JAKARTA, GRESNEWS.COM - Peristiwa kaburnya ratusan tahanan dari Rumah Tahanan (rutan) Sialang Bungkuk, Pekanbaru, Riau sangat disayangkan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Anggota Komisi III DPR RI, Muslim Ayub prihatin sekaligus menyesalkan terjadinya peristiwa itu.

"Saya prihatin, sekaligus kecewa dan menyesalkan terjadinya peristiwa tersebut. Sebagai salah satu konsekuensi dari tanggung jawab, maka saya meminta kepala rutan harus dicopot. Tidak hanya itu, Kepala Kanwil hukum dan HAM setempat juga harus dievaluasi," ujar Muslim, Senin (8/5).

Meski demikian, lanjut Politisi dari Fraksi PAN itu, hal yang pertama harus dilakukan adalah tindakan antisipatif berupa perlindungan terhadap warga. Karena menurut kabar tidak sedikit warga binaan yang kabur itu masuk dan menyandera warga sekitar. Itu tidak hanya menjadi tugas dari petugas Rutan, Kanwil Hukum dan HAM, melainkan juga menjadi tugas dari kepolisian untuk membawa kembali warga binaan yang melarikan diri tersebut.

Terkait penyebab utama kaburnya lebih dari tiga ratus warga binaan tersebut, Muslim mengaku belum mendapat keterangan resmi dari pihak Kemenkumham. Namun ia tidak sependapat jika hal tersebut semata dikarenakan overcapacity atau kelebihan kapasitas rutan. Pasalnya, hampir semua rutan dan lapas di Indonesia mengalami kelebihan kapasitas.

Namun hingga kini tidak terjadi peristiwa sebagaimana yang terjadi di Rutan Sialang Bungkuk, Pekanbaru. "Saya tidak sependapat kalau dikatakan penyebab utama kaburnya warga binaan di Sialang Bungkuk itu karena overcapacity. Karena hampir semua Rutan dan Lapas di Indonesia kelebihan kapasitas, Aceh yang merupakan Dapil saya juga kelebihan kapasitas. Tapi sampai hari ini kondisinya aman-aman saja," jelasnya.

Lebih lanjut Politisi dari Dapil Aceh ini menduga peristiwa tersebut terjadi dikarenakan sikap dan pelayanan dari para petugas. Sikap kasar dan adanya tindakan diskriminatif terhadap warga binaan, hingga adanya "permainan uang" oleh petugas rutan. Ia berharap Menkumham terus memberikan pelatihan, dan evaluasi secara periodik kepada para petugas lapas dan rutan. Hal itu semata agar kejadian serupa tidak terulang lagi di rutan ataupun di Lapas lainya.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR Abdul Kadir Karding mengusulkan dilakukannya proses rehabilitasi pada setiap Lapas di Indonesia untuk mengurangi masalah overkapasitas. Menurutnya, rehabilitasi yang baik akan berdampak pada berkurangnya tingkat kriminalitas di masa mendatang.

"Overcapacity berdampak pada penyakit, sanitasi dan banyak hal. Solusinya adalah tidak semua orang bersalah harus dipenjara. Narkoba misalnya harus diberikan rehabilitasi. Kecuali kalau mafia, saya melihat data statistik penghuni lapas itu mayoritas narkoba," ujar Karding di Kanwil Kemenkumham, Sulawesi Tengah.

Ia pun mendorong kepada Kakanwil Kemenkumham Sulteng untuk memfokuskan pada sistem rehabilitasi agar para narapidana dapat menjadi lebih baik ke depan. "Kita fokuskan sistem rehabilitasi agar mereka bisa lebih baik kedepan. Ada dua hal yang tidak terjaga di Lapas yakni jaminan kesehatan dan penyaluran biologis," ujarnya.

Politisi PKB ini menegaskan, keberhasilan Lapas itu tidak dilihat dari banyaknya jumlah tahanan, tetapi dilihat dari sedikitnya jumlah tahanan. "Perlu ditingkatkan terus upaya rehabilitasi terhadap napi. Karena yang disebut rehabilitasi itu artinya yakni setelah keluar penjara mereka tidak mengulang kejahatan kembali, jadi kesuksesan Lapas itu bukan dari banyaknya orang dipenjara tapi sedikitnya orang dipenjara," tegasnya.

Dengan adanya peningkatan kualitas rehabilitasi diharapkan akan mampu menekan angka kejahatan, khususnya di Palu sehingga akan berdampak pada berkurangnya overcapacity lapas.

Sebelumnya, Kepala Lapas Kelas IIA Palu Ismono mengatakan jumlah tahanan yang ada di Lapas saat ini sebanyak 564 orang. Khusus warga binaan perempuan sebanyak 40 orang, 16 anak dan selebihnya adalah orang dewasa.

Dia mengaku bahwa jumlah penghuni itu sudah melebihi kapasitas lapas. Idealnya Lapas Palu hanya menampung sebanyak 290 orang, tapi sekarang ini sudah mencapai 564 orang. "Setiap ruangan tahanan idealnya dihuni tujuh orang, tetapi saat ini berjumlah 11 orang," pungkas Ismono.

EVALUASI MENKUMHAM - Terkait masalah di Pekanbaru, anggota Komisi III DPR Sarifudin Sudding meminta agar Presiden Joko Widodo mengevaluasi Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. Evaluasi dilakukan atas kinerja Laoly yang menjadi sorotan setelah ratusan tahanan/napi Rutan Kelas IIB Pekanbaru, kabur.

"Saya kira dengan rentetan permasalahan di lapas ini bisa menjadi evaluasi. Saya minta dilakukan evaluasi oleh presiden terhadap kinerja Menkum HAM," ujar Sudding kepada wartawan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (8/5).

Kasus kaburnya ratusan tahanan di Rutan Kelas IIB Jl Sialang Bungkuk menjadi contoh persoalan paling krusial di rutan atau pun lembaga pemasyarakatan (lapas). Bukan hanya soal jumlah penghuni yang melebihi kapasitas, tapi juga ulah oknum petugas yang melakukan pungutan liar.

"Ya saya kira masalah lapas ini kan dari dulu menjadi poin krusial dari Kementerian Hukum dan HAM. Namun sampai sekarang tidak ada titik perbaikan bahkan dari hari ke hari kita justru sering dengar permasalahan menyangkut lapas seperti diskriminatif, pungli dan over kapasitas. Itu belum ada titik penyelesaian," sambung Sudding.

Sekjen Partai Hanura ini menyebut Komisi III sudah berkali-kali mengingatkan Menkum HAM mengenai persoalan rutan dan lapas. Petugas yang ditempatkan di rutan/lapas seharusnya berasal dari eksternal kementerian.

"Ya saya kira semua bukan baru kali ini kita mengkritisi tentang lapas tapi sudah sering. Bahkan setiap rapat, agar penanganan warga binaan di lapas betul-betul dilakukan secara profesional oleh petugas lapas. Agar tidak ada lagi pungutan liar, jangan ada lagi perlakuan diskriminatif antar warga binaan di lapas sehingga memicu gesekan dan konflik," terang Sudding.

Soal jumlah penghuni yang melebihi daya tampung atau kapasitas rutan/lapas, Sudding menyarankan agar tahanan pengguna narkoba direhabilitasi. Sebab pemakai narkoba paling banyak memenuhi rutan/lapas.

"Saya kira memang dulu pernah memberlakukan jamannya Pak Patrialis, karena paling banyak lapas ini pengguna narkoba itu yang paling banyak. Ada satu kebijakan bahwa para pengguna ini dilakukan rehabilitasi. Nah, yang menjadi fokus kita adalah para gembong dan sindikat narkoba ini jangan lalu para pengguna ini yang memenuhi lapas," jelas Sudding.

PEMIDANAAN ALTERNATIF - Soal overkapasitas, Dosen Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) Kemenkum HAM Akbar Hadi mengatakan, pemerintah perlu lebih serius menyelesaikan persoalan yang bersifat fundamental yaitu adanya regulasi yang berdampak terjadinya overcrowded di lapas dan rutan. "Overcrowded inilah yang sebenarnya menjadi akar dari semua persoalan di lapas dan rutan kita," ujar Akbar.

Akbar lalu memaparkan berbagai penyebab yang mendasari terjadinya overkapasitas. Pidana penjara, menurut Akbar, kerap menjadi ujung dari suatu kasus. "Lebih dari 150 Undang-undang yang berlaku di Indonesia merekomendasikan pidana penjara, bayangkan update status di media sosial saja bisa di penjara," ujar Akbar.

Selain itu, menurut Akbar, kebijakan agar pecandu atau pemakai narkotika direhabilitasi juga bisa berimbas pada overkapasitas. Kemudian, penyebab lainnya, menurut Akbar, adalah jumlah ideal lapas dan rutan di Indonesia yang tidak seimbang.

Pemerintah, kata Akbar, belum optimal menerapkan pidana alternatif. Kasus tindak pidana ringan, seperti kasus pencurian sandal, kayu, buah, sayuran dan sebagainya seharusnya tidak perlu dipidana penjara.

Menurut Akbar, berlakunya PP 99 tahun 2012 mengenai pengetatan remisi dan pembinaan luar lapas berdampak, napi yang seharusnya cepat bebas namun harus tetap berada di dalam akibat regulasi tersebut. KUHAP mengamanahkan tiap kabupaten atau kota ada rutan dan lapas, namun kenyataannya hal tersebut tidak terealisasi.

"Jadi apabila saat ini ada 600 kabupaten atau kota maka seharusnya ada 1.200 lapas dan rutan. Kenyataannya saat ini baru ada 489 lapas dan rutan yang ada di Indonesia," papar Akbar yang pernah menjadi Kabag Humas Ditjen Pemasyarakatan itu.

Untuk mengatasi itu semua, Akbar pun menyebut ada beberapa solusi yang seharusnya diambil. Salah satunya, menurut Akbar, yaitu dengan menerapkan sanksi pidana alternatif untuk kasus-kasus pidana ringan dengan hukuman selain pidana penjara.

"RUU KUHP segera disahkan menggantikan KUHP yang peninggalan zaman Belanda itu. Muatannya lebih banyak menerapkan sanksi pidana alternatif daripada pidana penjara, seperti pidana denda, pidana ganti rugi, pidana kerja sosial, pidana bersyarat, dan sebagainya," ucap Akbar.

Selain itu, solusi lain yang disebut Akbar yaitu dengan revisi PP nomor 99 tahun 2012. Kemudian ada pula agar pecandu atau pemakai narkoba untuk direhabilitasi dibandingkan malah dipenjarakan.

Revisi PP 99 tahun 2012 yang memuat persyaratan yang memungkinkan. Dengan berlakunya PP tersebut lebih banyak menimbulkan persoalan karena diskriminatif, prosedurnya berbelit dan penuh ketidakpastian.

"Pecandu atau pemakai narkoba sebaiknya direhabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Lapas bukan tempat yang ideal untuk para pecandu narkotika. Lebih dari 30 persen warga binaan seluruh Indonesia adalah kasus narkotika. Perlu assessment yang kuat apakah yang bersangkutan betul-betul pemakai atau bandar," ucap Akbar. (dtc)

"Crash program pembinaan luar lapas melalui penyederhanaan syarat dan prosedur pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas dan sebagainya. Gandeng pihak ketiga atau swasta untuk membangun lapas-lapas industri. Pihak swasta menyediakan tempat kerja hingga kamar hunian. Manajemen produksi ada pada pihak swasta namun manajemen administrasi pemidanaan dan pengawasan ada pada Kemenkumham," pungkas Akbar. (dtc)

BACA JUGA: