JAKARTA, GRESNEWS.COM - Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta ternyata mempertimbangkan bahwa Surat Keputusan Menteri Pemuda dan Olahraga RI Nomor 01307 Tahun 2015 tanggal 17 April 2015 tentang pengenaan sanksi administratif berupa kegiatan keolahragaan PSSI tidak diakui (dikenal dengan SK Pembekuan PSSI), tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan umum dalam rangka pembangunan yang mengharuskan dilaksanakannya keputusan itu. Bahkan dengan dilaksanakannya SK Menpora tentang pembekuan PSSI akan berdampak pada pihak-pihak yang terkait dengan sepakbola Indonesia baik pemain, pelatih, wasit, supporter, dan masyarakat akan kehilangan masa depan industri sepakbola yang sedang dalam percepatan pembangunan, apalagi apabila sepakbola Indonesia terkena sanksi FIFA.

Majelis hakim yang terdiri dari Ujang Abdullah (ketua), Indaryadi, dan Haryati, berpendapat, "Terhentinya kegiatan kompetisi ISL, Divisi Utama, Divisi I, II, dan persiapan Tim Nasional akan menimbulkan kerugian yang demikian besar bagi penggugat (PSSI), PT Liga Indonesia, Klub Sepak Bola, pemain, pelatih, wasit, supporter, dan masyarakat yang selama ini mempunyai mata pencaharian dari kegiatan sepakbola dan kerugian tersebut akan sangat sulit dikembalikan dalam keadaan semula serta tidak sebanding dengan manfaat bagi kepentingan yang akan dilindungi oleh pelaksanaan keputusan objek sengketa yaitu tidak dilaksanakannya rekomendasi BOPI tentang larangan klub Persebaya Surabaya dan Arema Cronus ikut dalam Kompetisi ISL Tahun 2015."

"Mengabulkan permohonan penggugat," demikian penetapan hakim PTUN Jakarta Nomor 91/G/2015/PTUN-JKT tertanggal Senin, 25 Mei 2015 dalam perkara gugatan PSSI terhadap SK Menpora tentang pembekuan PSSI, yang salinannya dipublikasikan oleh pssi.org.

Dalam penetapan itu PTUN Jakarta memerintahkan Kemenpora untuk menunda pelaksanaan SK tentang pembekuan PSSI.

Pertimbangan hakim dalam penetapan tersebut sebagian besar mematahkan alasan Kemenpora. Menarik untuk disimak bagaimana pertimbangan hakim dalam kasus ini terutama bagaimana kriteria tentang istilah "keadaan mendesak" dalam terminologi hukum.

Menurut hakim, pengertian keadaan mendesak adalah jika kerugian yang akan diderita PSSI sebagai penggugat akan sangat tidak seimbang dibanding dengan manfaat bagi kepentingan yang akan dilindungi oleh SK Menpora. Hakim mengacu kepada Buku Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara.

Mengapa SK Menpora ditetapkan untuk ditunda pelaksanaannya? Hakim menyatakan hal yang intinya adalah, pertama, FIFA telah menerbitkan surat yang memuat apabila sampai 29 Mei 2015 SK Menpora tidak dicabut maka Indonesia akan terkena sanksi FIFA. "Sehingga akibat keputusan tata usaha negara yang digugat tersebut mengandung jangka waktu dan paksaan bahwa sepakbola Indonesia akan terancam sanksi FIFA."

Kedua, adanya larangan bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan kepolisian untuk memberi izin, bantuan, dan fasilitas bagi penyelenggaraan kegiatan kompetisi yang dilakukan PSSI serta terbentuknya Tim Transisi maka hal itu terkait dengan tindakan faktual berupa penghentian kegiatan kompetisi sepakbola.

Dalam perkara ini, pihak Kemenpora berargumen bahwa jika pelaksanaan SK pembekuan PSSI ditunda maka persiapan Tim Nasional dalam menghadapi SEA Games 2015 menjadi tertunda dan akan sangat merugikan kepentingan nasional dan kompetisi ISL telah dihentikan oleh PT Liga Indonesia pada 12 April 2015 berdasarkan keputusan Komite Eksekutif PSSI.

Namun argumen ini dipatahkan hakim. "Merupakan alasan yang tidak berdasar menurut hukum karena persiapan Tim Nasional tersebut sudah merupakan tugas yang dijalankan oleh PSSI sedangkan kompetisi ISL memang sudah tidak dapat lagi terlaksana sejak adanya larangan bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan kepolisian untuk memberi izin, bantuan, dan fasilitas bagi penyelenggaraan kompetisi. Sehingga keputusan (Menpora) tersebutlah yang dapat mengganggu kepentingan sepakbola nasional apalagi apabila sanksi FIFA benar-benar terjadi."

Merespons penetapan PTUN Jakarta itu, Juru Bicara Kemenpora Gatot S Dewa Broto mengatakan putusan sela itu lazim di PTUN. "Tapi proses peradilan akan terus berjalan. Karena belum keputusan final," kata Gatot kemarin di Jakarta.

Dia menambahkan, konsekuensi dari penetapan itu adalah untuk sementara Tim Transisi tidak mengadakan rapat dulu. "Ya, kami wait and see karena pembekuan ditangguhkan. Dua minggu berikutnya ada sidang inkracht," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Legal PSSI Aristo Pangaribuan menyatakan pihaknya akan langsung berkomunikasi dengan FIFA. "Keberlakuan SK itu ditunda dalam artian status PSSI kembali ke awal untuk tetap mengurus sepakbola Indonesia. Saya berterima kasih kepada peradilan yang dengan objektif mendengarkan dan melihat gugatan kedua belah pihak," kata Aristo.

Dari aspek politik terdapat perkembangan kemarin, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Menpora Imam Nahrawi mencabut SK pembekuan PSSI.

Sementara Presiden Jokowi belum berkomentar secara spesifik tentang putusan PTUN Jakarta itu. Jokowi hanya normatif berkata melalui Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto. "(Presiden) mendukung langkah-langkah yang diambil Kemenpora."

Perkara tata usaha negara antara PSSI vs Menpora kali ini memang berbeda perjalanannya dengan ketika PSSI zaman Nurdin Halid melawan Menpora Andi Mallarangeng. Ketika itu hakim PTUN Jakarta juga mengeluarkan penetapan tapi intinya mengabulkan permohonan pencabutan gugatan perkara oleh pihak PSSI. Saat itu PSSI yang mulai menggugat Menpora dan PSSI jugalah yang "mengakhiri" dengan mencabut gugatan. Semua itu termuat dalam penetapan PTUN Jakarta nomor 81/G/2011/PTUN-JKT yang dikeluarkan majelis hakim yang dipimpin Yodi Martono Wahyunadi. (dtc)

BACA JUGA: