JAKARTA, GRESNEWS.COM - Damo, seorang nelayan Ujung Kulon bersama teman-temannya dibui 5 tahun penjara dan denda 500 juta akibat dituduh mencuri kepiting di wilayah Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Peristiwa kriminalisasi nelayan kecil ini tak hanya sekali ini saja terjadi. Hal ini menunjukan sikap represif pemerintah melalui Kementerian Kehutanan (Kemenhut) terhadap masyarakat yang sudah hidup turun temurun di wilayah Ujung Kulon.
 
Peristiwa penangkapan Damo dkk yang dituduh mengambil kepiting terjadi pada tanggal 3 Oktober 2014 di pulau Handeuleum, wilayah adminsitratif Kec. Sumur, Kab. Pandeglang, Prov. Banten. Dilakukan oleh pihak Polisi Hutan (Polhut) Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK). "Pemerintah masih mengandalkan pendekatan konvensional dibandingkan penyelesaian akar masalah secara partisipatif terkait klaim penguasaan sumber-sumber agraria dan batas kelola wilayah BTNUK," ujar Hendra Supriatna, Kuasa Hukum LBH Jakarta kepada Gresnews.com, Minggu (23/11).

Sikap represif tersebut tentu tidak akan menyentuh dan menyelesaikan akar persoalan yang sebenarnya. Bahkan hanya akan menambah deret panjang masyarakat Ujung Kulon yang ditangkap, ditahan, diteror, dan ditembak di tempat lantaran ketidaktahuan mereka atas batas TNUK.

Deretan pristiwa ini diduga ikut difasilitasi oleh pihak Balai Taman Nasional Ujung Kulon dalam bentuk pengerahan personil Polhut, Polri, dan bahkan milisi Jawara ke kampung-kampung wilayah Ujung Kulon. Maka sejak ditetapkannya Ujung Kulon menjadi Taman Nasional sejak tahun 1984 dan diperbaharui pada tahun 1992 melalui SK Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1992 rentetan peristiwa seperti itu berlangsung secara bertahap. "Misalnya, pada tahun 2007 salah satu warga Desa Ujung Jaya ditembak oleh petugas TNUK hingga tewas karena protes terhadap kebijakan TNUK yang sewenang-wenang menyerobot lahannya," ungkap Hendra.

Penembakan itu terjadi akibat pembabatan tanaman warga untuk pemagaran proyek dari Yayasan Badak Indonesia (YABI) diiringi pemaksaan, teror dan intimidasi guna mencari persetujuan warga untuk proyek tersebut. Kemudian, pada 10 April 2009, tiga orang dari Ujung Jaya ditangkap aparat Kepolisian Sektor Sumur,Pandeglang, Banten atas tuduhan menebang kayu di kawasan TNUK. Hal yang sama juga terjadi pada Agustus 2009, 5 orang warga kampung Ujung Jaya ditangkap dengan tuduhan perambahan hutan.

"Permasalahannya, batas zona TNUK tak pernah disosialisasikan ke masyarakat sekitar. Batasnya pun tak terlihat secara jelas di lapangan," jelasnya.

Tidak ada batas yang jelas membuat ketidaktahuan masyarakat berujung petaka. Padahal, setiap hari sudah puluhan tahun aktivitas mereka bersinggungan dengan wilayah TNUK. "Ini permasalahan riskan yang harus segera dibahas karena menyangkut 90 kepala keluarga di wilayah pesisir TNUK," kata Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Slamet Daroyni kepada Gresnews.com, Minggu (23/11).

Menurutnya, kasus ini menjelaskan bahwa negara abai terhadap perlindungan nelayan tradisional. Padahal, para nelayan kecil hanya ingin mempertahankan kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, pemerintah mengambil langkah keras yang menghadapkan mereka pada peradilan.

"Mereka ini pada dasarnya orang-orang yang takut polisi, takut hukum. Pemerintah harus fair dengan mengeluarkan mereka dari kemiskinan dan ancaman kriminalisasi," tuntutnya.

Di sisi lain, pada 10 tahun terakhir hasil tangkapan semakin berkurang. Setahun terakhir, aktivitas melaut hanya bisa dilakukan tiga bulan saja. Permasalahan ini menurutnya tak perlu dibawa ke meja hijau. Karena dapat dibicarakan secara musyawarah, dan komunikasi berkelanjutan atas ketidakpahamaan nelayan.

Tim Advokasi Rakyat Ujung Kulon (TARUNG) pun mendesak Kapolri dan Kemenhut agar pertama, memerintahkan Kapolsek Sumur dan Kepala Seksi Pengelolaan TNUK segera mengeluarkan Damo dkk dari tahanan. Serta menghentikan penyidikan dalam perkara. Kedua, menghentikan segala bentuk upaya kriminalisasi terhadap warga Ujung Kulon sebelum adanya kesepakatan antara balai TNUK dengan masyarakat Ujung Kulon  terkait tata batas wilayah konservasi TNUK. Ketiga diselesaikannya tata batas wilayah konservasi TNUK dengan melibatkan masyarakat Ujung Kulon.

BACA JUGA: