JAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktur Utama PT Pos Indonesia Budi Setiawan menjalani tahanan kota atas jaminan direksi dan uang sita sebesar Rp9,56 miliar. Sementara dirutnya menjalani tahanan kota, dua pegawai PT Pos lainnya yakni Senior Vice Presiden Teknologi Informasi PT Pos Indonesia Budhi Setyawan dan Muhajirin tetap menjalani tahanan di Rutan Kejaksaan Agung cabang Salemba.

Kejaksaan membantah ada tindakan diskriminatif dalam penanganan kasus ini. "Jaminan itu hanya kepercayaan orang, BS yang menjamin direksinya," kata Kasubdit Tipikor Kejaksaan Agung Sarjono Turin, Jumat (6/2).

Selain itu uang pengganti sebesar Rp9,56 miliar juga telah disita. Karenanya status tahanan kota terhadap Dirut PT Pos tak menjadi soal. "Apalagi berkas perkara ketiga tersangka itu segera dilimpahkan," kata Turin.

Ada lima tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Budi Setiawan, karyawati PT Datindo Infonet Prima Sukianti Hartanto, Direktur PT Datindo Infonet Prima Effendy Christina, dan Muhajirin selaku Penanggung Jawab Satuan Tugas Pemeriksa dan Penerima Barang di PT Pos Indonesia Bandung.

Tim penyidik Kejaksaan Agung juga terus mendalami kasus pengadaan alat PDT ini. Meskipun telah ada lima tersangka, penyidik masih menyisir keterlibatan pihak lain yang turut andil.

"Semua masih berproses, tim penyidik terus bekerja. Jika ada petunjuk yang mengarah keterlibatan pihak lain akan ditindaklanjuti," kata Direktur Penyidikan Suyadi.

Dalam pengadaan ini patut diduga ada peran mantan Dirut PT Pos Indonesia I Ketut Mardjana. Sebab pengadaan proyek ini dilakukan saat dirinya masih diposisi Dirut. Bahkan Ketut Mardjana juga ikut meneken pengadaan proyek ini.

Kasus pengadaan PDT berawal saat proyek pengadaan alat PDT dicanangkan pada Mei hingga Agustus 2013. Alat yang bentuknya mirip telepon genggam itu akan digunakan pengantar pos untuk mengirim barang kepada penerima.

Nantinya, data yang berasal dari pengantar pos tersebut akan terkirim ke server pusat.PT Pos menjalin kontrak dengan PT Datindo Infonet untuk pengadaan alat tersebut dan mengeluarkan dana hingga Rp10,5 miliar. Dana itu didapat PT Pos dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kendala ditemui ketika dari 1725 alat PDT yang dibeli hanya 50 yang berfungsi namun tidak sesuai spesifikasi yang tertera dalam kontrak. Salah satu kekurangan dalam alat tersebut adalah tidak adanya GPS dan daya baterai yang hanya bertahan selama tiga jam. Padahal dalam kontrak, harusnya alat tersebut memiliki GPS dengan daya tahan baterai mencapai delapan jam.

Kini seluruh alat tersebut sudah disita oleh Kejaksaan Agung. Selain itu, penggeledahan yang dilakukan penyidik Kejaksaan Agung di PT Pos, Bandung, menghasilkan temuan berkas pengadaan PDT tersebut, yang juga akan dijadikan sebagai barang bukti.

BACA JUGA: