JAKARTA, GRESNEWS.COM - Peran pemerintah dalam pembenahan layanan Tenaga Kerja Indonesia yang dikirim ke luar negeri terus mendapat sorotan. Masalah TKI seolah menjadi laten kendati pemerintah dalam hal ini Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) terus berbenah dengan membuat poros Pelayanan TKI Terintegrasi Daerah Asal TKI, yaitu berupa pembangunan 52 kantor layanan TKI di 9 Provinsi, toh masih saja banyak keluhan.

Beberapa anggota komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) mengkritik keras soal kesemrawutan pengelolaan Tenaga Kerja Indonesia oleh pemerintah. Kritikan itu, setelah beberapa anggota komisi IX berkunjung ke KBRI Malaysia dalam rangka menjalankan tugas pengawasannya soal masalah ketenagakerjaan.

Irma Suryani dari Fraksi Partai Nasdem dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan II ini menilai, pemerintah masih belum berperan maksimal untuk menyelesaikan masalah-masalah terkait TKI. Alhasil, menjamurnya TKI yang diberangkatkan selalu menyisakan masalah yang tak berkesudahan.

"Maraknya TKI ilegal tidak lepas dari lemahnya kontrol Pemerintah, terutama imigrasi dan aparat pelabuhan serta bandara," ujar Irma Suryani, Jumat (7/4).

Dia mencontohkan, masalah TKI illegal yang ada di Malaysia. Penyebab utama maraknya jumlah TKI illegal yang disebabkan celah-celah untuk memberangkatkan TKI masih terbuka lebar. Bahkan, celah untuk memberangkatkan TKI secara illegal terkesan sengaja dibuka untuk memperoleh keuntungan bagi oknum tertentu.

Soal pemulangan TKI juga mendapat perhatian komisi IX DPR. Pasalnya ada perusahaan vendor yang juga memungut biaya pemulangan TKI yang hanya menguntungkan perusahaan tertentu. Padahal menurut Irma, soal pemulangan TKI ilegal merupakan tanggung jawab pemerintah setempat, kecuali pemulangan TKI memang diminta oleh pemerintah Indonesia.

Dia juga mempertanyakan, alasan pemerintah untuk mengambil alih pembiayaan pemulangan tersebut. Karena itu, dia curiga pemulangan TKI hanya dimainkan oknum untuk memperoleh keuntungan, sementara itu celah keberangkatan TKI tetap saja dibuka melalui jalur jalur pulau terluar seperti Batam, Entikong.

"Dicurigai program pemulangan TKI hanya untuk cari uang oknum oknum terkait, karena lubang-lubang pemberangkatan ilegal dibiarkan terbuka," tukas Irma.

Sebelumnya pemerintah Indonesia telah memulangkan 205 TKI yang ditahan Pemerintah Malaysia di Pusat Tahanan Sementara PTS Tawau, Mangatal dan Papar Sabah Malaysia. Pemulangan ratusan TKI ilegal melaui Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan, Kalimantan Utara, tersebut dibiayai oleh Konsulat RI (KRI) di Tawau Malaysia.

Vice Consul Sulistijo Djati Ismoyo yang mendampingi TKI hingga pelabuhan Tunon Taka, mengatakan, menurut aturan biaya pemulangan TKI, deportan ditanggung oleh Negara Malaysia. Namun dengan alasan kemanusiaan, KRI menanggung biaya pemulangan ratusan TKI ilegal tersebut.

"Pertimbangan lamanya TKI ditahan di PTS Malaysia akan membuat TKI mengalami gangguan kesehatan, baik fisik maupun psikis," ujarnya, Kamis (9/2/2017).

Sulistijo Djati Ismoyo menambahan, ke-205 TKI tersebut seharusnya sudah dideportasi Pemerintah Malaysia sejak awal Desember 2016 lalu. Namun karena adanya kebijakan yang diterapkan oleh pengelola pelabuhan baru Tawau, Malaysia  membuat pemulangan ratusan TKI menjadi tertunda.

Biasanya, pemulangan TKI deportan oleh Pemerintah Malaysia dilakukan melaui pelabuhan lama. Namun karena pemulangaan TKI deportan sekarang harus melalaui pelabuhan baru, maka Pemerintah Malaysia kesulitan mencapai kesepakatan terkait aturan pemulangan tersebut. Kendala lain adalah biaya pemulangan deportan yang mengalami kenaikan.

Itulah kenapa terjadi penumpukan sampai 205 itu karena ada penundaan hampir 3 bulan. Dari 205 TKI yang dipulangkan melalaui Pelabuyan Tunon Taka, kebanyakan adalah pelanggar aturan keimigrasian Malaysia. Sebanyak 181 TKI yang dipulangkan tersandung kasus keimigrasian, 8 TKI tersandung kasus narkoba dan 16 TKI tersandung kasus kriminal lainnya.
MASALAH KONTRAK KERJA - Ali Mahir dari komisi IX juga mengatakan hal yang sama dengan Irma Suryani. Ali menyoroti soal kontrak yang disodor kepada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang banyak bermasalah. Dia menemukan kasus beberapa TKI yang mengeluhkan ketidaksesuaian kontrak yang ditandatangani calon pekerja setelah ditempatkan.

Dia memaparkan, kasus TKI ada beberapa kesalahan. Diantaranya ada ketidaksesuaian antara tempat yang ditandatangi dengan penempatan. Ada pula ketidaksesuaian antara jam kerja dan posisi penempatan kerja. Masalah demikian, kerap kali terulang lantaran minimnya kontrol pemerintah.

"Dimana kontrak kerja awal tak sesuai baik dari sisi wilayah kerja, jam kerja dan jabatan kerja. Dalam kontrak awal bekerja sebagai buruh pabrik elektronik, ternyata dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga. Dikontrak wilayah kerjanya di Kuala lumpur, ternyata dipekerjakan di Selangor," politisi asal Jawa Tengah itu.

Oleh karena itu, Ali Mahir berharap ke depan, DPR juga meminta Atase Ketenagakerjaan (Atnaker) memperketat bagi perusahaan yang menampung pekerja TKI. Dengan langkah itu, kata Ali Mahir, persoalan TKI seperti jam kerja dan perlindungan, human trafficking bisa diantisipasi secara dini.

"Namun verifikasi terhadap cash flow, kondisi tempat kerja dan fasilitas penunjang lain nya juga wajib di verifikasi secara langsung, mengingat banyak nya kejadian TKI bekerja tidak sesuai kontrak dan perbudakan," tukas Ali Mahir.

Sejatinya masalah kontrak ini muncul sudah sejak lama dan belum juga dapat diselesaikan hingga saat ini. Persoalan ini  cukup mendasar dari para TKI ilegal yang tak memahami substansi kontrak dengan baik. Hal ini biasanya terjadi karena mereka langsung tergiur pada jumlah gaji yang mereka terima dan berbagai janji manis dari agensi penyalur TKI.

Persoalan utama dari komplen TKI itu karena tidak paham untuk beberapa poin dalam kontrak. Mereka membaca namun tidak kritis pada beberapa poin misalnya soal penempatan, status, latar belakang perusahaan atau majikannya, struktur‎ biaya yang harus ditanggung majikan dan TKI tersebut.

BACA JUGA: