JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jaksa Agung baru HM Prasetyo ditantang keberanian dan independensinya membuka kasus-kasus besar yang mandeg di Kejaksaan Agung. Ia juga diuji integritasnya terkait sejumlah kasus yang disebut-sebut menyeret namanya saat menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) di masa Abdurahman Saleh Jaksa Agung.

Ketua Umum Pergerakan Merah Putih Ali Mahsun mengatakan, ditengah keraguan publik atas independensinya, sebaiknya semua pihak bersikap arif dan bijaksana memberi kesempatan pada Jaksa Agung Prasetyo membuktikan integritas dan dedikasi kinerjanya. Ujian berat yang bakal dihadapinya, menurut Ali, adalah penanganan kasus korupsi pengadaan Bus Transjakarta yang disebut-sebut terkait Presiden RI Jokowi

"Beranikah Prasetyo menuntaskannya?" kata Ali Mahsun di Jakarta, Minggu (23/11)

Kasus besar lain adalah menuntaskan Perkara BLBI yang diduga terkait  Megawati Soekarnoputri, mantan Presiden RI ke-6 dan Rini Soemarno, Menteri BUMN sekarang. Begitu Juga  Kasus Kredit Macet Rp160 M PT CGN di Bank Mandiri yang diduga terkait Surya Paloh, Ketum Partai Nasdem.

Ali menyampaikan, jauh hari sebelum dilantik 20 November 2014 Prasetyo telah ditolak oleh banyak pihak. Disamping track record minim prestasi, dia pertama kali Jaksa Agung RI berasal dari kader partai politik di era reformasi. "Berharap Prasetyo independen adalah utopia atau mimpi di siang bolong. Kepentingan partai politik yang mengusulkan akan menyandera independensinya," kata Ali.

Menanggapi tudingan yang sama, Jaksa Agung Prasetyo di hari pertamanya di Kejaksaan Agung menyatakan akan menunjukan komitmennya memberantas semua perkata korupsi, baik lama maupun baru. Latar belakang dirinya sebagai politisi tidak perlu diragukan.

Atas kasus-kasus lama, Prasetyo mengatakan siap membukanya kembali termasuk kasus yang menyeret Ketua umum Partai Nasdem Surya Paloh. "Kita lihat semuanya, tidak ada yang kita tutup-tutupi, yang belum sempurna akan kita sempurnakan. Kita inventarisir permasalahan yang ada, kita akan kerjakan. Prinsipnya penegakan hukum ya hukum," kata Prasetyo.

Selain itu, Prasetyo juga menyatakan siap dilakukan evaluasi apabila dalam tugasnya tidak sesuai komitmen awal. Dia menyatakan akan menanggalkan kepentingan kelompok dan pribadinya demi kepentingan negara dan bangsa.

Namun pengamat hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar meragukan pernyataan Prasetyo yang akan mengusut tuntas kasus yang membelit kader dan pimpinan partai politik yang sama dengan Prasetyo. Kasus yang terkait dengan partainya dan partai pemerintah sulit akan bersikap tegas.

"Karena di situ ada konflik kepentingan, seseorang yang mengambil keputusan karena konflik kepentingan pasti tidak adil," kata Fickar di Jakarta, Minggu (23/11).

Menurutnya, jabatan Jaksa Agung mempunyai dua dimensi. Di satu sisi Jaksa Agung penegak hukum dan di sisi lain sebagai eksekutif. Jaksa Agung sebagai eksekutif dan pimpinannya Presiden maka Jaksa Agung menjadi jabatan politis.

Karena jabatan itu politis, maka menjadi tidak pas jika jaksa agung diambil dari partai politik. Karena bedasarkan pengalamannya pasti dia akan membela partainya jika kader atau partainya terlibat kasus hukum.

"Tapi saya juga tidak mau terlalu pesimis, kita lihat kinerjanya ke depan, berani tidak berantas korupsi orang-orang yang tersangkut kasus tapi berlindung di kekuasaan," tuturnya.

Prasetyo sendiri semasa bertugas sebagai Jamidum pada 2005-2006 diduga bermain dalam sejumlah kasus. Satu kasus yang tercatat menonjol adalah tuduhan bahwa ia terlibat dalam meringankan tuntutan hukum terhadap pengedar narkoba jenis sabu seberat 20 kilogram, Hariono Agus Tjahjono. Prasetyo pun terseret ke dalam kasus ini karena dianggap bertanggungjawab untuk mengawasi kinerja jaksa di pengadilan.

Prasetyo juga pernah diduga menahan eksekusi mati terhadap narapidana terorisme Amrozi, Iman Samudra dan Ali Ghufron dalam kasus Bom Bali I pada tahun 2002. Sementara ia menuntut eksekusi segera atas Fabianus Tibo, Marinus Riwu, dan Dominggus da Silva, terkait konflik sektarian di Poso, Sulawesi Tengah.

BACA JUGA: