JAKARTA, GRESNEWS.COM - Upaya hukum warga Bukit Duri berbuah manis dengan dikabulkannya gugatan mereka oleh majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dengan dikabulkannya gugatan warga Bukit Duri tersebut menambah panjang catatan lemahnya kajian hukum yang dipakai Pemprov DKI Jakarta ketika menjalankan kebijakan penggusuran dan berhadapan dengan kepentingan masyarakat.

"Ini bukti bahwa penggusuran yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Jakarta Selatan merupakan tindakan sewenang-wenang, melanggar hukum, dan asas-asas umum pemerintahan yang baik," ungkap Vera Wenny Soemarwi kepada gresnews.com, Jumat (6/1).

Vera mengungkapkan proses penggusuran tersebut menandakan komitmen Pemda DKI Jakarta untuk memerhatikan masyarakat kelas bawah dinilai masih sangat lemah.

Majalis hakim dalam putusannya membatalkan Surat Peringatan 1, 2 dan 3 karena penerbitan surat tersebut tidak sesuai prosedur. Selain itu majelis hakim mewajibkan kepada Pemprov DKI Jakarta untuk memulihkan hak warga Bukit Duri dengan membayar ganti rugi akibat penggusuran yang dilakukan akhir September tahun 2016 lalu.

Warga Bukit Duri digusur setelah Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan SP3 terhadap warga Bukit Duri yang tinggal di RW 9, 10, 11 dan 12. Namun penggusuran itu sempat ditentang oleh warga karena dinilai tidak sesuai dengan teknis UU Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum. Pemprov sendiri memang telah menyiapkan Rumah Susun Rawa Bebek namun beberapa warga menolak lantaran harus membayar biaya tinggal di rusun lagi.

Menurut Vera pertimbangan hakim soal penerbitan SP 1,2 dan 3 telah tepat karena surat tersebut bertentangan dengan izin lingkungan dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan umum.

"Majelis hakim mengakui kepemilikan tanah-tanah warga Bukit Duri sudah sesuai dengan UU No. 2/2012 jo Perpres No. 71/2012," katanya.

"Kewajiban dari Pemkot dan Pemprov karena warga rumah sudah dihancurkan. Tanah mereka sudah digunakan untuk program normalisasi. Maka Pemkot dan Pemprov, dalam hal ini Ahok, harus memberikan ganti rugi yang layak. Dan majelis hakim mengakui tanah-tanah yang digunakan itu, tanah warga yang dimiliki warga turun-temurun disebutkan tadi pada tahun 1920," pungkasnya.

Perwakilan warga yang menggugat adalah Masenah, Ambrosius Maru, Siti Nurhikmah, dan Sandyawan Sumardi. Vonis itu diucapkan di PTUN Jakarta, siang ini. Duduk sebagai ketua majelis Baiq Yuliani dengan anggota Adhi Budhi Sulistyo dan Edi Septa Suharza. Tergugatnya adalah Satpol PP Pemkot Jaksel.

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta juga kalah ketika digugat warga Bidaracina yang terkena gusur untuk perluasan pembangunan Sodetan Ciliwung yang sebelumnya seluas 6000 meter persegi menjadi 10.000 meter persegi. Begitu pula gugatan Warga Muara Angke soal izin pelaksanaan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta.

CATATAN PENTING PEMDA DKI - Menanggapi putusan tersebut, pakar hukum tata negara Universitas Pancasila Muhammad Rullyandi menilai Pemprov DKI Jakarta tidak memiliki pemahaman yang baik soal kajian hukum saat mengeluarkan kebijakan. Itu menyebabkan sering mengalami kekalahan ketika kebijakan tersebut dibawa ke ranah hukum.

Menurutnya Rully, kekalahan dalam gugatan melawan Warga Bukit Duri seyogianya dapat menjadi catatan penting bagi pemprov untuk merefleksi kebijakannya ke depan. Ke depan, Pemprov DKI agar lebih jeli merumuskan kebijakan yang memperhatikan kaidah hukum administrasi negara. "Kebijakan Pemprov DKI lemah dalam aspek hukum adminstrasi," kata Rully melalui pesan singkatnya kepada gresnews.com.

Ia menilai, ada ketidakcermatan pemprov saat menggali kaidah hukum untuk dipakai sebagai dasar hukum saat menjalankan tugasnya dibidang administratif.

"Karena kebijakan yang bertabrakan dengan prinsip kaidah hukum administrasi tergolong onrechtmatige beschiking daad van de administrative menunjukan ketidakcermatan penguasa," katanya.

Gugun Muhammad dari Urban Poor Consortium (UPS) menyatakan kebijakan gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang melakukan penggusuran terhadap warga memberi sinyal lemahnya perhatian pemprov terhadap kaum miskin kota. Proyek pembangunan selama ini, menurut Gugun tak hanya lemah secara hukum tetapi tidak pro rakyat. Warga menjadi tumbal pembangunan di Ibukota karena tergusur dari tanahnya sendiri.

Terkait penggusuran warga Bukit Duri itu, Gugun Muhammad dari Urban Poor Consortium (UPS) menyatakan kebijakan Ahok tidak berpihak terhadap warga miskin ibukota. Justru masyarakat miskin menjadi tumbal dari konsep pembangunan yang dilakukan Pemprov DKI.

"Seharusnya penataan dan pembangunan kota tidak boleh menumbalkan satu golongan apalagi yang miskin," terang Gugun kepada gresnews.com beberapa waktu lalu.

Ke depan, Gugun berharap pembangunan yang tengah digalakkan Pemda DKI Jakarta juga melibatkan warga. Dengan cara melibatkan peran warga menurutnya bisa mengantisipasi gugatan hukum karena kebijakan telah mengakomodir kepentingan masyarakat kelas bawah.

BACA JUGA: