JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kuasa uang dan permainan mafia begitu tampak dalam kasus terpidana Darianus Lungguk (DL) Sitorus. Kendati Mahkamah Agung telah mengeluarkan surat untuk mengeksekusi, tetapi lahan seluas 40 hektar di kawasan Padang Lawas, Sumatera Utara masih belum bisa dimanfaatkan untuk kepentingan negara. Bahkan, lahan itu diketahui masih diduduki oleh DL Sitorus.

Akibat masalah ini, sejumlah lembaga penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan, Kepolisian bahkan TNI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta beberapa instansi terkait mengadakan koordinasi untuk membahas hal ini.

Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Johan Budi Sapto Pribowo mengatakan seharusnya lahan tersebut telah dieksekusi sejak 2006 lalu. Namun, hingga hari ini eksekusi tersebut masih urung dilakukan.

"Ada pembahasan penyelesaian permasalahan pengelolaan kawasan hutan register 40 Padang Lawas, yang sudah dieksekusi Kejaksaan berdasarkan putusan MA Nomor 2642 K/Pid/2006. Sampai saat ini eksekusi secara fisik belum bisa dilakukan," kata Johan kepada wartawan, Selasa (28/4).

Namun sayang, Johan tidak menjelaskan secara rinci mengenai gagalnya eksekusi itu. Disinyalir, eksekusi tersebut tidak dilakukan karena dikhawatirkan ada perlawanan dari masyarakat. Sebab, DL Sitorus merupakan salah satu orang yang cukup berpengaruh di Sumatera Utara.

Johan pun menjelaskan tujuan dilaksanakannya pertemuan ini. "Kami mencari jalan keluar, berupa rencana aksi menyelesaikan soal Padang Lawas.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya yang menyambangi KPK mengakui bahwa pertemuan ini membahas eksekusi tanah yang dikuasai DL Sitorus. "Omongin tentang DL Sitorus," ucap Siti.

DL Sitorus memang berkali-kali tersangkut masalah hukum mengenai lahan hutan. Pertama bermula ketika menteri kehutanan MS Kaban kala itu mempersoalkan lahan kebun yang dikuasai oleh DL Sitorus, berada di atas hutan lindung. DL Sitorus menguasai lahan di Padanglawas, Kecamatan Simangambat, Sumut, melalui perusahaannya, PT Torus Ganda, dan koperasi yang didirikannya yakni Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan.

Menurut Kaban, lahan seluas 47 hektar yang dikuasai oleh DL Sitorus milik negara. Alhasil, pengadilan memutuskan Dl Sitorus pada 2007 dengan diganjar 8 tahun hukuman penjara.

Hukuman itu hanya dijalankan DL Sitorus selama 4,5 tahun. Setelah itu, dia bisa bebas pada 31 Mei 2009. Bebasnya DL Sitorus menyeruak aroma tidak sedap di kementerian hukum dan HAM, tentang adanya praktek suap. Tetapi aroma itu belum bisa dibuktikan.

Dl Sitorus pulang ke kampung halamannya. Dia disambut bak sang raja oleh masyarakat Tobasa. Baru setahun menghirup udara bebas, DL Sitorus harus berurusan dengan hukum lagi. Dia menjadi tersangka dalam kasus suap hakim pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bernama Ibrahim.

Kasus suap ini terjadi pada kasus sengketa tanah seluas 9,9 hektar antara PT Sabar Ganda melawan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Barat dan Gubernur DKI Jakarta. Kasus itu kebetulan ditangani oleh majelis yang diketuai Ibrahim, dengan anggota Santer Sitorus dan Arifin Marpaung.

Karena kasus ini, DL Sitorus ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada Oktober 2010, dia diganjar 5 tahun hukuman penjara oleh Majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan. Ketua Majelis Hakim, Jufriadi, menyatakan bahwa Dl Sitorus terbukti telah melakukan penyuapan sebesar Rp 300 juta kepada hakim.

BACA JUGA: