JAKARTA, GRESNEWS.COM – Mahkamah Konstitusi urung menggelar sidang Pengujian Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 yang dimohonkan tiga anggota MPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Pasalnya, pemohon yang terdiri dari Dwi Ria Latifa, Junimart Girsang, dan Henry Yosodiningrat, tidak muncul dipersidangan tanpa keterangan berhalangan hadir secara tertulis.
 
Hakim konstitusi Patrialis Akbar yang memimpin sidang perdana pengujuan undang-undang tersebut pun mengaku kecewa dan menilai ketidakhadiran ketiga pemohon sebagai sikap yang tidak pantas, apalagi dilakukan oleh anggota MPR. "Kalaupun tidak bisa hadir, semestinya ketiganya paham tata krama persidangan di MK," tutur Patrialis di persidangan yang mengagendakan Pemeriksaan Pendahuluan (I) di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Rabu (22/10).
 
Sejatinya pengujian perkara nomor: 107/PUU-XII/2014 digelar pada pukul 13.30 WIB. Namun, hingga sidang ditutup sekitar pukul 14.00 WIB, para pemohon tidak juga hadir.
 
Melihat tidak ada tanda-tanda kehadiran pemohon, Patrialis yang didamping Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Maria Farida Indrati menutup sidang. "Ketidakhadiran pemohon ini menjadi catatan penting. Karena pemohon tidak hadir maka sidang ditutup," tegas Patrialis sembari mengetuk palu tanda siding ditutup.
 
Seperti diketahui, meski pernah ditolak, PDIP kembali mengajukan uji materi (judicial review) UU MD3. Kali ini PDIP didukung Koalisi Indonesia Hebat (KIH) meminta MK menguji Pasal 15 Ayat (2) UU MD3 tentang mekanisme pemilihan MPR dengan sistem paket. Alasannya, sistem paket tersebut dianggap menjadi penyebab sejumlah fraksi di DPR kehilangan hak konstitusionalnya untuk mengajukan calon pimpinan DPR.
 
Permohon uji materi yang diwakili Dwi Ria Latifa, Junimart Girsang, dan Henry Yosodiningrat, meminta MK menyatakan klausul yang berbunyi "Pimpinan MPR dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap", dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
 
Permohonan yang didaftarkan ke Kepaniteraan MK pada Jumat (3/10) lalu ini tadinya diharapkan dapat menunda pemilihan pimpinan MPR.  Saat itu, mereka meminta MK mengeluarkan putusan sela agar pemilihan pimpinan MPR ditunda, menunggu putusan uji materi tersebut.

Namun ketika sedang perdana digelar hari ini, Rabu (22/10), Paripurna MPR telah menetapkan dan kelima pimpinan juga telah dilantik di ruang rapat paripurna, Gedung Bulat DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (8/10) pagi. KIH kalah dalam merebut kursi pimpinan MPR tersebut.
 
Sebelumnya, MK menolak menolak seluruh permohonan pengujian UU MD3 yang dimohonkan PDIP pada Senin (29/9). MK menilai dalil-dalil yang digunakan pemohon dalam permohonan uji materi UU MD3 tidak beralasan menurut hukum. Mulai dari Pasal 84, Pasal 97, Pasal 104, Pasal 109, Pasal 115, Pasal 121, dan Pasal 154.
 
Diantaranya, Majelis Hakim menolak semua keberatan pemohon yang menyatakan Pasal 84 UU MD3 tidak sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan terutama asas keterbukaan, karena materi pembentukan ketentuan UU MD3 tersebut tidak berasal dari naskah akademik yang diajukan di awal pembahasan DPR dan disampaikan kepada Pemerintah.
 
MK juga menolak keberatan para pemohon yang menyatakan Pasal 84 UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945, karena PDIP sebagai pemenang Pemilu Legislatif Tahun 2014 sesuai dengan Undang Undang Nomor 27 Tahun 2009 secara langsung menjadi pimpinan DPR.
 
Mahkamah berpendapat, perubahan mekanisme pemilihan pimpinan DPR dan alat kelengkapan lain dalam UU MD3 tidak bertentangan dengan konstitusi. Sebab, memilih pimpinan di parlemen merupakan kewenangan anggota DPR.
 
Pemilu diselengarakan untuk memilih wakil rakyat yang duduk di parlemen. Sedangkan, masalah pemilihan pimpinan DPR menjadi hak anggota DPR untuk memilih dan menentukan pemimpinnya sendiri. Hal dianggap lazim dalam sistim presidensial dan multi partai.

BACA JUGA: