JAKARTA, GRESNEWS.COM - Lagi-lagi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronika (UU ITE) memakan korban. Kali ini adalah Drs. Muh Arsad, MM, mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kepulauan Selayar yang dilaporkan oleh Bupati Kepulauan Selayar ke Polres Kepulauan Selayar atas dugaan tindak pidana penghinaan dengan tulisan dan atau perbuatan yang tidak Menyenangkan.

Arsad dipidanakan gara-gara mengirim sebuah pesan short message service (SMS) kepada Bupati Selayar Drs. H. Syahrir Wahab. Dalam laporan polisi No. LP/ 274/ X/ 2013/ SPKT, tanggal 7 Oktober 2013, dinyatakan Arsad telah mengirim SMS dari nomor HP milik bupati dengan pesan berbunyi: "Yang Terhormat Pak Bupati… Menurut info teman teman dari MK Perkara Pilkada Selayar No. 73/PHPU-D-VIII/ 2010, tertanggal 08 Agustus 2010 termasuk dalam kelompok berkas yang ditandatangani P’ Akil Muchtar dan siap investigasi".

SMS inilah yang dianggap Syahrir mencemarkan nama baik bupati. Dalam kasus ini, PN Selayar menjatuhkan pidana 1 tahun penjara kepada Arsad yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Makassar dan kemudian kasasi dari Arsad ditolak oleh Mahkamah Agung.

Sikap MA yang menolak kasasi Arsad ini dikritik Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Peneliti senior ICJR Anggara Suwahju menilai, sikap MA yang menolak kasasi Arsad sangat disayangkan. Pasalnya, putusan PN Selayar memiliki kesalahan serius terkait dengan penerapan Pasal 27 Ayat (3) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Sebuah SMS yang dikirimkan kepada seseorang, dalam pandangan ICJR, tidak masuk dalam kualifikasi di muka umum sebagai salah satu syarat penting dalam tindak pidana Penghinaan. Anggara mengatakan, sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No 50/PUU-VI/2008 tertanggal 4 Mei 2009 tentang Pengujian UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE terhadap UUD 1945, Pasal 27 Ayat (3) UU ITE harus dibaca senafas dengan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP.

Kedua pasal terkait penghinaan dan pencemaran nama baik di KUHP itu mensyaratkan dua hal. Pertama, adanya "niat kesengajaan untuk menghina" atau "animus injuriandi". Kedua, perbuatan penghinaan itu dilakukan di muka umum.

"Tindakan pengiriman sms dari Arsad ke Bupati Selayar bukanlah tindakan yang dapat dikualifikasi sebagai "di muka umum" melainkan tindakan yang bersifat komunikasi privat yang tidak bisa dijerat oleh ketentuan penghinaan dalam KUHP dan juga UU ITE," kata Anggara kepada Gresnews.com, Jumat (29/5).

ICJR, kata dia, juga masih meragukan apakah ada niat kesengajaan untuk menghina dari Arsad terkait dengan pengiriman sms tersebut. ICJR juga menyatakan keprihatinan yang mendalam atas tindakan penahanan terhadap Arsad yang dimulai sejak di Kejaksaan Negeri Selayar dari  5 Juni 2014 hingga proses kasasi di Mahkamah Agung yang memakan waktu 295 hari.

"ICJR memandang bahwa penahanan terhadap Arsad di setiap tingkatan proses peradilan pidana adalah tindakan eksesif yang tidak dibenarkan menurut hukum," tegas Anggara.

ICJR juga menagih janji Menteri Komunikasi dan Informatika yang sejak 2009 telah berjanji untuk melakukan revisi terhadap UU ITE. "Sampai saat ini ICJR tidak melihat keseriusan Menteri Komunikasi dan Informatika untuk melakukan revisi atas UU ITE," ujar Anggara.

ICJR mendorong agar Menteri Komunikasi dan Informatika mencabut semua tindak pidana di UU ITE yang pada pokoknya sudah diatur dalam KUHP. "ICJR juga menyerukan agar Mahkamah Agung segera memberlakukan moratorium penjatuhan pidana penjara atas kasus-kasus pidana penghinaan," pungkasnya.

BACA JUGA: