JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kredibilitas dan integritas majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa perkara pelecehan seksual di Jakarta International School (JIS) sedang dipertaruhkan. Komisi Yudisial (KY) menyatakan hakim harus memutus seadil-adilnya kasus ini berdasarkan fakta hukum dan tanpa rekayasa. Begitu pula Komisi Kejaksaan sebagai lembaga pengawas memantau jalannya kasus ini.

"KY melakukan pemantauan sejak awal hingga hari ini. Persidangan harus berlangsung dengan fair. Hakim harus bekerja profesional," kata Komisioner KY Imam Anshori Saleh kepada wartawan di Jakarta, Jumat (19/12).

Imam menambahkan dirinya sempat bertemu dengan Wakil Ketua PN Jakarta Selatan dan ketua majelis hakim yang menangani perkara tersebut untuk memastikan persidangan berlangsung adil dan profesional. Dia meminta masyarakat untuk mempercayakan pada pengadilan dan menunggu putusan yang dikeluarkan Senin mendatang.

"Pihak yang tidak puas dan merasa dirugikan, apakah terdakwa maupun jaksa, masih mempunyai celah dan berhak untuk mengajukan banding," kata Imam.

Tak hanya hakim, proses hukum kasus dengan terdakwa lima petugas kebersihan JIS - Agun Iskandar, Virgiawan Amin, Zaenal A, Syahrial dan Afrisca - ini juga mendapatkan sorotan intensif dari lembaga pengawas jaksa yakni Komisi Kejaksaan dan lembaga pengawas polisi yakni Komisi Kepolisian Nasional.

Ketua Komisi Kejaksaan Halius Hosen menegaskan secara intensif memantau perkembangan kasus tersebut. "Putusan harus didasarkan pada fakta dan bukti hukum," kata Halius. Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Muhammad Nasser menyatakan hal yang senada.

Sementara itu, pakar hukum pidana Universitas Indonesia Akhir Salmi menekankan pentingnya proses peradilan yang bebas dari segala bentuk rekayasa dalam kasus tersebut. Persoalannya, kata Akhir, apakah alat bukti dalam perkara JIS itu kuat atau tidak? Putusan yang diambil harus berdasarkan alat bukti tersebut.

"Hakim bisa mempertimbangkan ada tidaknya rekayasa dalam kasus tersebut," kata dia.

Kemarin, dugaan terjadinya rekayasa proses hukum kasus kekerasan seksual tersebut juga diungkapkan oleh The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) setelah menerima pengaduan dari keluarga para terdakwa kasus itu di kantor Imparsial, Jakarta, Kamis (18/12).

Koordinator Riset Imparsial Ghufron Mabruri mengatakan diduga kuat terjadi kriminalisasi terhadap para petugas kebersihan yang dituduh melakukan sodomi terhadap murid JIS tersebut. Dia menambahkan, Imparsial akan menindaklanjuti juga pengaduan tentang dugaan adanya serangkaian tindakan kekerasan yang dilakukan oleh penyidik kepada tersangka dalam proses penyidikan.

"Berdasarkan pengaduan dan bukti-bukti visual, dugaan awal telah terjadi kekerasan dan kriminalisasi terhadap mereka (petugas kebersihan)," kata Ghufron.

Narti, istri salah satu terdakwa yakni Agun Iskandar, mengungkapkan suaminya tidak melakukan sodomi seperti yang dituduhkan. Menurut Narti, suaminya terpaksa mengaku setelah dipaksa oleh penyidik dengan tindakan kekerasan. Penyidik memukul dan menyiksa suaminya itu,

Narti bercerita, saat dirinya menjenguk ke Polda Metro Jaya, suaminya dalam keadaan babak belur dan wajah lebam. Matanya biru dan bibirnya pecah. Penyiksaan pun tidak hanya sekali dilakukan. Ada sembilan penyidik yang ikut melakukan tindakan kekerasan, mulai menendang, memukul dengan kayu atau meninjau.

BACA JUGA: