JAKARTA, GRESNEWS.COM - Setiap hakim memang mempunyai pandangan sendiri dalam hal memutus perkara termasuk dalam sidang praperadilan. Tetapi, jika suatu pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan berbeda-beda tentunya hal ini akan menjadi polemik tersendiri.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi SP mengakui hal itu. Menurut Johan, putusan hakim tunggal Haswandi dalam sidang praperadilan yang diajukan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo cukup membingungkan.

Menurut Johan, putusan ini berbeda dengan putusan hakim lainnya yaitu Riyadi Sunindyo dalam sidang praperadilan serupa dan tempat yang sama dengan termohon mantan Direktur Pengolahan Pertamina Suroso Atmomartoyo.

"Putusan ini membingungkan dan tidak ada kepastian hukum karena dalam putusan praperadilan sebelumnya (Suroso Atmomartoyo) mempersoalkan keabsahan penyidik KPK, hakim memutus bahwa pengangkatan penyidik KPK adalah sah," kata Johan saat dihubungi, Selasa (26/5).

Menurut Johan, putusan ini tentunya bisa berbahaya. Sebab, bisa jadi seluruh tersangka, terdakwa, hingga terpidana kasus korupsi bisa lolos dari jeratan hukum. "Kalau penyelidik dan penyidik dianggap tidak sah, maka semua kasus yg dilidik dan disidik KPK akan tidak sah," imbuh Johan.

Sementara dalam sidang putusan perkara Suroso pada 14 April 2015 lalu, Hakim tunggal Riyadi Sunindyo mengatakan KPK berwenang mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri tanpa harus berasal dari Kejaksaan ataupun Kepolisian.

Hal tersebut berdasarkan Pasal 45 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK bahwa penyidik KPK diangkat dan diberhentikan oleh KPK. “Oleh karena itu, penyidik punya kewenangan untuk melakukan penahanan,” terang hakim Riyadi‎ ketika itu.

Untuk itulah, seluruh proses mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga penetapan tersangka yang dilakukan KPK adalah sah menurut hukum. "Dengan demikian gugatan praperadilan ditolak seluruhnya," ujar Hakim Riyadi.

Sementara hal berbeda diutarakan Hakim Haswandi yang baru saja memutus perkara Hadi Poernomo. Haswandi menyebut KPK tidak berwenang mengangkat penyelidik serta penyidik sendiri yang tidak berasal dari Kepolisian dan Kejaksaan.

"Menyatakan bahwa penyelidik dan penyidik pada KPK diangkat tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata hakim Haswandi saat membacakan amar putusan.

Dalam pertimbangannya, Haswandi mengatakan bahwa pada pasal 45 ayat 1 Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK menyebutkan bahwa penyidik adalah penyidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK. Haswandi menilai bahwa penyidik itu harus berstatus penyidik sebelum diangkat atau diberhentikan oleh KPK.

"Berarti pula penyidik pada KPK sebelumnya harus berstatus sebagai penyidik baik dari Polri atau Kejaksaan atau institusi lainnya. Pada pasal 39 ayat 3 menyebutkan bahwa penyelidik, penyidik, dan penuntut umum yang menjadi pegawai pada KPK, diberhentikan sementara dari instansi kepolisian dan kejaksaan selama menjadi pegawai pada KPK‎," kata Haswandi.

Haswandi kemudian mempertimbangkan mengenai status penyidik pada penyidik dari Polri yang telah pensiun atau berhenti‎. Haswandi mengatakan bahwa berdasarkan pasal 4 dan pasal 6 KUHAP tentang penyelidik dan penyidik maka statusnya akan lepas apabila pensiun atau berhenti.

"Maka dengan demikian anggota Polri yang pensiun atau berhenti‎ dan bekerja di KPK tidak melekat status penyelidik dan penyidiknya," cetus Haswandi.

BACA JUGA: