JAKARTA, GRESNEWS.COM -  Kajian yang dilakukan Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sektor kehutanan menemukan  kebocoran penerimaan negara hingga triliunan rupiah. Bahkan potensi kebocoran itu ditaksir mencapai Rp 60 triliun selama 12 tahun pengelolaan kehutanan.

Angka tersebut merupakan jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang seharusnya diterima negara dalam kurun waktu 12 tahun, yaitu sejak 2003 hingga 2014. Per tahunnya, uang dari hasil pengelolaan hutan yang tidak masuk ke rekening negara sebesar Rp5 triliun.

Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan dalam melakukan kajian ini pihaknya bekerja sama dengan para ahli serta institusi terkait. Diantaranya Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian Pertanian, Pusat Penelitian Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan tentunya Kementerian Keuangan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Menurut Zul sapaan Zulkarnain, dari hasil kajian diperoleh data bahwa hasil PNBP dan dana reboisasi dari produksi kayu masih belum dilakukan secara optimal. Padahal, Indonesia merupakan salah satu pemilik hutan hujan tropis terbesar di dunia.

"Dari hasil kajian kita paparkan rencana aksi untuk ditindaklanjuti termasuk sistem penerimaan bisa real time setiap waktu bisa kita monitor dengan baik dan post audit terhadap perkembangan di lapangan," kata Zul saat konferensi pers di kantornya, Jumat (9/10).

Zul menambahkan, besarnya PNBP dari sektor kehutanan harus tetap diawasi sebab risiko dan dampak yang diakibatkan cukup tinggi. Salah satu contohnya bisa menyebabkan kebakaran hutan yang terjadi setiap tahunnya

"Kalau tidak kita kelola dengan baik risikonya tinggi, termasuk kebakaran. Kalau kita tidak berikan perhatian kepada penerimaan, risiko lain juga jadi masalah," pungkas Zul.

Selain itu dari data yang didapat, dalam 10 tahun terakhir terjadi peningkatan pembukaan Hutan Tanaman Industri (HTI) kelapa sawit yang cukup tajam. Hal ini juga menjadi pertanyaan tersendiri apakah pembukaan lahan tersebut sudah sesuai izin atau  ilegal.

"Beberapa kasus api digunakan sebagai alat membuka lahan dan kasus lain lahan yang dibuka rentan terbakar, seperti lahan gambut di Sumsel," ujar Zul.  

Namun Zul mengaku fokus kajian pihaknya adalah PNBP dan tata kelolanya. Untuk itu, pihaknya akan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait untuk fokus membenahi pengelolaan hutan agar penerimaan PNBP masuk ke kas negara. Selain itu, hal itu juga mencegah terjadinya penebangan hutan secara liar atau illegal logging.

KEJAR PEMEGANG IZIN - Sementara itu, Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono mengatakan, pihaknya tidak hanya akan menertibkan para penebang hutan secara liar. Namun, KLHK juga akan mengejar para perusahaan pemegang izin yang tidak menyetorkan PNBP

Menurut Bambang, salah satu pendapatan terbesar PNBP adalah dari sektor produksi kayu bulat. Namun sayang, Bambang,  tidak merinci berapa banyak potensi negara yang hilang dari produksi tersebut.

Bambang menegaskan, pihaknya akan melakukan pengendalian sistem secara optimal agar tidak ada lagi perusahaan nakal yang coba menghindari PNBP. Sistem tersebut telah dilakukan sejak 2015, dan melibatkan sejumlah stakeholder terkait.

"KLHK melakukan sebuah sistem pengendalian agar tidak ada lagi PNBP yang lepas dari usaha yang dilakukan di kawasan hutan produksi khususnya, sejak 2015," kata Bambang.

Hasil pengendalian itu telah disampaikan kepada pihak KLHK.  Sementara untuk optimalisasi PNBP sangat terkait data informasi yang perlu kita gali di lapangan khususnya terhadap pemegang izin.

"Kita sepakat harus ada koordinasi dengan kementerian terkait untuk membangun sistem PNBP yang tentunya dapat memberikan aspek transparansi akuntabilitasi yang bisa dilihat setiap waktu," lanjutnya.

Bambang mengatakan hasil kajian KPK ini akan dihubungkan dengan sistem informasi yang dibangun KLHK. Dalam sistem tersebut, seluruh pemegang izin bisa bayar PNBP secara online sehingga seluruh kegiatan produksi kayu bulat bisa dibayar secara real time dan tentunya bisa membangun pengendalian hasil hutan secara online.

Sistem di KLHK itu menggunakan citra satelit dan juga dalam perjalanan produksi kayu bulat dari hutan menuju industri akan dilakukan sistem penata usaha hutan. "Nanti ada rencana aksi yang harus kami lakukan oleh semua yang terkait. Ini mendorong peningkatan kinerja dalam hal PNBP dan dana reboisasi," ujar Bambang.

KEMENKEU KAWAL PNBP - Direktur PNBP Kemenkeu Anandy Wati yang juga hadir dalam pertemuan ini menyatakan, PNBP merupakan salah satu pendapatan negara yang harus dioptimalkan. Untuk itu, mereka akan terus mengawal dan mengawasi penerimaan PNBP termasuk dari sektor kehutanan.

"Sebagaimana yang kita tahu postur APBN, PNBP adalah penerimaan negara. Kalau Kemenkeu berperan sebagai back office," tutur Anandy.

Kemenkeu, kata Anandy, menyiapkan segala perangkat termasuk kebijakan yang dimiliki lembaganya dan saat ini sudah dalam proses. Pihaknya juga akan bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait termasuk dengan KPK dan KLHK.

"Maka kalau itu sudah terbangun dan back up sistem IT terbentuk maka kita semua bisa monitor real time bagaimana pengelolaan sumber daya hutan sehingga terbuka kepada masyarakat bisa ikut monitor," imbuh Anandy.

MARAK KORUPSI HUTAN - Di KPK sendiri, ‎kasus korupsi kehutanan memang cukup marak. Kasus ini tidak hanya melibatkan para pengusaha atau korporasi, tetapi juga menjerat sejumlah kepala daerah.

Diantaranya, kasus suap mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin terkait izin pembukaan lahan. Kasus ini juga menjerat pengusaha properti terkemuka yang juga bos Sentul City Kwee Cahyadi Kumala.

Kemudian kasus suap yang juga terkait perizinan lahan di Riau yang menjerat Annas Maamun. Dalam perkara ini, Ketua DPW Asosiasi Kelapa Sawit ‎Riau Gulat Medali Emas Manurung meminta Annas mengalihfungsikan dan menerabas Hutan Tanaman Industri (HTI).

Kasus korupsi hutan lainnya juga terjadi di Riau. ‎Kasus ini menjerat Rusli Zainal yang kala itu menjadi Gubernur Riau. Tak hanya itu, sejumlah korporasi juga disebut terlibat dalam kasus ini, diantaranya PT Merbau Pelalawan yang dianggap diuntungkan Rp17 miliar oleh Rusli. PT Merbau sendiri disebut-sebut sebagai anak perusahaan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

BACA JUGA: