapai target yang telah ditetapkan partai. Program-program kepartaian pun, menurut Idrus, tetap berjalan seperti biasa.

"Golkar tetap fokus pada target-target politik, pencapaian target politik yang telah ditentukan sebelumnya dan demikian juga ke depan ya kita juga tetap akan jalan ya," terangnya.

Idrus lantas mencontohkan program kepartaian yang akan tetap berjalan, seperti jalan santai di Makassar, Nusantara Memasak, dan beberapa program lain. Semua program itu digelar dalam rangka memperingati HUT Golkar ke-53.

"Ya misalkan kita akan melakukan jalan santai di Makassar pada tanggal 19, ada Nusantara Memasak, ada pekan kreativitas. Setelah itu, kita akan melakukan melakukan Indonesia berselawat di beberapa daerah. Kemudian juga ada peduli rakyat, Golkar peduli rakyat di beberapa daerah, ini tetap jalan sampai pada saatnya ia puncak partai Golkar ke-53 dirangkaikan dengan Indonesia berselawat pada akhir bulan itu tetap jalan," tuturnya.

Rapat kerja nasional pun, sambung Idrus, akan tetap digelar. Dalam rapat tersebut, Golkar akan memantapkan strategi dalam menghadapi momen politik pada 2018 dan 2019.

"Bahkan rapat kerja nasional yang sudah ditentukan sebelumnya tetap jalan dan di dalam rapat kerja nanti itu kita fokuskan tentang bagaimana strategi pemenangan pilkada, pileg, dan pilpres kita akan lebih tajam lagi sehingga target-target politik target kita dipilih itu 120 kursi minimal dan juga kemenangan Jokowi minimal 65% itu semua akan tetap jalan. Tidak ada masalah. Insyaallah tidak ada masalah. Tidak ada masalah, semua jalan," imbuhnya.

Pada kesempatan terpisah, Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyerahkan masalah penetapan kembali Setnov sebagai tersangka oleh KPK tersebut pada proses hukum yang berjalan. "Kami menghargai semua proses hukum dan kami serahkan proses hukum itu," ujar Fadli di sela kunjungan kerjanya di Wina, Austria, Sabtu (11/11).

Fadli mengaku kurang begitu tahu terkait substansi kasus yang menjerat Novanto. Alasannya, kasus korupsi e-KTP terjadi pada periode sebelum ia menjadi anggota DPR. "Sudah 6 atau 7 tahun lalu. Saya secara substansi tidak terlalu tahu apa yang sebetulnya terjadi. Kami serahkan saja pada proses yang ada. Bagaimana mekanisme hukum nanti bisa memberikan keadilan bagi semua pihak," tambahnya. (dtc)

BACA JUGA: