JAKARTA, GRESNEWS.COM - Lima tahun sudah tidak ada lagi rekrutmen hakim, hingga kini timbul krisis hakim. Jumlah hakim semakin menyusut, begitu pula kualitas dari penjaga hukum itu. Akar dari tidak dilaksanakannya rekrutmen calon hakim dikarenakan belum ada payung hukum yang mengatur pembiayaan pendidikan hakim. Terkait hal ini, pada 2009 terdapat tiga undang-undang yang mengatur rekrutmen hakim, yaitu UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum, UU Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, dan UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Ketiga UU ini mengatur perluasan kewenangan Komisi Yudisial (KY) untuk merekrut hakim bersama dengan Mahkamah Agung (MA). Kewenangan ini harus dituangkan dalam peraturan bersama kedua lembaga tersebut.

Komisioner KY Taufiqurrohman Syahuri mengatakan draf peraturan bersama antara KY dan MA berjumlah dua buah. Draf pertama terkait dengan tahapan perekrutan hakim dari seleksi dasar hingga wawancara dan memasuki tahap pendidikan hakim. Untuk pendidikan hakim diperlukan dana. Karena itu MA dan KY membuat draf kedua tentang peraturan presiden terkait pembiayaan pendidikan hakim.

"Kalau presiden mau tanda tangan untuk nomenklatur tersebut maka pendidikan hakim bisa dijalankan," ujar Taufiq saat ditemui di ruangannya, Gedung KY, Jakarta, Rabu (4/1).

Ia menjelaskan dana untuk pendidikan hakim sebenarnya ada. Tapi dana yang tersedia hanya untuk hakim dengan status pegawai negeri sipil (PNS). Dalam draf peraturan bersama antara KY dan MA, hakim bukan lagi berstatus PNS melainkan pejabat negara. Sehingga presiden perlu mengeluarkan payung hukumnya. Pihak KY pun sudah bertemu Presiden Jokowi dan menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi terkait hal ini. Draf antara MA dan KY menurutnya juga sudah disetujui dan menunggu tandatangan kedua pimpinan lembaga.

Menurutnya, jika MA tidak mau menandatangani draf kedua tersebut tentu akan memperlambat rekrutmen seleksi hakim. Ia menyindir rekrutmen hakim bisa dipercepat kalau dalam gugatan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), nomenklatur KY dicoret dalam rekrutmen hakim. Sehingga MA bisa melakukan rekrutmen hakim tanpa melibatkan KY.

Berbeda dengan KY yang menilai draf peraturan bersama antara KY dan MA hanya tinggal menunggu tandatangan kedua lembaga, juru bicara MA Suhadi berbicara lain. Suhadi malah mengatakan KY dan MA belum menemukan cara pembayaran pendidikan calon hakim setelah rekrutmen. Sebab saat ini hakim tidak masuk dalam kategori PNS tapi pejabat negara.

"Syarat hakim diajukan oleh MA pada presiden setelah dia ikuti pendidikan hakim. Lalu ada sertifikasi selama 2,5 tahun. Dalam waktu itu belum ada payung hukumnya. Kita belum tahu apakah payung hukumnya bisa dilakukan dengan presiden mengeluarkan peraturan pemerintah atau peraturan presiden sejak keluarnya tiga buah UU pada 2009," ujar Suhadi saat dihubungi Gresnews.com, Rabu (4/1).

Ia menjelaskan tiga UU yang disahkan pada 2009 belum ada aturan pelaksanaannya. MA telah berkomunikasi dengan menteri pendayagunaan apatur negara dan reformasi birokrasi, tapi mereka mengatakan persoalan tersebut bukan lagi tugasnya lantaran hakim bukan lagi PNS.

Lalu MA juga sudah mencoba mendekati kementerian keuangan tapi mereka menyatakan bisa mengeluarkan kuota ketika ada payung hukumnya. Sekitar selama setahun belakangan MA memperjuangkan payung hukum tersebut dan belum mendapatkan kepastian. Sehingga MA belum mau menandatangani draf peraturan bersama dengan KY.

Saat dikonfirmasi kebuntuan payung hukum tersebut membuat sejumlah hakim yang tergabung dalam IKAHI yang juga representasi hakim MA mengajukan gugatan norma ke MK, ia membantahnya. Sebab menurutnya tidak ada kaitannya antara MA dengan gugatan yang diajukan IKAHI soal rekrutmen hakim. Gugatan yang diajukan IKAHI ranahnya lebih pada karir organisasi hakim.

Sebelumnya, berdasarkan berkas yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (31/3), pemohon yang terdiri dari pengurus Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) diantaranya Imam Soebechi, Suhadi, Abdul Manan, Yulius, Burhan Dahlan, dan Soeroso Ono menggugat sejumlah pasal dalam sejumlah undang-undang. Diantaranya Pasal 14 A ayat (2) UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang peradilan umu, Pasal 13A ayat (2) UU Nomor 50 tahun 2009 tentang peradilan agama, dan UU nomor 51 Tahun 2009 tentang peradilan tata usaha negara.

Dalam berkas tersebut, ketentuan yang mengatur kewenangan KY untuk mengangkat hakim tersebut digugat karena dianggap Mahkamah Agung (MA) yang paling berwenang merekrut hakim sebagai lembaga yang merdeka menurut UUD 1945.

BACA JUGA: