JAKARTA, GRESNEWS.COM - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menolak semua nota keberatan (eksepsi) dari penasehat hukum Ahmad Imam Al Hafitd dan Assyifa Ramadhani, pembunuh Ade Sara Angelina Suroto. Sebaliknya, majelis hakim memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melanjutkan persidangan ketahap berikutnya sebagaimana diminta JPU dalam tanggapan eksepsi tersebut.

Diantaranya, majelis hakim menolak tudingan penasihat hukum yang menyebut dakwaan JPU kabur karena tidak mendiskripsikan perencanaan pembunuhan hingga terenggutnya nyawa korban. Hakim berpendapat eksepsi ini sudah masuk ke pokok perkara yang bisa dibuktikan pada tahap persidangan berikutnya.

Dalam penjelasannya, majelis hakim menilai dakwaan yang dibuat Jaksa Penuntut Umum sudah sesuai. Pembuatan dakwaan juga sudah dilakukan dengan jelas, cermat, dan lengkap.

"Mengadili, menolak keberatan yang diajukan penasihat hukum terdakwa untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Hapsoro dalam sidang lanjutan pembunuhan Ade Sara Angelina Suroto dengan agenda pembacaan putusan sela di PN Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (16/9).

Majelis menilai, eksepsi terdakwa tidak terbukti melanggar. pasal Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hakim menganggap, PN Jakpus berhak mengadili kasus Ade Sara, sesuai lokasi kejadian.

Pada sidang sebelumnya, JPU menyatakan nota pembelaan penasehat hukum Hafitd dan Assyifa, tidak jelas atau kabur. Karena itu, JPU meminta majelis hakim PN Jakarat Pusat menolak eksepsi dan melanjutkan persidangan.
 
JPU juga membantah, dakwaan yang dibuatnya tidak jelas, cacat hukum dan tidak cermat. "Kata tidak terlihat, bukan berarti tidak ada" tutur JPU Aji Santoso  didampingi Toton Rasyid menaggapu eksepsi kuasa hukum terdakwa, Selasa (9/9).
 
Sedangkan dalam pembacaan eksepsi yang digelar Selasa (2/9) lalu, kuasa hukum Hafitd, Hendrayanto membantah tuntutan JPU yang menyatakan kliennya melakukan pembunuhan berencana.

Hendra juga berpendapat, surat dakwaan JPU banyak mengandung cacat yuridis atau kekaburan hukum. Diataranya, dalam berita acara pemeriksaan, terdakwa disebutkan wajib didampingi penasehat hukum. Namun, paktanya lanjut Hedra, pemeriksaan Hafitd tidak didampingi kuasa hukum. Begitu juga saat pembacaan dakwaan yang digelar di PN Jakarta Pusat pada 6 Agustus 2014.
 
Pengacara Assyifa, M Syafri Noer juga mempersoalkan pasal pembunuhan berencana yang dituduhkan JPU, yakni Pasal 340 KUHP. Alasannya, dalam peristiwa tersebut, Assyifa melakukan penculikan bukan berencana melakukan pembunuhan.
 
Kedua kuasa hukum terdakwa tersebut juga sama-sama mempertanyakan kewenangan PN Jakarta Pusat untuk mengadili perkara ini. Mereka menyebut dakwaan JPU tidak jelas, terkait waktu dan tempat pembunuhan. Jenazah Ade Sara ditemukan di kawasan Jakarta Timur. Akan tetapi diperkirakan dibunuh dan menghembuskan nafas terakhirnya di kawasan Jakarta Pusat.
 
Seperti diketahui, Ade Sara ditemukan tewas di dalam mobil Kia Visto B 8328 JO di Tol Bintara kilometer 41, Bekasi Barat, Jawa Barat, Senin (3/9). Dalam dakwaan yang dibacakan JPU pada Selasa (19/8) lalu, Hafitd dan Assyifa didakwa membunuh Ade Sara secra berencana.
 
Atas perbuatan tersebut, Hafitd dan Assyifa dikenakan dakwaan pasal berlapis. Untuk dakwaan primer, mereka dijerat dengan dengan delik pembunuhan terencana yang dilakukan bersama-sama yang diancam dengan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
 
Sedangkan dakwaan subsidernya, Hafitd dan Assyifa dijerat dengan Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1, tentang pembunuhan secara bersama-sama dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.

Kemudian, dakwaan lebih subsider untuk Hafitd dan Assyifa adalah Pasal 353 Ayat 3 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1, tentang bersama-sama melakukan penganiayaan yang menyebabkan kematian. Ancaman hukuman untuk delik ini adalah maksimal 9 tahun penjara.
 
 

BACA JUGA: